Mohon tunggu...
Hida Al Maida
Hida Al Maida Mohon Tunggu... Mahasiswa - Mahasiswa Sastra Indonesia Universitas Sumatera Utara

Seorang introvert yang menyukai seni, puisi, langit, bintang, hujan, laut, bau buku, dan menulis. Punya kebiasaan aneh berbicara dengan diri sendiri, dan mencoret-coret setiap halaman paling belakang buku pelajarannya karena merasa isi kepalanya terlalu meriah, riuh, dan berisik untuk didiamkan begitu saja. Gemar menulis novel, puisi, serta tertarik tentang banyak hal berkaitan dengan hukum, perempuan, dan pendidikan. Baginya, setiap hal di muka bumi ini adalah keindahan dan makna yang perlu diselami sampai jauh, sampai kita menemukan sesuatu bernama hidup.

Selanjutnya

Tutup

Cerpen Pilihan

Kita Rehat Saja Dulu (Cerpen)

23 Juni 2023   20:40 Diperbarui: 23 Juni 2023   20:42 341
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.

"Waaah kampusnya keren, ya, Bu!"

Pujian menyebalkan itu menarik perhatian Rihga pada sepasang ibu dan anak yang duduk di depannya. Rihga mendengus kecil. Ibu dan anak di depannya tak tahu saja jika di dalam sana, ada seorang dosen tua menyebalkan yang membuat Rihga ingin sekali mendumel dan memaki sepanjang hari.

Sadar dengan dengusannya, ibu di depannya menolah. "Kuliah di sana ya, Nak?" tanya ibu itu ramah.

Rihga tersenyum sok sopan. "Iya, Bu," sahutnya.

"Sudah semester berapa?"

Pertanyaan menyebalkan sepanjang sejarah perkuliahannya.


"Dua belas, Bu."

Wajah ibu di depannya tampak kaget. Namun, dengan cepat wanita itu tersenyum dan mengangguk-angguk.

"Laila jadi pengen cepat besar, Bu." Gadis yang Rihga perkirakan berumur dua belasan tahun itu berseru, penuh antusias seolah menjadi dewasa adalah fase paling menyenangkan dalam hidup. "Laila mau jadi kayak abang ini, kuliah, ketemu teman-teman yang banyak, gak ada seragam, pasti seru."

"Seru Mbahmu!" Rihga membatin. Namun, tetap tersenyum demi menghargai semangat gadis kecil itu.

Angkot yang ditumpangi Rihga berhenti. Ibu dan anak itu pamit turun lebih dulu. Sisa perjalanan pulangnya, dihabiskan Rihga hanya dengan menatap lalu lalang kendaraan lewat jendela. Pikirannya melanglang buana. Selama ini, Rihga selalu tahu apa alasannya dan untuk siapa dia berjuang. Namun, sejak proposalnya ditolak berkali-kali, sejak dia dicela sebagai mahasiswa banyak bicara tapi sedikit isi kepala, dan sejak dia mendapat tatapan penghakiman dari dosen dan mahasiswa lainnya, Rihga mulai ragu terhadap alasan-alasannya.

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
  4. 4
  5. 5
  6. 6
  7. 7
  8. 8
  9. 9
Mohon tunggu...

Lihat Konten Cerpen Selengkapnya
Lihat Cerpen Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun