Mohon tunggu...
Hilman Idrus
Hilman Idrus Mohon Tunggu... Fotografer

√ Penikmat Kopi √ Suka Travelling √ 📷

Selanjutnya

Tutup

Humaniora Artikel Utama

Cerita Petani Bibinoi Bacan Timur Tengah Menjaga Tanaman di Lahan Perkebunan dari Serangan Kera

6 April 2025   17:21 Diperbarui: 6 April 2025   20:44 846
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Pohon pisang yang buahnya telah dimakan Kera (paling tinggi). Foto: Hilman Idrus

Bagi petani pada daerah lain di Maluku Utara, menanam buah kelapa dan tanaman sambilan di kebun serta merawatnya sangat mudah dilakukan. Namun, bagi petani di pulau Bacan, khususnya di wilayah Bacan Timur Tengah, yang merupakan daerah dengan populasi Kera terbanyak pasti berpikir keras. Pasalnya, bukan hanya sekadar menanam dan merawat, tapi setiap saat harus dikontrol secara terus menerus untuk memastikan tetap tumbuh tanpa gangguan dari Kera. Kondisi inilah, yang membutuhkan upaya ekstra dari para petani agar tanaman mereka tetap aman. Lantas, bagaimana cara petani di desa Bibinoi, kacamatan Bacan Timur Tengah menjaga tanaman mereka di kebun, agar tetap aman dan terhindar serangan Kera? 

Tangan kanan Asmar A Ditty (34) berkali-kali mengayun pedang memotong daun kelapa kering yang ia genggam. Daun kelapa yang dipotong dikumpul di dekat Para Para (tempat pengasapan kopra). Kamis (3/4/2025) siang itu, sinar matahari perlahan-lahan terasa teduh, dan udara berembus sejuk membuat ia terlihat bersemangat mengumpul daun kelapa kering untuk dibakar.

Tiba-tiba tatapannya ke daun kelapa kering beralih ke pohon kelapa, ia mengamati satu persatu pucuk pohon kelapa. Pedang yang sedari tadi digenggam di tangan kanan, kini dialihkan ke tangan kiri. Ia terus mengamati pucuk pohon kelapa, sembari menyeka bulir keringat di jidat dengan ibu jarinya.

Tatapannya ke pucuk pohon kelapa tersebut untuk memastikan keberadaan Kera Bacan (Macaca nigra). Lantaran menjelang sore hari, Kera kerap beraksi memakan buah kelapa muda lalu menyuruk menuju ke hutan.

Asmar A Ditty sedang memotong daun kelapa kering di kebun milik pamannya. Foto: Hilman Idrus
Asmar A Ditty sedang memotong daun kelapa kering di kebun milik pamannya. Foto: Hilman Idrus

Kondisi seperti ini selalu disaksikan Asmar dan semua petani kelapa di desa Bibinoi kecamatan Bacan Timur Tengah, Halmahera Selatan, Maluku Utara. Ia mengatakan, saat Kera menyerang lahan kelapa hanya pada waktu-waktu tertentu, seperti pada pagi dan sore hari. Selain buah kelapa muda, kata dia, bibit kelapa yang ditanam oleh petani juga tak luput dari aksi nakal Kera.

"Kalau pohon kelapa yang ditanam dengan jangka waktu sebulan atau lebih dan telah mengeluarkan daun, Kera sering merusak, sehingga warga kerap frustasi menyaksikan perilaku Kera," terangnya.

"Jika Kera melihat kepulan asap dia menghindar, karena dia tahu ada manusia menjaga kebun," imbuhnya.

Asmar bilang, pada pagi dan sore hari ia selalu mendatangi kebun kelapa untuk mengusir Kera, agar mereka tidak merusak buah kelapa.

Menurut dia, jika kebun kelapa yang selalu terjaga dari aksi-aksi nakal Kera, praktis petani merasa puas, karena hasil panen pasti sesuai target. Namun, jika petani lengah dari penjagaan kebun kelapa, maka hasil panen pasti berkurang.

"Berbagai upaya dilakukan petani, agar hasil panen sesuai target, dan rajin mendatangi kebun kelapa merupakan cara terbaik untuk menghindari pohon kelapa dari gangguan Kera," Ujarnya, seraya menjelaskan pada februari lalu ia memilih resign dari perusahan pertambangan di pulau Obi, dan fokus menjalani aktivitas sebagai petani, sementara istrinya merupakan seorang tenaga PPPK di Puskesmas desa Bibinoi, Bacan Timur Tengah.

Asmar A Ditty seusai mengumpulkan daun kelapa kering dan beristirahat. Foto: Hilman Idrus
Asmar A Ditty seusai mengumpulkan daun kelapa kering dan beristirahat. Foto: Hilman Idrus

Kebun kelapa yang dijaga Asmar letaknya persis dekat jalan raya penghubung kecamatan Bacan Timur Tengah dengan pusat ibu kota Halmahera Selatan. Lahan Perkebunan tersebut dinamai Lako-Lako. Lokasi ini menurut dia, merupakan salah zona yang dianggap tidak aman oleh para petani, lantaran Kera di Lako-Lako dikenal sangat agresif saat merusak tanaman warga.

Selain dikenal agresif, secara postur tubuh, ia menilai Kera di Lako-Lako jauh lebih besar dari Kera di lokasi lainnya di Bibinoi. Sebab, kerap kali mereka menyaksikan Kera di Lako-Lako sangat garang ketika bertemu anjing di lahan perkebunan. Bahkan, tak segan mereka menyerang dan menggigit anjing hingga mati.

"Biasanya ketika Kera yang sedang lapar dan bertemu anjing, mereka terlihat sangat beringas menyerang dan menggigit anjing hingga mati. Untuk itu, jika dengan jumlah yang jauh lebih banyak mereka makin leluasa menyergap anjing," katanya.

Upaya yang dilakukan Asmar untuk menghindari buah pohon kelapa dari serangan Kera pun dilakukan Nasrawi Dodengo (42). Ia menceritakan perilaku Kera memang sangat meresahkan para petani di desa Bibinoi, lantaran buah kelapa kering yang dipanen untuk dibuat kopra dan ditaksir bakal sesuai ekspektasi, ternyata terkadang jauh dari harapan.

Ia menuturkan, saban hari ke kebun untuk mengusir Kera, demi menjaga buah kelapa dari aksi nakal Kera, terlebih jika di kebun ditanami singkong atau tanaman sejenis. Sebab, apabila Singkong atau Jagung mulai berisi, Kera makin suka, lantaran dia tidak lagi bersusah payah harus memanjat pohon kelapa dan memetik buahnya.

"Kalau menanam kacang, ubi jalar atau ubi kayu maupun jagung, kami harus siaga menjaga. Jika tidak, Kera leluasa menghabisinya," ucapnya.

Nasrawi menjelaskan, tanaman para petani terlindungi dari aksi nakal Kera, apabila tiba musim buah-buahan seperti Langsat, buah Matoa, Mangga, buah Rao (Dracontomelon dao), dan buah lainnya yang suka dimakan Kera. Sehingga, di musim buah-buahan inilah para petani merasa sumringah, karena mereka tahu Kera bakal menetap di dalam hutan

"Kalau buah pinang, memang Kera tidak suka, begitupun buah Tomat," jelasnya, seraya menunjuk salah satu pohon pinang yang buah sangat lebat bergelantungan di dekat sebuah pohon kelapa.

Istri penulis saat mencari buah kelapa kering di lahan kelapa milik orangtuanya. Foto: Hilman Idrus
Istri penulis saat mencari buah kelapa kering di lahan kelapa milik orangtuanya. Foto: Hilman Idrus

Nasrawi menambahkan, dulu sejak ia masih kecil, memang di kebun hanya terlihat pohon kelapa, kenari, rambutan, langsat dan mangga. Namun, kini para petani mulai melakukan variasi tanaman, seperti menanam pohon pala, dan durian.

Pilihan menanam pala dan durian, karena selain mendatangkan manfaat yang sangat banyak. Di sisi lain, kata dia, buah pala memang Kera tidak begitu tertarik untuk dimakan. Dia bilang, terkadang kalau Makan, Kera hanya memilih makan fulinya atau merusak rantingnya saja.

"Mungkin karena rasanya tidak begitu manis, sehingga Kera tidak suka untuk makan," ujarnya seraya menyungging senyum.

Lahan Kelapa di wilayah Lako-Lako milik warga yang berdekatan dengan desa Songa Bacan Timur Tengah
Lahan Kelapa di wilayah Lako-Lako milik warga yang berdekatan dengan desa Songa Bacan Timur Tengah

Karena kebun kelapa berada di dekat jalan raya, sehingga Asmar dan Nasrawi memilih menjaga hingga menjelang matahari terbenam. Mereka mengatakan, bepergian ke kebun kelapa menggunakan sepeda motor. Terlebih, jarak kebun dengan rumah berkisar kurang lebih 2 km, jadi kembali ke rumah tepat waktu untuk melaksanakan salat magrib berjamaah.

Bibinoi merupakan desa di pesisir pantai, yang berdekatan dengan tiga desa, yakni di bagian selatan berbatasan dengan desa Silang, bagian Timur berbatasan dengan desa Tabapoma, dan di bagian barat berbatasan dengan desa Songa, sedangkan di bagian utara berhadapan dengan laut.

Asal Mula Keberadaan Kera di Pulau Bacan

Kera Bacan (Macaca Nigra) atau lebih familiar disebut Yakis Bacan, asal mula seperti diceritakan sejumlah warga di desa Bibinoi, merupakan hewan yang dibawa dari Sulawesi Utara ke pulau Bacan.

Diketahui sekitar tahun 1867 Kera yang dibawa ke Bacan sebagai hadiah untuk Sultan Bacan. Konon dari pemberian tersebut, Kera mulai berkembang biak, hingga banyak ditemui di hutan Bacan.

Kisah Kera yang dibawa dari Sulawesi Utara inilah yang kemudian membantah cerita mitos yang pernah berkembang di masyarakat, yaitu kisah tentang warga masyarakat yang disumpah hingga menjadi Kera, begitupun cerita lainnya yakni tenggelamnya sebuah kapal laut di perairan laut Bacan, dan sejumlah penumpang terdampar di pulau hingga berubah wujud menjadi Kera.

Cerita rakyat tersebut memang tidak berdasar, lantaran Kera hanya ditemukan di wilayah Bacan Barat, Pusat Kota, hingga di kecamatan Bacan Timur, Selatan dan Bacan Timur Tengah. Sebab, jika manusia menjadi Kera karena insiden tenggelamnya kapal, praktis semua pulau di Bacan pasti ada Kera. Namun faktanya, Kera hanya dijumpai wilayah yang sedaratan dengan kota Labuha.

Sebaran Kera di pulau Bacan inilah yang menguatkan pandangan masyarakat, bahwa memang benar Kera awalnya di pusat kota Bacan, sebagai pusat kerajaan Bacan, lalu berkembang biak dan tersebar dari Bacan Barat hingga Bacan Timur. Sehingga, cerita-cerita rakyat tentang Kera itu kemudian dengan sendirinya dilupakan masyarakat, saat mereka mengetahui kisah Kera dibawa dari Sulawesi Utara.

Kera Bacan merupakan satwa endemik dengan kemiripan seperti Kera di Sulawesi Utara, mulai dari postur tubuh, warna, serta memiliki jambul di atas kepalanya, dan memiliki pantat berwarna merah muda.

Dengan kemiripan inilah, disebut spesies Kera Bacan berasal dari Sulawesi Utara. Hanya saja, menurut warga di Bacan Timur, kini ada spesies Kera Bacan ada yang jauh lebih besar. Walaupun begitu, tidak semua berpostur tubuh besar dan tinggi, seperti di hutan Bibinoi, hanya terdapat di lokasi Lako-Lako yang berdekatan dengan desa Songa, di sinilah warga kerap menjumpai Kera dengan postur tubuh sangat jauh berbeda dengan Kera pada umumnya di Pulau Bacan.

Pohon kelapa yang terlihat rapih di wilayah Lako-Lako. Foto: Hilman Idrus
Pohon kelapa yang terlihat rapih di wilayah Lako-Lako. Foto: Hilman Idrus

Begitupun soal warna, khusus di wilayah Bacan Timur, di lokasi Lako-Lako lah yang sering dijumpai Kera berwarna hitam kombinasi putih; baik di perut, maupun di kaki. Sementara di lokasi lainnya rata-rata berwarna hitam legam.

Habitat dan Perilaku Kera Bacan di Hutan Bibinoi Bacan Timur Tengah

Setiap desa di kecamatan Bacan Timur, Selatan, dan Timur Tengah memang terdapat habitat Kera (Kera) Bacan; baik pada dataran rendah maupun di daerah ketinggian. Namun, umumnya masyarakat lebih menjumpai Kera di dataran rendah. Hal ini lantaran di dataran rendah terdapat puluhan hektar lahan perkebunan kelapa. Memang secara habibat Kera memang berada di daerah ketinggian dengan hutan primer yang cukup lebat.

Walaupun begitu, Kera Bacan juga sangat banyak ditemui pada hutan sekunder, di mana secara makanan jauh lebih banyak bila dibandingkan pada hutan primer. Lantaran selain pohon di hutan primer yang buahnya dapat dijadikan makanan, pada hutan sekunder terdapat banyak pohon dengan beraneka ragam buah, yang memantik Kera memusatkan perhatian untuk keluar dan mencari makanan.

Kondisi ini diakui Jamal Abdul Salam (61), ia menjelaskan, khusus di desa Bibinoi, Kera lebih menyukai mencari makanan di lahan-lahan perkebunan warga, karena terdapat banyak makanan.

Selain makanan di lahan perkebunan, rata-rata lahan yang dijadikan perkebunan kelapa berada di pesisir pantai. Sehingga, selain makan buah kelapa muda, dengan leluasa Kera juga kerap mencari kerang sebagai santapannya.

"Pernah warga menemukan tangan Kera yang dijepit cangkang kerang mutiara berukuran besar, serta melihat Kera minum air di pesisir pantai," katanya, Kamis (3/4/2025).

Bapak Jamal Abdul Salam saat berada di rumah milik anaknya. Foto: Hilman Idrus
Bapak Jamal Abdul Salam saat berada di rumah milik anaknya. Foto: Hilman Idrus

Fenomena ini menguatkan pandangan masyarakat di desa Bibinoi bahwa Kera Bacan, bukan hanya menyantap buah-buahan, melainkan kerang dan ikan. Seperti diakui Nurhayati Manui (59), ia kerap menyaksikan Kera menyantap ikan, lantaran makanan (nasi dan ikan) yang dibawa ke kebun, jika lengah dari penjagaan, pasti dicuri oleh Kera dan dibawa lari untuk dimakan bersama sekawanannya.

"Suatu kali, saya bersama suami tengah asyik mengumpulkan buah kelapa kering di para para (tempat pengasapan kopra), dan tidak menaruh perhatian ke makanan kami di rumah kebun. Dan begitu kami beristirahat, makanan yang kami bawa dari rumah telah dibawa lari oleh Kera," kenangnya.

Hanya saja, menurut dia, jika makanan (nasi dan ikan) yang telah dilahap oleh Kera, tempat makanannya tidak dibawa ke dalam hutan, melainkan mereka meninggalkan di batas kebun, sehingga diambil kembali untuk dibawa pulang ke rumah.

"Suami saya pernah alami hal yang sama, ketika dia tengah asyik bekerja membersihkan lahan kelapa, dan makanan yang dia bawa saat itu adalah cingkarong dengan susunan dua rantang, semuanya diambil dan dimakan oleh Kera, kemudian membiarkan rantang tergeletak di tanah," ujarnya.

Buah kelapa muda yang dimakan oleh Kera. Foto: Hilman Idrus
Buah kelapa muda yang dimakan oleh Kera. Foto: Hilman Idrus

"Akhirnya, karena cingkarong telah dimakan oleh Kera, terpaksa suami saya memilih memanjat kelapa dan mengambil buah kelapa muda untuk dimakan," imbuhnya.

Habitat Kera Bacan di hutan Bibinoi menurut Jamal Abdul Salam, terbagi berdasarkan areal lahan yang dimanfaatkan warga. Ia menjelaskan, khusus di areal pesisir pantai, sedikitnya 8 zona, yakni wilayah perkebunan di Lemo-Lemo yaitu wilayah perbatasan desa Bibinoi dan Songa, kemudian tanjung Lako-Lako, Kali Gofto yang menghubungkan dengan air kali Giwe Marahai atau dikenal dengan Air Terjun Bibinoi, lalu wilayah Air Jibubu yang berada dekat kantor kecamatan, kemudian Kali Mati yang bersebelahan dengan Air Jibubu, kemudian zona belakang kampung, serta 3 zona di sisi timur desa, yaitu di Kali Bibinoi, Kali Raim dan Kali Mou.

Jamal mengungkapkan, untuk habitat Kera Bacan di desa Bibinoi dari zona pesisir, yang paling dikenal agresif dari seluruh habitat yaitu di zona Lako-Lako. Karena berkali-kali ia saksikan sejak usia remaja hingga kini, Kera Bacan di zona Lako-Lako memang paling garang.

Karena dikenal garang, sehingga Kera pada zona lain sulit untuk merangsek masuk mendekati zona Lako-Lako. Sebab, kata dia, jika Kera Lako-Lako menemukan ada Kera di zona lain yang mencoba mendekati untuk mencari makanan di Lako-Lako, maka konsekuensinya adalah diserang dan digigit hingga mati.

Pohon Pisang yang buahnya telah dimakan oleh Kera (kanan). Foto: Hilman Idrus
Pohon Pisang yang buahnya telah dimakan oleh Kera (kanan). Foto: Hilman Idrus

"Masyarakat semua tentu tahu betul soal garangnya Kera di wilayah Lako-Lako, karena selain dikenal garang, secara postur tubuh pun Kera di Lako-Lako jauh lebih besar dari seluruh Kera yang ada di desa Bibinoi," terangnya.

Walaupun dikenal garang, namun hingga kini, kata dia, belum ada kasus Kera menyerang dan menggigit warga. Lantaran pada umumnya Kera sangat takut kepada manusia. Untuk itu, saat lapar pun Kera hanya mengekspresikan dengan mencuri buah kelapa atau tanaman lainnya yang biasanya dimakan.

"Iya, sampai saat ini belum ada kasus seperti itu (menyerang warga, pen). Tapi, lebih ke mencuri hasil kebun," Akunya.

Jama bilang, jika bukan sistem zona, praktis ribuan Kera yang berkumpul dan menyerang kebun kelapa dan berpindah tempat dan melakukan hal yang sama pasti para petani frustasi.

Dengan pembagian zona berdasarkan habitat tersebut, sehingga warga kerap menyaksikan hanya puluhan ekor Kera yang secara bergerombol keluar dan merusak tanaman warga; di lahan perkebunan di pesisir pantai, maupun di belakang perkampungan dengan jarak yang sangat jauh.

Soal perilaku Kera yang kerap merusak tanaman, diakui Jamal, memantik kemarahan para petani. Karena, rata-rata Kera memang dikenal suka menakal, seperti mencabut dan menggigit bibit kelapa yang baru ditanam oleh petani, maupun sekadar memakan tunasnya.

Begitupun untuk buah kelapa muda, Kera sangat menyukai, sehingga walaupun kelapa dengan ketinggian 20 meter, Kera selalu nekat untuk naik dan mengambil buahnya, lalu menjatuhkan ke tanah.

Sehingga, jika warga mendatangi kebun mereka dan mendapati buah kelapa muda yang berhamburan di tanah. Mereka tidak mencurigai orang lain, karena mereka punya pemikiran yang sama: pasti Kera yang nakal.

"Jadi, jika tidak sering bepergian ke kebun kelapa, maka dipastikan hasil panen bakal sangat berkurang," ujarnya.

Dia menjelaskan, jika pohon kelapa yang luput dari gangguan Kera, praktis hasil panennya mencapai 1 Ton atau lebih. Namun, jika diganggu oleh Kera, maka hasil panennya merosot drastis, yakni hanya berkisar 700 kg atau 500 kg.

"Ya, apa boleh buat, mereka juga butuh makan, dan makanan mereka adalah tanaman yang kita tanam di lahan Perkebunan," ucapnya.

Warga membakar api di lahan perkebunan untuk mengusir Kera. Foto: Hilman Idrus
Warga membakar api di lahan perkebunan untuk mengusir Kera. Foto: Hilman Idrus

Dia mengungkapkan, perilaku Kera Bacan saat ini sedikit berbeda dengan puluhan tahun silam. Dia menceritakan, sebagaimana disampaikan oleh kedua orangtuanya, bahwa dulu, perilaku Kera tidak seberingas saat ini. Di mana mereka ingin agar tanaman mereka aman dari serangan Kera, mereka membawa pisang atau buah kelapa muda dan ubi kayu, lalu meletakan di batas lahan perkebunan dan menyampaikan bahwa makanan tersebut adalah jatah mereka.

Dari pemberian tersebut, menurut dia, seperti dituturkan orangtuanya, Kera sangat paham dan mereka tidak mengganggu tanaman di kebun hingga berminggu-minggu. Namun, kini sudah jauh berbeda, hal ini diakuinya, lantaran begitu banyak pohon di hutan yang telah ditebang dan diganti dengan tanaman kelapa dan tanaman bulanan. Sehingga, membuat Kera terdesak lantaran sulit menemukan buah pohon untuk dikonsumsi seperti lazimnya.

"Kalau dulu, orangtua kami bercerita, mereka memberi makanan kepada Kera, dan mereka tidak mengganggu tanaman di kebun, kalaupun ganggu tapi masih dalam batas kewajaran. Tapi, saat ini Kera melihat tanaman seperti ubi jalar dan pisang serta jagung mereka terlihat rakus," katanya

"Jadi, dari seluruh tanaman yang biasa dimakan Kera, Jagung merupakan favorit," sambungnya.

Selain berperilaku yang sangat meresahkan para petani, diakui Jamal, masyarakat pada umumnya sangat tahu kalau Kera memang tidak takut pada perempuan. Hal ini ia kerap menyaksikan saat berada di lahan perkebunan.

Apabila Kera bergerombol menyelinap masuk di lahan perkebunan, dan mereka meminta kepada istri atau anak perempuan untuk melempar, agar Kera bergegas pergi ke hutan. Namun, yang terjadi malah sebaliknya, yakni Kera tetap berdiri di batas kebun. Jika laki-laki yang berteriak, maka Kera dengan cepat berlari.

"Iya, kalau perempuan, Kera tidak takut, dan sering dia (Kera) terkesan tidak menghiraukan, bahkan mereka kembali menggertak," katanya.

Kondisi ini diakui Jamal, seperti Kera yang memetik buah jagung dan diusir oleh perempuan, mereka sangat tahu, bahwa mungkin perempuan sangat lemah. Sehingga, mereka menggenggam buah jagung dengan dua tangan dan berlarian menggunakan dua kaki. Tapi, jika melihat laki-laki, Kera hanya membawa jagung menggunakan satu tangan, dan berlari menggunakan dua kaki dengan dibantu satu tangan, agar gerak langkahnya makin cepat.

Buah kelapa muda yang dimakan Kera. Foto: Hilman Idrus
Buah kelapa muda yang dimakan Kera. Foto: Hilman Idrus

"Kera sangat takut kepada laki-laki, jadi jika telah memetik buah jagung, dia hanya mengandalkan satu tangan memegangnya dan menggigit jagung, karena dia sangat takut jika dikejar dan ditangkap," ujarnya.

"Terkadang Kera laki-laki terlihat sangat marah jika diusir, prinsipnya dia sangat melindungi anak-anak dan istrinya, sehingga begitu diusir terlihat Kera yang lebih tua memastikan semua Kera dalam kondisi aman untuk merangsek ke hutan, barulah yang tua (besar) menyusul" sambungnya.

Selain takut kepada laki-laki, Kera, kata Jamal juga tidak menyukai alang-alang. Karena alang-alang merupakan penghalang dan penghambat langkahnya. Untuk itu, saat dikejar, Kera lebih memilih meloncat ke pohon atau berlari di tanah kosong. Lantaran di alang-alang, mereka takut terjebak dengan tali atau sejenisnya, yang mengakibatkan mereka dengan mudah terperangkap dan ditangkap oleh warga.

Jamal mengakui, kini perilaku Kera jauh berbeda dengan tempo dulu, lantara selain karena faktor terdesak makanan. Di sisi lain, ekspresi manusia yang dianggap berlebihan seperti mengeluarkan suara kasar dan melempar dengan batu yang memantik mereka makin berani dan terus meneror petani.

"Dulu kalau melihat kepulan asap api, mereka enggan mendekati lahan perkebunan, tapi kini mereka makin mendekat ke kebun, mungkin karena faktor lapar yang membuat mereka makin berani," tuturnya.

Jamal menjelaskan, selain perubahan perilaku, menurut dia, populasi Kera di Bacan termasuk paling banyak di desa Bibinoi. Karena, sejak remaja hingga kini, ia telah banyak mengunjungi setiap desa; baik di wilayah Bacan Barat, pusat kota, Selatan, Timur dan Timur Tengah dia menyaksikan populasi Kera jauh berbeda di Bibinoi.

"Mungkin suatu saat nanti jika ada yang meneliti tentang populasi Kera Bacan pasti dapat mengetahui populasinya di setiap desa," katanya.

Untuk membedakan Kera berjenis kelamin perempuan dan laki-laki, kata Jamal, sangat mudah, yakni dilihat dari pantatnya. Apabila warna merah di pantatnya besar, praktis itu Kera perempuan, begitupun sebaliknya.

Para Para (Tempat pengasapan Kopra) Foto: Hilman Idrus
Para Para (Tempat pengasapan Kopra) Foto: Hilman Idrus
 

Ia bilang, dulu saat mendengar bunyi mesin potong kayu (sensor), Kera menghindar. Namun, kini mereka tidak lagi menghindar dan makin mendekat untuk menyaksikan warga bekerja (memotong kayu).

Bahkan, suatu kali, ia dan teman-temannya bekerja menebang kayu di perbatasan desa Bibinoi dan desa Tabapoma, atau tepatnya di Kali Raim, dia meletakan barang bawaannya di dekat sebuah pohon kayu, dan tengah konsentrasi bekerja, satu bungkus rokoknya dicuri oleh Kera.

Rokok tersebut, kata dia, diambil oleh Kera laki-laki dan berbagi kepada sekawanannya dan menancapkan di mulut, kemudian naik ke pohon dan menyaksikan mereka bekerja.

"Kejadian saat itu tidak lazim, karena baru pertama kali saya menyaksikan Kera mencuri rokok," ujarnya.

Jamal menuturkan, bayi Kera memang terlihat sangat kuat dalam dekapan ibunya. Sebab, ketika diusir dan ketika dia meloncat dari setiap dahan kayu, bayinya tak pernah jatuh ke tanah.

"Jika ibunya menyelinap masuk ke kebun warga, ia meletakan anaknya di batas kebun, begitu dikejar ia langsung berlarian menuju ke anak-anaknya dan meraihnya, lalu berlari," tuturnya.

"Jadi, sangat sulit untuk menangkap mereka, kecuali membuat perangkap," imbuhnya.

Buah dan Daun yang Biasa Dimakan Kera

Umumnya masyarakat di Maluku Utara sangat tahu jika Kera Bacan menyukai buah pisang dan kelapa. Namun, menurut Jamal, bukan buah pisang yang menjadi makanan favoritnya, melainkan jagung.

Sehingga, apabila warga yang menanam jagung dan mulai berisi, mereka selalu menjaga dengan cara tidur di kebun. Sebab, jika tidak, mereka hanya mendapati pohonnya, sementara buahnya telah diambil Kera.

Untuk jagung, ada keanehan tersaji sepanjang tumbuh kembang jagung, di mana saat buah jagung mulai mengeluarkan rambut, Kera selalu datang menghampiri kebun untuk mengontrol.

"Kalau jagung, dia pintar memastikan kapan waktu yang paling tepat untuk menyelinap masuk ke kebun dan mencuri," ucapnya.

"Memang terlihat Kera paling golojo (rakus) kalau makan jagung muda, bahkan jagung kering juga tak luput dari sifat rakusnya" sambungnya.

Pohon pisang yang buahnya telah dihabisi Kera. Foto: Hilman Idrus
Pohon pisang yang buahnya telah dihabisi Kera. Foto: Hilman Idrus

Jamal mengungkapkan, untuk buah-buahan dan daun yang suka dimakan oleh Kera sangat banyak, di antaranya.

- Pisang

- Buah kelapa muda

- Buah Pepaya

- Daun Pepaya

- Sayur-sayuran seperti sawi dan sejenisnya

- Ubi kayu

- Ubi jalar

- Buah kenari

- Buah pohon Aren

- Buah Mangga

- Buah Langsat

- Buah Rambutan

- Buah pohon Matoa

- Buah Rao

- Tebu

- Buah Alpokat

- Ikan dan Nasi

Dari beragam buah-buahan tersebut, menurut Jamal, ketika mengambil jagung, Kera [memakai taktik], yakni hendak menerobos ke kebun jagung, dia terlebih dahulu mengeluarkan suara untuk memberi pesan kepada yang lainnya. Setelah mengeluarkan suara, mereka berkamuflase untuk pura-pura pergi. Lalu berdiam diri dan memantau pemilik kebun sambil memastikan situasi, jika pemilik kebun lengah mereka menyelinap masuk di bawah pohon jagung dan memetik buahnya.

Selain mengambil jagung di siang hari, Kera juga keluar pada malam hari saat bulan purnama, mereka bergerombol keluar dengan menargetkan mencuri jagung. Hal ini dituturkan Nurhayati Manui, bahwa ia dan suaminya pernah menanam jagung, dan menyaksikan aksi Kera pada malam hari.

"Hanya jagung lah yang memaksa Kera keluar di malam hari, karena Kera paling favorit dengan jagung," kata Nurhayati.

Dia mengatakan, jika hendak makan pisang atau buah lainnya, Kera beraksi pada siang hari, tetapi tidak untuk jagung. Kondisi inilah yang memaksa mereka harus tidur di rumah kebun untuk menjaga tanaman mereka.

Sementara untuk tebu, kata dia, Kera hanya mematahkan batangnya kemudian menghisap sarinya dan lalu membuang batangnya. Sedangkan nasi dan ikan pun menjadi santapan Kera, jika petani menaruh di rumah kebun, lalu konsentrasi bekerja, maka Kera sering mengambil dan melahap semuanya.

Selain buah-buahan, Kera Bacan, kata Jamal Abdul Salam, jika kelaparan, mereka kerap mencuri telur ayam, bahkan tak segan dia menangkap ayam dan makan. Hal ini jika mereka sangat lapar dan keluar di dekat rumah warga.

"Biasanya, saat menemukan ayam lagi bertelur, dia menyergapnya lalu membawa lari untuk dimakan, atau jika tidak dapat menangkap ayam, praktis telurnya menjadi sasaran untuk disantap," ujarnya.

Buah kelapa yang telah dimakan Kera. Foto: Hilman Idrus
Buah kelapa yang telah dimakan Kera. Foto: Hilman Idrus

Mengusir Kera dari Kebun

Bagi petani pada daerah lain di Maluku Utara, menanam buah kelapa dan tanaman sambilan di kebun serta merawatnya sangat mudah dilakukan. Namun, bagi petani di kecamatan Bacan Timur, yang merupakan daerah dengan populasi Kera terbanyak pasti berpikir keras.

Pasalnya, bukan hanya sekadar menanam dan merawat, tapi setiap saat harus dikontrol secara terus menerus untuk memastikan tetap tumbuh tanpa gangguan dari Kera. Kondisi inilah, yang membutuhkan upaya ekstra dari para petani agar tanaman mereka tetap aman.

Untuk kelapa, pada umumnya mulai diganggu oleh Kera kala usianya telah mencapai satu bulan atau lebih. Karena, tunas kelapa di usia ini, Kera sangat menyukai.

Begitupun sama halnya dengan tanaman sambilan, jika bertumbuh dan berbuah, kerap diganggu oleh Kera dengan cara mematahkan pucuk atau mencabutnya. Sehingga, berkebun di Bacan Timur memang butuh kesabaran ekstra saat menghadapi Kera.

Terlebih jika pohon kelapa mulai berbuah, karena Kera Bacan memang dikenal suka memetik buah kelapa muda. Untuk itu, para petani selalu datang mengontrol bahkan tidur di kebun, sambil merawat tanaman sambilan.

Menghadapi ulah Kera, para petani memiliki trik yang berbeda-beda untuk mengusirnya, yakni dengan cara menjaga tanaman secara langsung di kebun, atau membuat orang-orangan, bahkan tak segan luapan emosi diekspresikan dengan memukul Kera, agar menghindar dan tidak kembali mengganggu tanaman.

Pohon Pisang yang buahnya telah dimakan Kera. Foto: Hilman Idrus
Pohon Pisang yang buahnya telah dimakan Kera. Foto: Hilman Idrus

Seperti dilakukan Jamal Abdul Salam, ia menceritakan perihal cara mengusir Kera dari kebun. Menurut dia, berbagai trik telah dilakukan untuk hindari tanaman dari gangguan Kera, tapi hanya satu yang berhasil, yakni memilih tidur di kebun sambil menjaga tanaman.

"Pernah saya buat orang-orangan yang kepala diletakan sejumlah kaleng dan batu untuk dijadikan kentungan, sementara tali pada kepala orang-orangan dikait tali dan ditarik ke rumah kebun, jika istri saya lagi istirahat seusai bekerja dia menarik tali, agar menghasilkan suara pada kentungan untuk mengusir Kera, tapi hanya pertama kali Kera memang takut dan lari, tapi selanjutnya tidak," ungkapnya.

"Terkadang kita menarik tali kentungan, tapi Kera hanya duduk dan diam, mungkin instingnya berkata bahwa hanya sekadar bunyi tanpa ada ancaman untuk mereka, jadi mereka tidak takut," sambungnya.

Selain cara tersebut, kata Jamal, yang paling ampuh adalah ketika bertemu dengan Kera, harus pura-pura melempar, maka dia cepat bergegas menyelinap dan menghindar ke hutan.

Pohon pisang yang buahnya telah dimakan Kera (paling tinggi). Foto: Hilman Idrus
Pohon pisang yang buahnya telah dimakan Kera (paling tinggi). Foto: Hilman Idrus

Jamal menuturkan, menjaga Kera di kebun, merupakan salah satu pekerjaan yang memang menguras energi. Sehingga, tak jarang sebagian petani kerap membuat perangkap untuk menangkap dan memberi hukuman, dengan tujuan dia tidak lagi mengganggu tanaman.

Namun, bukannya takut, Kera malah lebih beringas. Untuk itu, menurut Jamal, cara paling ideal untuk mengusir Kera di kebun yakni harus tidur di kebun. Hanya saja, aktivitas di kebun kerap terantuk dengan berbagai hajatan yang dilakukan pihak keluarga, yang mau tak mau harus kembali ke rumah.

Kondisi ini, membuat mereka harus meminta anak-anak mereka untuk mengganti mereka menjaga kebun. Sebab, jika tidak, praktis tanaman di kebun pasti dihabisi Kera.

"Pada prinsipnya, jangan sampai melukainya, karena Kera saat ini merupakan hewan yang dilindungi oleh undang-undang," pintanya.

Jamal menjelaskan, semua petani di Bibinoi pasti memiliki kisah yang sama soal menjaga kebun dan mengusir Kera. Karena, lanjut dia, mayoritas masyarakat di desa Bibinoi menjalani pekerjaan sebagai petani.

Pada umumnya, kata dia, semua petani merasa resah dengan ulah Kera yang kerap merusak tanaman di kebun. Sehingga, tak jarang mereka pun mengasari Kera; dengan dengan cara memukul atau mengikat dan menghukumnya.

"Hingga saat ini saya belum mendengar cerita petani menangkap dan membunuh Kera, kalau menemukan bangkainya memang sering ditemui di hutan, tapi lebih banyak Kera kecil, mungkin karena digigit oleh Kera lain atau dikeroyok oleh anjing," terangnya.

Ia mengungkapkan, lantaran sering menakal buah kelapa, sejumlah petani sering mengambil tindakan seperti membuat perangkap dan menangkapnya. Namun, puluhan Kera yang ditangkap tersebut, kemudian dilepas kembali.

Sulit Menemukan Rangka Tulang Kera 

Sebagai desa dengan jumlah populasi Kera terbanyak. Namun, menurut para petani di desa Bibinoi, bahwa mereka sulit menemukan rangka tulang Kera di hutan. Dan' paling banyak ditemui adalah tengkoraknya.

Para petani di Bibinoi meyakini bahwa Kera di Bacan ketika mati rangka tulangnya hilang layaknya kucing. Karena tak pernah menemukan rangka tulang Kera, para petani mencoba bereksperimen untuk mengetahui rangka tulangnya.

Seperti dilakukan Jamal Abdul Salam, ia menceritakan saat bepergian ke kebun dan menemukan Kera mati tergeletak di bawah pohon kelapa. Bangkai Kera kemudian diambil dan dimasukan ke dalam sebuah karung plastik, lalu diikat dengan posisi menggantung pada ranting pohon pala.

Dan' berselang beberapa hari kemudian, dia kembali untuk memastikan rangka tulang Kera di dalam karung plastik tersebut. Namun, kata dia, yang ditemukan hanya tengkoraknya.

Hal yang sama pun dilakukan oleh para petani lainnya, yakni meletakan bangkai Kera di tanah sambil mengambil daun pisang dan dijadikan pengalasnya. Tapi hasilnya tetap sama seperti yang dilakukan oleh Jamal Abdul Salam, yakni hanya menemukan tengkoraknya.

Fenomena hilangnya rangka tulang Kera diakui oleh para petani di Bibinoi sebagai kejadian yang sulit dicerna akal sehat. Sehingga, ada yang mengatakan bahwa hal tersebut merupakan kuasa Ilahi yang tak perlu diperdebatkan.

Untuk menemukan rangka tulang Kera, kata Jamal, memang sangat mustahil. Walaupun begitu, dia mengungkapkan bahwa puluhan tahun silam, pernah orangtuanya menemukannya. Hanya saja, saat dibawa ke rumah, tapi tetap saja dia hilang layaknya di hutan.

"Ayah saya pernah menemukan rangka tulangnya utuh, saat dia bepergian ke kebun, dan menyimpan di rumah, tapi lama kelamaan tidak lagi terlihat di rumah," tuturnya.

Karena sulit menemukan rangka tulang Kera, sehingga menurut para petani di Bibinoi, jika orang bernasib baik, maka dia menemukannya. Tapi, jika berkeinginan bepergian ke kebun dan mencari tahu rangka tulangnya, praktis sulit didapat.

"Menetap di Bibinoi sejak kecil hingga beranjak remaja dan berusia 61 tahun saat ini, saya belum pernah menemukan rangka tulang Kera. Jangankan menemukan secara utuh, bagian terkecil seperti tulang rusuk pun hingga kini belum saya temukan jika bepergian ke hutan," katanya.

Ia menjelaskan, rangka tulang Kera memang dijadikan obat untuk menjaga tetap sehat bugar. Seperti ada yang merasa capek, tulang Kera diletakan dalam ember plastik bersama air lalu digunakan untuk mandi.

Menurut dia, dengan memanfaatkan tulang Kera untuk obat menjaga tubuh tetap fit, maka walaupun menjalani pekerjaan berat, tubuh tetap dalam kondisi prima, layaknya Kera yang beraksi di hutan sepanjang hari.

"Memang kami meyakini sebagai obat untuk menjaga tubuh tetap prima. Tapi, sangat sulit menemukan rangka tulangnya," tukasnya.

Melihat Kera Mengerjakan Salat

Selain dikenal mengganggu dan merusak tanaman petani di kebun, fakta menarik tentang keberadaan Kera di hutan Bacan pun mengundang perhatian para petani. seperti Kera mengerjakan salat layaknya manusia normal.

Seperti diceritakan salah satu petani di desa Tawa kecamatan Bacan Timur, Yesaskar Madito (53), bahwa petani di desanya kerap menyaksikan Kera mengerjakan salat seperti manusia.

Dan' lokasi yang sering disaksikan Kera mengerjakan salat tersebut adalah sebuah bukit di posisi timur berdekatan dengan wilayah desa Songa Bacan Timur Tengah. Lokasi tersebut oleh warga desa Tawa dinamai Pele-Pele. Dia mengungkapkan, hanya waktu-waktu tertentu yang mereka menemukan Kera menunaikan salat, yakni di malam jumat.

"Mereka yang membuat kebun di dekat bukit Pele-Pele, kerap menyaksikan Kera mengerjakan salat," katanya, seraya menyarankan saya untuk bertanya pada warga di desa Tawa, yang memiliki kebun di dekat bukit Pele-Pele, karena mereka sering melihat hal yang tak biasanya dilakukan oleh Binatang yang menjadi ikon pulau Bacan itu.

"Kami di desa Tawa, memang semuanya beragama Kristen, tapi menyaksikan hal tersebut, kami menjadi yakin bahwa apapun alasannya tidak boleh membunuh Kera," sambungnya.

Cerita yang disampaikan Yesaskar Madito, diamini Jamal Abdul Salam, dia mengungkapkan bahwa khusus Kera di wilayah desa Bibinoi, mereka belum menemukan Kera mengerjakan salat. Hanya saja, kerap kali, mereka melihat Kera mengambil air wudu di pantai layaknya manusia.

"Di wilayah Lako-Lako perbatasan desa Songa-Bibinoi, memang sering warga bertemu dan melihat Kera mengambil air wudhu di pantai, dari kejadian seperti itu membuat warga tersadar bahwa mereka (Kera) merupakan Binatang dengan sifat dan perilaku mirip manusia, sehingga tidak boleh melakukan tindakan untuk melukai dan membunuhnya," tegasnya.

Selain perilaku yang tak biasanya yang ditunjukkan Kera dan dilihat oleh Warga. Menurut Jamal, apabila Kera yang telah ditangkap oleh warga. Kera tersebut sangat dibenci oleh sekawananya. Untuk itu, jika Kera yang ditangkap tersebut dan telah berbulan-bulan berada di rumah warga, dan hendak dilepas ke hutan bakal dihindari oleh sekawanannya, sehingga dia merasa terasing hidup di hutan.

"Walaupun Yakis (Kera) sering merusak tanaman petani, tapi kita harus melindungi, agar habitatnya tetap terjaga," pintanya. (*)

Follow Instagram @kompasianacom juga Tiktok @kompasiana biar nggak ketinggalan event seru komunitas dan tips dapat cuan dari Kompasiana. Baca juga cerita inspiratif langsung dari smartphone kamu dengan bergabung di WhatsApp Channel Kompasiana di SINI

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
  4. 4
  5. 5
  6. 6
  7. 7
  8. 8
  9. 9
  10. 10
  11. 11
  12. 12
  13. 13
  14. 14
  15. 15
  16. 16
Mohon tunggu...

Lihat Konten Humaniora Selengkapnya
Lihat Humaniora Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun