Mohon tunggu...
Hara Nirankara
Hara Nirankara Mohon Tunggu... Penulis - Penulis Buku
Akun Diblokir

Akun ini diblokir karena melanggar Syarat dan Ketentuan Kompasiana.
Untuk informasi lebih lanjut Anda dapat menghubungi kami melalui fitur bantuan.

Penulis Buku | Digital Creator | Member of Lingkar Kajian Kota Pekalongan -Kadang seperti anak kecil-

Selanjutnya

Tutup

Lyfe Pilihan

Kiat Hidup Santuy Walau Ingin Mati

20 Oktober 2020   20:45 Diperbarui: 20 Oktober 2020   20:52 675
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Image: Facebook/Komunitas Santuy

Banyak negara tengah pusing berhadapan dengan resesi serta ombak pendemi, yang setiap saat bisa saja meluluh-lantakkan perekonomian di banyak negara. Banyak investor yang tengah mengamankan asset mereka.

Banyak juga masyarakat yang overthinking dengan menambah stok kebutuhan pokok mereka. Di Thailand dan Filipina sendiri, gelombang aksi massa cukup membuat Pemerintah setempat kerepotan.

Lalu, bagaimana dengan Indonesia? Tentunya sama saja. Selain tengah berdamai dengan ekonomi yang defisit, wabah Covid 19 yang tak kunjung usai, gelombang aksi massa yang menolak UU Omnibus Law, masyarakat juga dipusingkan dengan pemasukan yang berkurang. Banyak pekerja diPHK, bisnis banyak yang lesu, hingga rasio utang masyarakat dan kasus kriminal yang terus meningkat.

Namun ada satu fakta unik di balik "cobaan" itu semua, yaitu sikap masyarakat kita yang masih santuy, seolah sedang tidak terjadi apa-apa. Hal itu bagus, meurut Saya. Karena, jika masyarakat dihadapkan kepada suatu realita yang rumit, pasti akan mempengaruhi kondisi psikologis mereka. 

Namun pada kenyataannya, sampai hari ini masyarakat masih saja santuy. Banyak orang-orang yang masih berkumpul tanpa mengindahkan protokol kesehatan. 

Banyak buruh yang masih bekerja tanpa memusingkan aksi demo tolak Omnibus Law. Banyak pekerja sektor non formal yang masih giat mengais rejeki.


Di satu sisi, Saya sedih melihat rentetan masalah yang terjadi di negara ini. Namun di sisi lainnya, Saya bangga dengan respon santuy dari masyarakat. Memang benar, dalam merespon suatu peristiwa, kita harus tetap santuy. 

Tapi bukan berarti kita tidak memiliki aksi untuk menghindari sebuah krisis. Sikap santuy inilah yang menurut Saya menjadi ciri khas sendiri dalam kultur masyarakat di Indonesia.

Banyak sekali orang di luar sana yang tengah pusing memikirkan keuangan, pendapatan, hingga ancaman pemutusan hubungan kerja. Namun orang-orang itu masih saja bersikap santuy, seolah tidak ada hal yang perlu ditakutkan. Dan Saya pun heran, fenomena macam apa ini? Sebuah keunikan yang justru Saya dukung, dan sangat bangga akan hal itu.

Saya sendiri pun sama. Memiliki banyak masalah, harus memikirkan ini itu bla bla bla. Dan Saya pun sebenarnya cukup pusing menghadapi krisis keuangan di tahun ini. 

Tetapi Saya juga sama dengan mereka, tidak mengambil pusing walau sebenarnya sedang sangat pusing. Unik, kan? Mari kita coba melihat keunikan ini dari kacamata sosio-culture.

Dalam tulisan Saya yang sebelumnya, sudah sedikit Saya jelaskan mengenai falsafah orang Jawa "nrima ing pandum". Sadar atau tidak, falsafah itu berlaku untuk saat ini. 

