Standar Kecantikan yang Tidak Masuk Akal: Ketika Sang Penikmat Visual Lupa Bercermin
Di tengah derasnya arus media sosial dan budaya populer saat ini, kita semakin sering dihadapkan pada standar kecantikan yang sempit, tidak realistis, bahkan kadang terasa tidak masuk akal.
Mirisnya, standar ini sering kali tidak hanya datang dari media, tetapi juga dari orang-orang terdekat bahkan pasangan atau calon pasangan itu sendiri.
Banyak orang, entah laki-laki ke perempuan atau sebaliknya, menetapkan ekspektasi fisik yang sangat tinggi untuk pasangannya, harus langsing, tinggi, berkulit cerah, wajah simetris, dagu lancip, hidung mancung, dan sederet kriteria "ideal" lainnya.
Ironisnya, mereka yang melontarkan ekspektasi ini justru sering kali jauh dari standar visual yang mereka agung-agungkan.
Fenomena ini bukan sekadar soal selera, tetapi mencerminkan ketidakseimbangan dalam cara memandang manusia di mana nilai seseorang dikerdilkan hanya dari tampilan luar, sementara sisi emosional, intelektual, dan spiritual diabaikan.
Media Sosial: Mesin Pembanding dan Pencetak Ilusi Sempurna
Media sosial telah menjadi ruang visual yang sangat kuat. Instagram, TikTok, dan platform lainnya penuh dengan wajah cantik dan tubuh ideal yang, tentu saja, sering kali telah melewati proses filter, editing, bahkan prosedur kosmetik.
Konten semacam ini secara tidak langsung menciptakan standar baru "Ini lho, bentuk ideal perempuan/laki-laki yang layak disukai, dicintai, bahkan dibanggakan."
Masalahnya, standar ini bersifat tidak adil. Pertama, karena yang ditampilkan adalah versi terbaik dari seseorang, bukan representasi asli kehidupan sehari-hari.