Mohon tunggu...
Hidayatullah
Hidayatullah Mohon Tunggu... Pengacara - Hidayatullahreform

Praktisi Hukum/Alumni Fakultas Hukum UHO

Selanjutnya

Tutup

Kebijakan Pilihan

Narkotika Merajalela karena Faktor Praktik Korupsi

20 Februari 2021   01:56 Diperbarui: 20 Februari 2021   02:26 233
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Keamanan. Sumber ilustrasi: PIXABAY/Pixelcreatures

Oleh: Hidayatullah*)

"Presiden harus tampil mendeklarasikan dirinya sebagai "Panglima Tunggal" dalam perang semesta melawan kejahatan narkotika dan korupsi."

Latar Belakang

Pada 18 Februari 2021, baik di media massa maupun media sosial ramai pemberitaan seputar Kapolsek Astanaanyar Bandung dan 11 oknum polisi tertangkap menyalahgunakan narkoba.

Kondisi ini tentu sungguh memprihatinkan dan mencoreng kewibawaan Polri. Karena Polri sebagai aparat penegak hukum yang menjadi ujung tombak pemberantasan narkoba di masyarakat justru terlilit dalam lingkaran setan barang haram ini. Tantangan Kapolri baru dalam mengawali tugasnya membenahi intern Polri dan memberantas peredaraan narkotika yang sudah sangat darurat dibangsa ini.

Teringat di awal tahun 2015 lalu, belum  setahun Presiden Joko Widodo terpilih hasil Pemilu 2014 mengatakan dengan tegas kondisi Indonesia berada dalam status darurat narkotika. Presiden menyatakan keadaan darurat narkotika karena telah mencapai sekitat 4,5 juta orang yang menggunakan narkotika di seluruh Indonesia. Bagi Presiden tegas menyatakan bahwa tidak ada maaf bagi pelaku kejahatan narkotika di negeri ini.

Penegasan Presiden berkaitan kondisi bangsa kita yang darurat narkoba juga diperkuat dengan data dari Badan Narkotika Nasional (BNN) pada November 2015, bahwa ancaman narkoba ini sangat nyata karena setiap hari diperkirakan 50 orang meninggal karena narkoba. Serta BNN menyebutkan bahwa Indonesia adalah salah satu pangsa pasar narkotika terbesar di Asia.

Bahkan Indonesia termaksud bagian salah satu produsen narkotika di dunia. Data November 2015 pengguna narkotika di Indonesia tercatat 5,9 juta orang. Melihat fakta dari seluruh penjara yang ada di Indonesia, kisaran 60 persen dihuni oleh narapidana kasus narkoba atau pelaku kejahatan pidana narkotika. Itu data di 5 tahun lalu. Bagaimana dengan saat ini dimasa pandemi Covid-19 ?

Seperti yang dilansir berita Tempo.co, edisi 29 Juni 2020 bahwa "Kasus Narkoba Meningkat Selama Pandemi Covid-19". Tempo mencoba merangkum kasus-kasus narkoba yang diungkap Polda Metro Jaya dan jajarannya dalam kurun waktu empat bulan terakhir.

Kasus-kasus tersebut melibatkan bandar, kurir, pengedar hingga pengguna yang beberapa di antaranya adalah artis. Kapolda Metro Jaya Inspektur Jenderal Nana Sudjana menyatakan terjadi peningkatan jumalh kasus narkoba bila dibandingkan sebelum pandemi. Pihaknya sejak Maret hingga akhir Juni 2020 disibukkan dengan sejumlah kasus narkotika.

Temuan yang sama juga diberitakan oleh media online Pikiran Rakyat cirebon.com, edisi 17 Oktober 2020, bahwa; "Kasus Penyalahgunaan Narkoba Meningkat saat Pandemi Covid-19, Ekonomi dan Kesehatan Jadi Penyebabnya".

Dalam penelusurannya kasus penyalahgunaan Narkoba pada masa Pandemi Covid 19 cenderung mengalami peningkatan. Hal ini diduga dampak dari perubahan psikis dan perilaku masyarakat akibat tekanan ekonomi dan juga kesehatan. 

Kepala Badan Narkotika Nasional Provinsi BNNP Jawa Tengah (Jateng) Benny Gunawan mengakui, tren kasus narkoba itu malah meningkat dari biasanya. Pihaknya mencatat pada Januari samapi bulan September lalu sudah terjadi lebih dari 40 kasus yang di tangani BNNP Jateng.

Mengapa Narkoba di Indonesia Begitu Subur dan Terus Meningkat, serta Menjadi Surga Peredaraan Narkoba ?
Penulis mengutip beberapa point penting hasil wawancara Heyder Affan dari jurnalis BBC Indonesia, edisi 27 Februari 2018 dengan mantan Direktur Penindakan BNN, Benny Jozua Mamoto, kepada BBC Indonesia, bahwa; "Penyelundupan narkoba yang berhasil masuk ke Indonesia diperkirakan jumlahnya jauh lebih besar dibanding keberhasilan aparat membongkar kasus-kasus seperti ini, kata seorang mantan pejabat Badan Narkotika Nasional (BNN)".

Menurut Benny Mamoto, dari survei BNN, keberhasilan aparat penegak hukum mengungkap penyelundupan narkoba 'baru sekitar 10%'. Kenyataan ini, sambungnya, menunjukkan bahwa Indonesia masih merupakan wilayah sasaran penyelundupan jaringan narkoba internasional, karena permintaan konsumsi narkoba masih tetap tinggi. "Karena pasar tidak berhasil ditekan, jadi angka permintaan tetap tinggi," tegas Benny.

Dan ketika permintaan tetap tinggi, lanjutnya, maka para sindikat internasional akan terus "menggelontorkan dengan 1001 macam cara, 1001 macam jalur, 1001 macam modus, agar narkoba sampai ke pasar Indonesia".

Kenyataan Indonesia merupakan'"surga bagi peredaran narkoba', menurut Benny, antara lain didasarkan pengalamannya saat memeriksa buronan pengedar narkoba asal Iran. Dia memeriksa yang bersangkutan di sebuah penjara di Bangkok, Thailand, "Pertanyaan kami, kenapa Anda menyasar Indonesia?"

"Dia dengan tenang menjawab: 'saya orang bisnis, saya melihat Indonesia pasar yang bagus. Angka permintaannya naik terus, harganya bagus, dan hukum bisa dibeli," ungkap Benny menirukan jawaban sang buronan tersebut.

Faktor Praktik Korupsi Penyebab Tingginya Peredaraan Narkotika di Indonesia
Dalam catatan Indonesia Corruption Watch (ICW) selama 10 tahun terakhir terdapat sedikitnya 20 aparat hukum yang diduga menerima suap dari bandar atau terlibat dalam peredaran narkotika. Sebagian di antaranya telah diproses secara hukum dan dijebloskan ke penjara. Aparat hukum yang terlibat mulai dari oknum polisi, jaksa, hakim, tentara, hingga kepala penjara.

Catatan ICW yang di tulis oleh Emerson Yunto salah satu Anggota Badan Pekerja ICW dalam tulisannya di Kompas.com, 11 Agustus 2016 mengungkap bahwa, motif penyuapan yang melibatkan aparat hukum adalah agar pelaku dilindungi selama beroperasi, dilepaskan dari proses hukum, diberikan pengurangan hukuman, dan atau dibiarkan mengendalikan bisnis narkoba selama di penjara.

Meski sudah banyak pelaku yang dijebloskan ke penjara, bahkan dihukum mati, hal ini belum sepenuhnya mampu membendung peredaran narkotika yang semakin masif di Indonesia. Ironisnya, peredaran narkotika juga terjadi di dalam penjara.

Salah satu faktor penyebab maraknya peredaran narkotika adalah karena ada praktik korupsi, khususnya suap yang dilakukan oleh bandar narkotika kepada oknum aparat hukum.

Begitu pula kesaksian seorang gembong bandar Narkotika Freddy Budiman yang telah dieksekusi mati di Pulau Nusakambangan 29 Juli 2016 lalu, pernah diungkap oleh Haris Azhar, Koordinator Komisi untuk Orang Hilang dan Korban Tindak Kekerasan (Kontras), menyebutkan bahwa selama menjadi bandar narkotika, Freddy telah banyak melakukan penyuapan terhadap oknum pejabat di BNN, Tentara Nasional Indonesia (TNI), Kepolisian Negara RI, hingga lembaga pemasyarakatan.

Tapi sungguh disayangkan sejauh ini Pemerintah kita dan aparat hukum belum maksimal mengungkap permainan kotor aparat penegak hukum di balik peredaran narkotika. Padahal bagian kategori kejahatan luar biasa (extra ordinary crime) belum dilakukan secara luar biasa. Sehingga sepanjang praktik korupsi aparat hukum tidak diberangus, maka Indonesia adalah surga bagi pengedar narkotika.

Apa Yang Harus Dilakukan?
Indonesia darurat narkotika dan telah lama ditetapkan menjadi kejahatan luar biasa (extra ordinary crime). Regulasi hukum pemberantasan narkotika memberikan ancaman hukuman penjara yang begitu berat bahkan hukuman mati bagi pengedar narkotika.

Pengadilan Indonesia juga telah melakukan beberapa vonis eksekusi hukuman mati terhadap belasan orang karena terlibat dalam jaringan kejahatan narkotika. Belum lagi yang ditembak mati aparat ketika melakukan perlawanan dalam pemberantasannya. Lalu, mengapa tak ada efek jera terhadap kejahatan narkotika ini?"

Sampai dititik ini apa yang harus dilakukan. Dimana titik lemah yang harus diperbaiki agar narkotika ini tidak terus dengan mudah diselundupkan di wilayah Indonesia. Kalau jalur masuk (selundupan) itu ditutup maka tentu saja dengan sendirinya pengguna narkoba berhenti seiring dengan pengedaran juga terhenti karena tidak ada permintaan pasar.

Saat ini apa yang kurang dari upaya Pemerintah baik pencegahan dan rehabilitasi yang berkesinambungan terus dilakukan. Hukuman mati bagi bandar narkoba juga sudah dilakukan.

Upaya represif dimana kita menyaksikan  berita-berita media bagaimana pengungkapan lokasi distribusi narkotika, ada yang diungkap berton-ton sabu, kejar-kejaran aparat dengan pelaku kejahatan narkoba, bahkan ada yang ditembak mati aparat karena melakukan perlawanan pada saat penggerebekan.

Tetapi sejauh mana menekan permintaan dengan menutup jalur-jalur selundupan, tidaklah tampak kebijakan ini. Belum lagi dimasa pandemi Covid-19 ini konsentrasi pemerintah hanya kesehatan dan ekonomi oriented. Perhatian terhadap hukum dan kejahatan extra ordinary crime ini seakan mengendur.

Inilah saatnya dengan terungkapnya Kapolsek Astanaanyar Bandung dan 11 oknum polisi tertangkap menyalahgunakan narkoba, membuktikan deretan peristiwa melibatkan aparat hukum adalah puncak gunung es pengedaran narkoba dalam backing aparat sebagai bagian prilaku koruptif.

Jadi penulis sarankan agar penanganan kejahatan Narkotika ini harus dilakukan dengan tindakan yang luar biasa dengan cara yang tidak biasa dengan ikut melibatkan semua pihak yang berkepentingan, serta dilakukan secara masif dan berkesinambungan, yakni;

1). Presiden harus tampil mendeklarasikan dirinya sebagai "Panglima Tunggal" dalam perang melawan kejahatan narkotika dan korupsi.

2). Presiden sebagai panglima tunggal menyatakan bangsa selain darurat kesehatan juga negara dalam keadaan darurat narkoba sehingga diperlukan perlawanan semesta.

3). Presiden sebagai panglima tertinggi TNI dan Polri dalam perang semesta melawan kejahatan narkotika memerintahkan tiga matra TNI (darat, laut, dan udara) dengan seluruh kekuatan militernya, serta dengan cara militer menutup semua jalur masuk selundupan atas barang haram narkotika tersebut. Sedangkan Polri bertugas sebagai instrumen penegakkan hukumnya bersama Jaksa Agung terhadap pelaku narkoba dan pembersihan aparat hukum yang terlibat dalm prilaku koruptif.

Kenapa ini harus dilakukan Presiden? karena Indonesia menjadi sasaran penyelundupan narkotika yang sindikat-sindikatnya bersifat internasional. Melihat Indonesia sebagai pasar bisnis yang besar karena penduduknya besar dan wilayahnya yang luas, dengan jalur masuk peredaaannya dapat dilakukan dari segala penjuru.

Lagi pula kekuatan personil dan alustista TNI kita dalam keaadaan off atau tidak dalam keadaan perang, maka segenap kekuatan itu baiknya digunakan.

Dengan cara perang semesta dan menutup jalur masuk selundupan peredaraan perdagangan narkotika, maka penulis yakin dengan sendirinya penggunaan narkotika pasti terhenti. Sedangkan aparat Polri kembali fokus dibidang penegakkan hukum, dan BNN tetap menjalankan fungsi pencegahannya (preventif) atau dapat saja dibubarkan karena peredaraan narkotika telah terhenti.

Demikian, semoga negara yang kita cintai ini terbebas dari kejahatan narkotika dan prilaku koruptif aparatur negara.

Bumi Anoa, 20 Februari 2021
Penulis: *)Praktisi Hukum/Ketua Presidium JaDI Sultra

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
  4. 4
Mohon tunggu...

Lihat Konten Kebijakan Selengkapnya
Lihat Kebijakan Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun