Mohon tunggu...
hesty kusumaningrum
hesty kusumaningrum Mohon Tunggu... Human Resources - swasta

seorang yang sangat menyukai film

Selanjutnya

Tutup

Humaniora

Yang Seharusnya Terjadi di Negara Kita adalah Ini

5 Juni 2021   06:05 Diperbarui: 5 Juni 2021   06:10 75
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.

Seorang sahabat saya yang sejak reformasi pindah ke Amerika Serikat bertanya kepada saya kenapa selama duapuluh tahun ini -- selama dia pindah ke AS- para teman-teman perempuannya banyak yang menggunakan hijab (jilbab)?

Saya menjawab bahwa sejatinya tidak ada yang salah dengan penggunaan hijab di Indonesia. Hanya saja di masa lalu, kita hidup di era orde baru yang melarang ini itu. Sehingga saat reformasi usai, larangan ini itu tidak ada lagi; orang bisa mengekspresikan cita-cita dan kepribadiannya tanpa restriksi berlebihan.

Hanya saja ada yang keblabasan dalam kebebasan hasil reformasi ini; yaitu fanatisme berlebihan soal keyakinan. Bukan soal penggunaan atribut jilbab namun ajaran-ajaran yang seolah-olah satu-satunya kebenaran berdasarkan agama.

Akibatnya apa saja yang sudah mengalami akulturasi budaya dan agama, dianggap salah antara lain yang dilakukan oleh wali songo yang menyebarkan agama Islam di Indonesia. Seperti kita tahu  bahwa wali songo menggunakan budaya Indonesia seperti ziarah, tahlilan untuk orang yang sudah meninggal dan lain sebagainya.

Keadaan ini kemudian berkembang sedemikian rupa (seperti sekarang), identitas dan beberapa ajaran yang mengarah pada fanatisme agama  menjadi satu hal yang sangat sulit untuk dibantah. Bahkan karena perkembangan teknologi, ajaran yang berbau fanatisme ini berkembang kemana-mana  termasuk menyasar usia dan berbagai profesi. Mereka sering mendapat simpati karena kemasan narasi yang ringan dan ngepop sekali.

Narasi ini seringkali membuat pemisahan antara identitas agama dan keindonesiaan. Seolah menjadi muslim sejati dan 'benar' itu harus melepaskan atribut keindonesiaan dan seakan mengagungkan kultur Arab.  

Karena narasi seperti ini menyebar melalui media sosial maka seringkali amplifikasinya sangat masif. Jadilah seperti ini sekarang; seringkali menjiplak budaya arab dan bersikap kearab-araban. Bahkan kepada yang pihak yang berbeda (keberagaman dan khas Indonesia).

Bahkan beberapa di antaranya mulai mengusik kehidupan berbangsa dan bernegara semisal menolak menyanyikan lagu kebangsaan Indonesia Raya, tidak mau menghormati bendera Merah Putih, sampai menolak pancasila sebagai dasar negara kita. Sehingga dianggap mulai meresahkan.

Pandangan seperti ini tentu saja salah dan perlu dikoreksi. Banyak muslim di dunia yang mencintai agamanya sekaligus kebangsaannya sekaligus. Seorang muslim di Malaysia (yang mayoritas penduduknya juga Islam) juga menghargai bendera dan lagu kebangsaan Malaysia; negara dimana dia tinggal.

Seperti itulah seharusnya yang terjadi di Indonesia.

Mohon tunggu...

Lihat Konten Humaniora Selengkapnya
Lihat Humaniora Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun