Mohon tunggu...
HIMIESPA FEB UGM
HIMIESPA FEB UGM Mohon Tunggu... Full Time Blogger - Himpunan Mahasiswa Ilmu Ekonomi Fakultas Ekonomika dan Bisnis Universitas Gadjah Mada

Himpunan Mahasiswa Ilmu Ekonomi (HIMIESPA) merupakan organisasi formal mahasiswa ilmu ekonomi Fakultas Ekonomika dan Bisnis Universitas Gadjah Mada DI Yogyakarta.

Selanjutnya

Tutup

Ilmu Sosbud Pilihan

Perspektif Rasional dari Fenomena Panic Buying

13 Mei 2022   19:00 Diperbarui: 13 Mei 2022   19:09 1030
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Grafik 3.Sales Trends (IRI, 2020)

Author : Adnalia Farha

Kehadiran pandemi Covid-19 mendesak banyak aspek dalam kehidupan, termasuk perekonomian. Baik dari sisi supply maupun demand, keduanya tampak terkena dampak yang besar dari adanya persebaran virus ini. Dari sisi supply, terdapat shock pada labor supply sehingga berimbas pada penurunan produktivitas (R. Maria del Rio-Chanona et al., 2020). Sedangkan demand shock yang terjadi menurut Baker et al. (2020), berkaitan dengan pola consumer spending meliputi penurunan dan peningkatan demand. Penurunan demand terjadi pada barang-barang yang membutuhkan kontak fisik untuk mendapatkannya, sedangkan peningkatan demand terjadi pada barang-barang yang ditimbun (stockpiling) akibat adanya panic buying (Baker et al., 2020).

Panic buying merupakan salah satu fenomena yang sering terjadi sejak pandemi. Tidak hanya di Indonesia, kasus panic buying akibat pandemi juga terjadi di banyak negara seperti Amerika Serikat, Cina, Inggris, Prancis, dan lainnya. Hal ini menunjukkan bahwa panic buying telah menjadi fenomena global selama pandemi. Oleh karena itu, kajian ini akan membahas fenomena panic buying lebih mendalam dimulai dari bagaimana panic buying terjadi, the game theory of panic buying, fenomena panic buying selama pandemi, efeknya pada elastisitas, dan rekomendasi solusi.

Terjadinya Panic Buying : Perubahan Perilaku Konsumsi

Pandemi menimbulkan adanya perubahan pada perilaku konsumsi atau consumption behavior masyarakat. Perubahan ini merupakan bentuk respon masyarakat terhadap ketidakpastian dan ancaman yang ditimbulkan dari pandemi. Salah satu contoh perubahan pada perilaku konsumsi dapat dilihat dari data daily spending penduduk UK (United Kingdom) pada awal pandemi (grafik 1 dan 2). 

Grafik 1. Daily Expenditures on Staples in UK (O'Connell et al., 2020).
Grafik 1. Daily Expenditures on Staples in UK (O'Connell et al., 2020).

Grafik 2. Daily Expenditures on Household Supplies in UK (O'Connell et al., 2020).
Grafik 2. Daily Expenditures on Household Supplies in UK (O'Connell et al., 2020).

O'Connell et al (2020) mengklasifikasikan barang-barang yang dibeli masyarakat UK menjadi 2 kelompok, yaitu kelompok makanan pokok (staples) meliputi beras, makanan kaleng, dan lain-lain serta perlengkapan rumah tangga (household supplies) meliputi sabun, tisu toilet, dan lainnya. Grafik 1 dan 2 menunjukkan adanya kenaikan  daily spending yang signifikan pada dua kelompok barang ini oleh konsumen di United Kingdom (UK) pada awal pandemi. 

Menurut Ntontis E, et al. (2022), adanya peristiwa ekstrim seperti pandemi ini mendorong timbulnya perilaku masyarakat yang bersifat tidak rasional atau loss control, seperti panic buying. Perilaku ini berupa pembelian barang dalam jumlah besar yang ditandai dengan adanya kenaikan permintaan pada suatu produk secara tiba-tiba (Mary Loxton, et al., 2020). Kemudian, apa yang menyebabkan terjadinya fenomena ini?

Terjadinya panic buying disebabkan oleh beberapa faktor, seperti faktor psikologis dan emosional. Perasaan khawatir dan takut menjadi alasan yang paling sering disebutkan untuk menjelaskan mengapa panic buying terjadi. Kajian yang dilakukan oleh  Kum Fai Yuen, et al. (2020) menjelaskan tentang faktor ini dengan mendasarkan pada persepsi manusia yang dibagi atas persepsi ancaman (perceived threat) dan persepsi  kelangkaan (perceived scarcity). Persepsi ancaman berkaitan dengan risiko yang timbul seiring dengan adanya krisis selama pandemi sehingga panic buying atau stockpiling dilakukan sebagai bentuk perlindungan diri untuk meminimalisasi risiko. Sedangkan persepsi kelangkaan berhubungan dengan perkiraan terhadap produk yang akan sulit didapatkan akibat adanya krisis selama pandemi sehingga mendorong masyarakat untuk menimbun barang sebagai bentuk persiapan. Selain itu, ketakutan akibat ketidaktahuan dan pengaruh sosial juga disebutkan sebagai faktor terjadinya panic buying (Kum Fai Yuen, et al., 2020). 

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
  4. 4
  5. 5
  6. 6
Mohon tunggu...

Lihat Konten Ilmu Sosbud Selengkapnya
Lihat Ilmu Sosbud Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun