Mohon tunggu...
HMPS PBS UIN MALANG
HMPS PBS UIN MALANG Mohon Tunggu... Dosen - OFFICIAL AKUN HMPS PBS UIN MALANG

OFFICIAL AKUN HMPS PBS UIN MALANG

Selanjutnya

Tutup

Cerpen Pilihan

Teh Penghujung Minggu

28 Juni 2022   12:00 Diperbarui: 28 Juni 2022   12:06 349
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.

Teh Penghujung Minggu 

Karya Zulfambr

Suatu hari di penghujung minggu, saya tatap mata sayu yang Bapak tujukan kepada rumput. Saya tuangkan teh yang agaknya masih panas sebab kepulan asapnya membumbung tinggi, menyusul burung-burung yang pergi. Bapak menatap saya, diarahkan sebuah lengkung yang cantik, acap kali dikata senyum palsu, namun bagi saya seluruh bentuk ekspresi beliau hanyalah tulus untuk anak dan cucu.

"Sepertinya anak Bapak yang ini sudah beranjak dewasa." 

Saya anggukkan kepala, Bapakpun menyesap tehnya dengan hangat. Saya masih terpaku, dengan pandang yang enggan merubah arahnya, terus saya perhatikan sedikit demi sedikit kerut pada dahi dan pipi yang Bapak miliki. 

"Iya, sudah kepala dua. Tanggung jawab semakin besar." 

"Ya begitu Nduk, memanglah berat ketika memulai, tetapi Bapak percaya kalau anak Bapak yang ini bisa segalanya, ya?" 

"Semakin kemari aku tidak tahu mau jadi apa, Pak. Kuliah di jurusan yang aku inginkan ternyata tidak menjamin minat dan masa depanku, banyak yang lebih ahli dan lebih pandai dariku. Aku takut tidak dapat memenuhi harapanku sendiri, untuk membahagiakan Bapak dan Ibu." 

"Apa anak Bapak ini lupa kalau dahulu ingin sekali menjadi ibu guru?" 

"Aku masih ingin ... tetapi Pak, melihat nasib tenaga pengajar di zaman ini membuatku ragu. Apakah aku bisa bertahan hidup nantinya? Gajiku tidak seberapa, selepas kuliah masih banyak yang harus kulakukan untuk menjadi ibu guru. Aku takut tidak sanggup, sementara teman-teman di lingkungan kita rata-rata sudah memiliki bisnis dan usaha kecil-kecilan. Apakah aku salah langkah? Apa seharusnya aku seperti Abang yang bisa sukses menjadi tenaga medis? Apa harusnya aku menuruti kata Mbak untuk bekerja daripada kuliah?"

"Tidak, tidak ada yang salah dari pilihanmu. Tenaga pengajar itu pekerjaan mulia. Jangan kamu khawatirkan segala masa depan yang belum terlihat itu, kamu memiliki Tuhan, kamu tidak seharusnya mengkhawatirkan yang bukan urusanmu. Tugasmu sekadar istiqomah, berusaha sekuat tenagamu, dan berikhtiar. Sudah ... menjadi dirimu bukanlah hal yang salah." 

"Tetapi apakah Bapak tidak malu semisal aku menjadi tenaga pengajar yang gajinya tidak seberapa?"

Kuucapkan kalimat ini dengan suara terbata. Sebab Bapak dan tatap sendunya menenangkanku dengan penuh kasih sayang. Ia menepuk punggungku dengan halus. 

"Abang dan Mbak sudah membalas banyak budi kepada Bapak dan Ibu, sedang aku diusiaku yang sudah beranjak kepada fase dewasa ini tidak memberi apapun." 

Bapak lagi-lagi tertawa kecil, "kamu memberi banyak bangga kepada kami. Waktu kecil, kamu sering memenangkan perlombaan di sekolah, di lingkungan kita, dari lomba antar RT sampai antar provinsi! Apa menurutmu Bapak dan Ibu tidak bangga dengan seluruh kerjamu itu? Itu pencapaian luar biasa, Nak. Kamu ini sungguh berharga. Anak Bapak ini---" Bapak elus kepalaku dengan jemarinya yang keriput. "---hebat sekali."

 Aku menatap diriku, di seberang ada kubangan air yang memiliki air tergenang. Aku memandangi pantulan bayangan di sana, kata Bapak anak itu hebat. Dia pekerja keras. Menjadi diri sendiri itu tidak salah. 

"Menatap kesuksesan orang lain memang membuat kita minder, Nak. Tetapi berhenti, lalu merasa tidak mampu sebelum berusaha dengan dalih salah langkah itu bukanlah pilihan yang tepat. Anak Bapak sudah ingin menjadi ibu guru sejak lama, menurut Bapak, gaji, pekerjaan, segalanya akan datang kepadamu ketika usahamu sudah sampai kepada titik maksimal. Tidak ada orang beruntung, hanya ada orang yang berusaha keras. Tidak ada orang bernasib sial, hanya ada orang yang belum berhasil saja." 

"Bapak ... terima kasih." 

"Sama-sama, Ibu Guru!" 

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
Mohon tunggu...

Lihat Konten Cerpen Selengkapnya
Lihat Cerpen Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun