Mohon tunggu...
HIJRASIL
HIJRASIL Mohon Tunggu... Administrasi - pemula

menjadi manusia seutuhnya

Selanjutnya

Tutup

Cerpen

Bagai Anak Burung dalam Sangkar

3 April 2019   01:31 Diperbarui: 3 April 2019   01:35 12
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Cerpen. Sumber ilustrasi: Unsplash

Bagi Sandi walaupun harapannya untuk melanjutkan sekolah di jawa tidak dapat, setidaknya ia bisa melanjutkan sekolahnya di pontianak seperti anak-anak lain.

Di kampung Sui Hilir ini, baru sekedar harapan agar bisa sekolah lanjut ialah hal langkah ditemui bahkan tergolong istimewa bagi anak laki-laki di kampung Sui Hilir. tidak hanya di sui hilir! di kampung-kampung tetangga pun sama nasibnya.

Biasanya anak lelaki di kampung ini bila lulus dari sekolah tingkat atas akan mengikuti ayahnya untuk bekerja sebagai buruh bangunan, kemudian akan berakhir di atas panggung pelaminan.

Di kampung, setiap laki-laki bekerja sebagai buruh bangunan, kalau tidak maka mereka akan melirik hijaunya rumput di negara tetangga. Harapan untuk bersekolah lanjut di tingkat paling tinggi bagi sandi kini terbentur tembok keegoisan perempuan yang sudah melahirkannya.

Bukan karena alasan tidak mampu menyekolahkan, tetapi pada alasan yang namanya "ketakutan". Iya, ketakutan akan pendidikan anak lebih tinggi dari orang tua, lebih pintar, dan bahkan sampai pada pasangan hidup sang anak yang kelak nanti akan membawa anak-anaknya pergi.

"esok aku mau ke Jakarta San" sapa Rino saat mereka berdua berjalan keluar dari surau. Rino sendiri mendaftar masuk di IPB untuk mewujudkan keinginannya mengambil pertanian.

"semoga engkau dapat diterima masuk di IPB ya Rino" sambil tersenyum Sandi mendoakan sahabatnya itu.Mendengar kabar dari sahabatnya Sandi ikut termenung dalam perjalannanya pulang ke rumah.

"Bagaimana caranya aku bisa melanjutkan sekolah" ujar sandi dalam benaknya. Berharap kepada orang tuanya sepertinya itu akan sia-sia karena akan tetap tidak di setujui.

Sandi tak ingin nasibnya seperti  abangnya yang tidak bisa melanjutkan sekolah. Nasib baik akhirnya datang pada sandi, ia lupa bahwa ia masih mempunyai seorang nenek yang berbeda pandangan dengan orang tuanya. Neneknya lebih peduli pada pendidikan cucu-cucunya.

"anga mau lanjut sekolah dimana?" tegur nenek saat melihat sandi duduk beranda.

"emak daan  setuju nek!" sahut sandi seakan pertanyaan neneknya sudah tidak ada guna lagi baginya menjawab mau kuliah di universitas.

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
Mohon tunggu...

Lihat Konten Cerpen Selengkapnya
Lihat Cerpen Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun