Saya pernah mendengar perkataan Bu Hadi saat mengobrol dengan ibu saya di teras rumah. "Mas Hadi itu nyawa saya bu, saya nggak tahu bagaimana jadinya rumah dan anak-anak tanpa dia," curhat Bu Hadi yang begitu membutuhkan peran suaminya di rumah.
Dari sini saya menyadari betapa Pak Hadi telah berhasil menumbangkan stereotip lama, dan membuktikan bahwa mengurus rumah bukanlah sekedar bantuan, melainkan sebuah kepemimpinan penuh waktu yang sama mulia dan menantangnya dengan karir di luar rumah.
Kembali saya menikmati bolu yang dibawa Vina. Saya perhatikan gadis yang biasa ceria itu tiba-tiba muram.
"Minggu lalu di rumahku heboh mbak," kata Vina membuka cerita.
"Heboh piye," jawab saya dengan nada bertanya.
"Ibuku nangis, aku nangis, Putri juga nangis," ucap Vina.
"Lha kenapa?" tanya saya.Â
"Ayah diminta bosnya yang dulu untuk kerja lagi di kantornya. Bosnya butuh ayah banget mbak," ungkap Vina sedih.
"Trus?" sahut saya.
"Awalnya ayah setuju mbak, tapi ibu malah nangis. Putri juga nangis. Mereka merasa berat nggak ditungguin sama ayah," jawab Vina.
"Kan bisa nyari ART to Vin," kata saya.