Berikut Kutipannya;
Konsep awal yang tidak muluk-muluk sejak tahun 2014 terus saya pupuk agar tumbuh karya nyata dalam keinginan berpartisipasi membangun kabupaten Lumajang. Namanya juga pengangguran, tentu tidak masuk akal jika saya akan ikut membantu lumajang dalam hal uang atau materi lainnya. Tapi saya ingin memberi sumbangsih ide setelah 4 tahun saya coba kemas dengan rapi. Novel Pisank Man ini menjadi perasan berfikir saya agar dapat menggambarkan Tokoh Fiksi ini dengan utuh. Kabupaten Lumajang membutuhkan Ikon untuk membranding kota ini menjadi ramah investasi ekonomi kreatif. Bahkan kalau bisa seramah-ramahnya sampai tidak ada batasnya dimana masyarakat hidup dalam nuansa berlomba-lomba mengembangkan idenya. Saat ini roda penggerak ekonomi kreatif itu belum juga berperan maksimal dalam satu wadah konsentrasi. Sangat sulit, sesulit bagaimana menghidupkan Tokoh Fiksi Pisank Man menjadi Ikon Ekonomi Kreatif, layaknya "Upin Ipin milik Malaysia", "Culoboyo milik Suroboyo." Sesulit itulah branding diperlukan namun hasilnya sungguh berefek domino. Lewat media tokoh fiksi itu akan sangat mudah menyerap perhatian masyarakat luas tentang segala macam pernak pernik potensi yang ada di Kabupaten Lumajang. Novel Pisank Man ini menggambarkan kehidupan sederhana yang ada di lingkungan masyarakat Lumajang. Sebut saja misal Durian Gencono, Kambing Etsen, yang sengaja saya selipkan dalam bahasan perjalanan Pisank Man. Novel Pisank Man juga ada menggambarkan potensi kaki Gunung Semeru yang layak dijadikan latar setting mengejar pujaan hatinya yaitu Wortel Women. Rayuan gombal di warung tahu petis akan sangat sesuai dengan kehidupan kita sehari-hari. Pisank Man memiliki keunikan tersendiri dalam kajian novel genre komedi romantis yang sesuai dengan karakter pemuda lumajang yang mayoritas Romantis kepada pujaan hatinya. Novel ini bisa dianggap embrio dari sebuah wacana psikologis masyarakat Lumajang dalam dunia Tokoh Fiksi.