Ketika sedang terjadi banyak masalah dalam hidup, orang Jawa disarankan untuk selalu menerima, walau fakta yang diterima teramat pahit. Orang-orang masih tetap santuy atas hal apapun yang sedang menimpa negara ini, oleh karenanya falsafah itu mempunyai efek yang sangat bermanfaat.

Ketika orang Jawa diberikan pemahaman mengenai "nrima ing pandum", ajaran itu akan diterima oleh alam bawah sadar. Dan alam bawah sadar manusia bekerja untuk jangka waktu yang lama, maka dari itu, apa yang diterima (sugesti) oleh alam bawah sadar tentang nrima ing pandum, akan berimbas pada masa seperti sekarang. 

Ajaran yang penuh dengan manfaat, yang harus kita lestarikan sampai kiamat datang. Karena dengan adanya sugesti yang bersifat seperti itu, akan menghindarkan kita dari panic attack. 

Saya pun yakin, daerah selain Jawa mempunyai ajaran yang sama. Sebuah kebanggaan bukan? Maka dari itu, kita harus melestarikan ajaran falsafah yang penuh makna itu.

Kemudian, negara kita terkenal dengan negara yang berkepercayaan (beragama). Dalam ajaran-ajaran kepercayaan (Samawi dan Penghayat) yang berkembang di Indonesia, tentu mempunyai andil dalam fenomena yang unik ini. 

Bagi kalian semua yang beragama, pasti sudah tidak asing dengan pernyataan "Tuhan tidak akan memberikan cobaan yang melampaui batas kemampuan umatnya".

Secara tidak langsung, sugesti yang termuat dalam pernyataan itu berimbas pada sikap pemeluknya (tetap santuy di tengah krisis). Lagi-lagi alam bawah sadar kita berperan penting dalam penentuan sikap yang harus kita praktekkan di waktu yang akan datang (seperti saat ini).

Sedari kecil kita sudah terbiasa tersugesti dengan konsep-konsep kehidupan, baik dari agama maupun ajaran leluhur, dan ketika sudah dewasa, kita bisa bersikap bijak dalam menghadapi cobaan hidup. Dan tanpa kita sadari, ajaran semacam inilah yang membuat kita tetap santuy biar bagaimanapun keadaannya.

Dalam ajaran yang kita terima sejak kecil, kita selalu diyakinkan, bahwa apapun masalah yang sedang kita hadapi, pasti ada jalan keluarnya. Kita hanya dianjurkan untuk berdo'a, berusaha, dan tetap yakin bahwa musibah yang menimpa kita terdapat jalan keluar, maupun hikmah yang dapat diambil.

Ajaran lain yang pernah kita terima yaitu, "namanya juga hidup, pasti terdapat masalah". Atau, "kalau pusing itu wajar, namanya juga punya kepala". Dua kalimat itu sangat sederhana, tapi efeknya sangat luar biasa jika kita bisa memaknainya dengan baik. 

Saya paham, setiap orang mempunyai masalahnya sendiri, mempunyai beban yang berbeda antar manusia, maka akan sangat konyol jika kita harus saling membandingkan antar masalah yang tengah dihadapi. 

Namun konteks yang harus kita pahami, Saya rasa cukup jelas. Bahwa apapun masalahnya, pasti ada jalan keluar. Dan tekanan (akibat masalah) yang kita terima teramat wajar, karena kita ini manusia.

Fenomena yang cukup menarik untuk dikaji lebih lanjut, karena sadar atau tidak, fenomena itu mempunyai akar yang sangat kuat jika ditelaah lewat sosio-culture. 

Atau, jika ada yang terinspirasi untuk mengkaji lebih dalam, Saya pribadi akan merasa sangat senang dan tidak sabar untuk membaca kajian dari kalian semua.

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
Mohon tunggu...

Lihat Konten Lyfe Selengkapnya
Lihat Lyfe Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun