Mohon tunggu...
HIMIESPA FEB UGM
HIMIESPA FEB UGM Mohon Tunggu... Full Time Blogger - Himpunan Mahasiswa Ilmu Ekonomi Fakultas Ekonomika dan Bisnis Universitas Gadjah Mada

Himpunan Mahasiswa Ilmu Ekonomi (HIMIESPA) merupakan organisasi formal mahasiswa ilmu ekonomi Fakultas Ekonomika dan Bisnis Universitas Gadjah Mada DI Yogyakarta.

Selanjutnya

Tutup

Financial

Pelemahan atau Krisis Rupiah? Refleksi 20 Tahun Pascakrisis Finansial Asia

14 September 2018   15:37 Diperbarui: 15 September 2018   12:15 2183
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Oleh: Muhammad Faisal Abda'oe, Ilmu Ekonomi 2016, Wakil Kepala Departemen Kajian dan Penelitian Himiespa FEB UGM 2018

Dampak Pelemahan Nilai Tukar

Pelemahan nilai tukar pada dasarnya bukan merupakan suatu masalah jika tingkat pelemahannya tidak terjadi secara terus menerus dan dalam tingkat yang sangat drastis. Jika kita kembali ke pada konsep dasar permintaan ekonomi, harga yang semakin murah akan menyebabkan permintaan semakin tinggi. Pada kaitannya dengan nilai tukar, semakin lemah nilai tukar akan menyebabkan semakin murah harga produk-produk yang ditawarkan oleh Indonesia--dengan begitu akan meningkatkan penerimaan ekspor dan pengeluaran impor--sehingga menyebabkan pengurangan defisit. Namun, hal tersebut tidak selamanya benar-benar terjadi. Dalam konteks negara berkembang umumnya transaksi internasional masih didominasi belanja modal yang mana sangat dibutuhkan dalam proses produksi. Sehingga, produsen Indonesia memiliki keharusan untuk mengimpor dengan tingkat harga berapapun agar tetap mampu melakukan proses produksi. Dengan tingkat rupiah yang semakin melemah, ongkos produksi--yang mana merupakan salah satu unsur penetapan suatu harga-- akan meningkat. Pada selanjutnya hal tersebut sama halnya dengan inflasi (kenaikan harga secara umum).

Apa yang Harus Indonesia Perbuat? 

Dengan tren cadangan devisa yang semakin menurun, hal ini dapat menjadi sebuah bencana. Pasalnya, devisa adalah cadangan valuta asing yang dimiliki oleh bank sentral guna menjaga kestabilan nilai tukar. Ketika cadangan devisa terus terkuras habis dikarenakan harus memenuhi kebutuhan penggunaan valuta asing, ia akan menyebabkan rupiah semakin terdepresiasi. Untuk itu, perlu bagi pemerintah untuk menjaga dan meningkatkan kinerja cadangan devisa, neraca perdagangan (defisit), serta indikator hutang (DSR dan DGDP). Dalam beberapa kasus krisis finansial, DSR telah menjadi early warningatas terjadinya krisis perekonomian. Salah satu upaya yang telah dilakukan pemerintah adalah melarang penggunaan dan penghimpunan dolar serta penganjuran untuk mencintai produk lokal. Hal ini guna mengantisipasi spekulasi-spekulasi trader valuta asing yang dapat memperkeruh kondisi perekonomian. Pengurangan konsumsi barang-barang impor juga dapat membantu perekonomian dengan mengurangi penggunaan cadangan devisa. 

Ketika kondisi fundamental telah terlaksana dengan baik, hal yang perlu diperhatikan secara khusus adalah sentimen atau ekspektasi masyarakat terhadap perekonomian (nilai tukar) Indonesia. Sebagaimana telah penulis jelaskan tentang peran ekspektasi, ekspektasi dapat berkontribusi secara langsung terhadap prospek nilai tukar rupiah. Kita telah melihat upaya pemerintah yang tetap meyakinkan masyarakat bahwa perekonomian masih (dan mudah-mudahan) akan membaik. Hal tersebut guna menghindari spekulasi yang berlebihan terhadap ekspektasi rupiah yang dapat memperburuk nilai tukar. Kita juga dapat berkontribusi terhadap perbaikan nilai tukar terkait hal ini. Dengan meyakinkan teman-teman kita bahwa nilai tukar akan membaik, hal tersebut dapat menjadi usaha untuk menjaga dan meningkatkan ekspektasi penguatan nilai tukar rupiah. 

Bagaimana dengan Hutang Indonesia?

Akhir-akhir ini, penulis menemui banyak perdebatan terkait membengkaknya hutang Indonesia. Penulis tidak akan dan tidak pernah berdebat panjang terkait isu tersebut. Untuk pembaca yang memiliki ketidaksepahaman dengan penulis, penulis mewajarkan dan tidak memaksa pembaca untuk memiliki kesependapatan dengan penulis. Namun penulis menganjurkan pembaca untuk memperluas bacaan dan literasi terkait hutang dan pertumbuhan perekonomian (penulis sertakan dalam daftar pustaka). 

Singkatnya, hutang adalah suatu kegiatan yang dimaksudkan untuk meningkatkan laju pertumbuhan perekonomian. Ketika suatu negara ingin tumbuh lebih pesat namun terkendala dengan biaya, hutang menjadi alternatif agar pertumbuhan yang diharapkan dapat tercapai dengan meminjam alokasi dana dari masa depan. 

Mari kita ingat sejumlah pencapaian infrastruktur yang digalakkan dalam waktu singkat. Belum lagi baru-baru ini baru saja kita merayakan euphoria perayaan Asian Games yang merupakan salah satu bentuk penumbuhan nasionalisme. Bayangkan semua capaian-capaian tersebut yang tidak mungkin terlaksana tanpa menggunakan pinjaman-pinjaman hutang.

Infrastruktur merupakan suatu unsur yang sangat penting bagi tercapainya pembangunan negara. Ia merupakan unsur spasial yang sangat penting dan berkontribusi secara signifikan terhadap biaya-biaya logistik dan transportasi. Infrastruktur memang tidak terasa secara langsung manfaatnya. Ia baru akan terasa dalam jangka panjang. Pemerintah memiliki visi jangka panjang, yakni mengurangi ketimpangan antara Jawa dengan beberapa kawasan di Indonesia (yang dulu kita kenal dengan istilah Indonesia Bagian Timur). Untuk alasan tersebut, hutang merupakan suatu opsi yang tak terelakkan.

Meskipun begitu, bukan berarti pemerintah dapat sewenang-wenang melakukan pinjaman hutang. Pemerintah juga harus tetap sadar akan batas aman melakukan pinjaman. Beberapa indikator yang menunjukkan tingkat kesehatan suatu negara dalam berhutang adalah DSR dan DGDP. Kalau dilihat secara nominal hutang, tentu hutang mengalami peningkatan yang sangat tinggi. Namun, sangat disayangkan pembaca tidak awareterhadap faktor inflasi. Faktor lain adalah kesanggupan negara dalam melakukan pembayaran terhadap hutang tersebut. Untuk itu, diperlukan suatu Indikator yang melakukan perbandingan antara hutang dengan kesanggupan negara dalam melakukan pembayaran hutang tersebut.

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
  4. 4
  5. 5
  6. 6
  7. 7
Mohon tunggu...

Lihat Konten Financial Selengkapnya
Lihat Financial Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun