Mohon tunggu...
Hesdo Naraha
Hesdo Naraha Mohon Tunggu... Freelancer - Sharing for caring by "Louve" from deep Instuisi-Ku

God Is Good All The Time 💝

Selanjutnya

Tutup

Sosbud Artikel Utama

Hospitality, Adakah Keramahan Itu?

17 Juli 2022   15:40 Diperbarui: 17 Juli 2022   21:09 994
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Ilustrasi menjamu tamu di rumah (SHUTTERSTOCK/CLICK AND PHOTO)

Jika respon itu tidak membangun, mungkin saja tidak bermakna sebagai hilangnya hospitality, tetapi bisa saja hospitality itu muncul dalam bentuk yang berbeda.

Insecurity sebagai sebuah perasaan 

Belakangan ini terminologi 'insecure' menjadi sering dipakai oleh pengguna media sosial, tanpa melihat dan memahami makna yang sebenarnya, kata ini menjadi mudah diucapkan dan dituliskan. 

Mari kita lihat sejenak asal muasalnya. Pada tahun 1942 seorang psikolog ternama, Abraham Maslow mempublikasikan hasil penelitiannya yang berjudul The dynamics of psychological security-insecurity pada jurnal Character & Personality; A Quarterly for Psychodiagnostic & Allied Studies

Dalam studinya, Maslow menyatakan bahwa insecurity merupakan kondisi yang terjadi akibat ketidaktercapaian kebutuhan akan rasa aman (security needs). Karena pada dasarnya setiap orang memerlukan rasa aman sehingga mampu berkontribusi secara optimal dalam lingkungannya. 

Terdapat sejumlah karakteristik perasaan tidak aman yang kerap muncul dalam diri seseorang, misalnya merasa ditolak, merasa terisolasi, merasa bahwa kehidupan dan dunia sangatlah berbahaya, memandang orang lain memiliki sikap yang jahat serta merasa tidak bahagia dengan kehidupannya.

Sejumlah penelitian menunjukkan bahwa orang-orang yang memiliki perasaan tidak aman, cenderung mudah berprasangka pada orang asing. 

Salah satunya dipengaruhi oleh pengalaman tidak menyenangkan, seperti mengalami kekerasan seksual di masa kecil, kerap diabaikan oleh orang tua, menjadi korban perundungan dan berbagai kondisi lainnya. Tanpa disadari pengalaman demikian sangatlah berpengaruh terhadap respon emosional kita di masa kini, termasuk dalam merespon kehadiran orang baru.

Cara seorang korban pelecehan seksual merespon kehadiran lawan jenis, dengan seseorang tanpa pengalaman traumatis sangatlah berbeda. Respon ini tentunya subjektif dan dinamis, karena lagi-lagi masa kini tidak pernah bisa dipahami tanpa melihat ke masa lalu. 

Setahun yang lalu saya bertemu seseorang, dia merupakan remaja putri kira-kira berusia 15/16 tahun, dulu anak ini dikenal sebagai remaja yang aktif dan sangat interaktif dalam ibadah remaja gereja. 

Belakangan ketika mendengar bahwa dia pernah menjadi korban pelecehan seksual, saya pun mendapat konfirmasi terhadap perubahan sikapnya. 

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
  4. 4
  5. 5
Mohon tunggu...

Lihat Konten Sosbud Selengkapnya
Lihat Sosbud Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun