Omnibus Law secara umum adalah aturan baru yang sengaja dibikin untuk menggantikan aturan-aturan yang ada sebelumnya. Sedangkan bedanya dengan yang bukan Omnibus adalah yang bukan Omnibus fokus mengurusi satu hal dalam satu undang-undang, kalau yang ada Omnibus berarti mengatur banyak hal dalam satu undang-undang saja.Â
Menteri Agraria dan Tata Ruang saat itu, Sfyan Djalil, pernah melontarkan tentang konsep Omnibus Law. Konsep Omnibus Law juga dikenal dengan sebutan Omnibus Bill yang sering digunakan di Negara yang menganut sistem Common Law seperti Amerika Serikat dalam membuat regulasi. Regulasi dalam konsep Omnibus Law adalah membuat satu undang-undang baru untuk mengamandemen beberapa undang-undang sekaligus.Â
Salah satu tujuan dari konsep Omnibus Law yang digaungkan oleh Sofyan Djalil adalah untuk memudahkan investor guna menanamkan modal di Indonesia.
Pakar Hukum Tata Negara, Jimmy Z Usfunan, pernah berpendapat bahwa pada dasarnya ada persoalan konflik antara penyelenggara Pemerintah, saat ingin melakukan inovasi atau kebijakan yang kemudian berbenturan dengan peraturan perundang-undangan. Sehingga, konsep Omnibus Law menjadi salah satu jalan keluar yang mungkin bisa diambil oleh Pemerintah.Â
Akan tetapi, Omnibus Law haruslah dilakukan dalam tingkatan undang-undang. Ada tahun 2016, Presiden Jokowi pernah mengeluarkan PerPres Nomor 3 Tahun 2016 tentang Percepatan Pelaksanaan Proyek Strategis Nasional, peraturan yang berkategori 'otonom' menurut tirtoid ini, terbit bukan karena atas amanat/perintah undang-undang apapun yang ada di atasnya. Dalam PerPres ini ditetapkan tenggat waktu penerbitan izin-izin yang diperlukan untuk memulai pelaksanaan proyek strategis nasional.
Dalam tulisan saya yang lalu perihal Omnibus Law, saya pernah membahas masalah penghapusan AMDAL oleh Pemerintah. Mereka berdalih bahwa ketentuan dalam AMDAL sudah ada di dalam Rencana Tata Ruang Nasional maupun Daerah, sehingga penghapusan AMDAL dinilai tepat demi penyederhanaan birokrasi.Â
Padahal, AMDAL dalam UU PLH, tergolong instrumen prior approval. Maksudnya, setiap orang dilarang melakukan sesuatu kecuali telah mendapatkan persetujuan. Melalui penghapusan AMDAL.Â
Tampak sekali Pemerintah tengah menggeser posisi AMDAL yang sudah ideal dalam UU tersebut. Instrumen prior approval terdiri dari beberapa kategori, sedangkan AMDAL sendiri termasuk kategori listing, yaitu suatu kegiatan yang harus dibatasi dan diwajibkan untuk mengikuti proses tertentu, dalam hal ini adalah pengkajian untuk menjamin keamanan dan adanya proses pelibatan pubik (TirtoId).
Dalam draf RUU Omnibus Law masalah Ketenagakerjaan misalnya, Pemerintah berencana menghapuskan, mengubah, dan menambahkan pasal terkait dengan UU Ketenagakerjaan.Â
Beberapa poin yang disampaikan di dalamnya:Â
(1) Uang penghargaan akan dipangkas dengan mengubah skema pemberian uang penghargaan kepada pekerja yang terkena PHK, besaran uang penghargaan ditentukan berdasarkan lama karyawan bekerja di satu perusahaan. Dalam draf ini, skema pemberian penghargaan hanya dibagi menjadi 7 periode. Padahal dalam UU Nomor 13 Tahun 2003, besaran uang penghargaan terbagi menjadi 8 periode, dalam periode masa kerja paling lama 24 tahun atau lebih, dengan uang penghargaan sebesar 10 bulan upah.Â