Mohon tunggu...
Heriyandi Sihombing
Heriyandi Sihombing Mohon Tunggu... Freelancer - cynical writer

hmmm

Selanjutnya

Tutup

Bola Pilihan

Untuk Penggemar Manchester United, Mohon Bersabar Ini Ujian

11 Juni 2019   07:30 Diperbarui: 11 Juni 2019   09:28 997
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Gambar : The Irish News/Martin Rickett/PA Wire

Di masa yang akan datang mungkin akan menjadi teror tersendiri bagi fans Manchester United (MU). Ketidak-stabilan performa, buruknya manajemen, pelatih yang tidak konsisten dan pemain yang sudah mulai "ogah-ogahan" bermain. 

Hal tersebut jadi rezeki tersendiri bagi para media bahwa meliput berita "Kejatuhan" MU akan menjadi berita yang akan tetap panas dimusim yang akan mendatang. Musim 2018/2019 mungkin akan menjadi pembelajaran paling berharga bagi klub ini pasca pelatih legendaris mereka, Sir Alex Ferguson pensiun.

Ketika Liga Primer Inggris bergulir, Pogba menjadi starter di bawah Mourinho kala itu dan langsung menyandang ban kapten. Laga tersebut berlangsung "sengit", Pogba berhasil menyumbang 1 gol dari titik putih dan mengantar MU menang pada laga pertama melawan Leicester.

Sepanjang pertandingan, ada gerak-gerik aneh dari body-language Pogba yang mengatakan ia seolah-olah tidak "berkeinginan" bermain di Old Trafford. Seusai laga, Pogba mem-post fotonya di Instagram yang captionnya yang berbunyi, "I'll always give my best to the fans and my teammates no matters what's going on". 

Isu ini diterpa dengan rumor kepergiannya ke Barcelona. Diperparah dengan tingkah laku Pogba yang terlihat sering melakukan cekcok terhadap pelatih Jose Mourinho. Para pundit, jurnalis, dan legenda klub tentu terus menyorot Pogba kemanapun ia melangkah. Hal ini tidak lepas dengan gaya kehidupan Pogba yang terlalu stylish, dia selalu mengganti gaya rambutnya. 

Kritik bertubi-tubi pun menyerang Pogba dengan tingkah lakunya yang tidak berbanding lurus dengan performanya di lapangan selama berseragam MU. Para legenda MU juga seakan tidak mau ketinggalan untuk menyerang Pogba. Dari Schemeichel, Scholes hingga Roy Keane mereka beramai-ramai mengkritik Pogba.

Ed Woodward (CEO MU) pun memiliki alasan tersendiri yang bersikeras untuk menahan Pogba di Old Trafford karena nilai jual dalam diri Pogba sangatlah menguntungkan bagi MU. 

Belum lagi agen Pogba, Mino Raiola yang terkenal sebagai agen "mata duitan" oleh para media Eropa jelas akan mendapatkan uang yang berlipat-lipat didalam kantongnya melalui Pogba dan MU. 

Selain sponsor utama MU yaitu Adidas (juga sponsor utama Pogba) otomatis mendongkrak saham-saham MU. Penjualan jersey dengan nama Pogba pun paling tertinggi di klub, serta di Liga Primer Inggris sebelum digeser oleh Alexis Sanchez menyusul kepindahannya (juga) ke MU pada musim dingin. 

Itulah mengapa, manajemen MU menahan Pogba di Manchester. Dikhawatirkan jika transfer Pogba berhasil, otomatis pemasukan kedalam kantong MU menjadi berkurang dan saham menjadi anjlok.

Namun bisnis yang menguntungkan tidak sesuai dengan performa MU di lapangan. Mourinho yang mengklaim sudah tahu kekurangan di skuad asuhannya, meminta empat pemain kepada Ed, namun Ed hanya mendatangkan tiga pemain saja di musim panas. 

Ketiga pemain itu yakni, Fred berposisi Gelandang yang didatangkan dari Shakhtar Donetsk dengan bayaran yang cukup tinggi seharga 53.10 m lalu Diogo Dalot berposisi bek kanan yang didatangkan dari FC Porto dengan harga 19 m dan pemain senior Lee Grant yang didatangkan seharga 1.6 m dari Stoke City yang berposisi sebagai kiper. 

Incaran Mou kala itu pemain yang berposisi bek tengah yang dinilai sektor yang paling lemah sepeninggal duo Ferdinand-Vidic. 

Mulai dari Mina, Godin, Alderweireld, Skriniar, Boateng hingga Maguire semua penawaran tidak menemui titik terang. Hanya transfer Godin yang bisa dibilang lancar, namun kesialan menerpa mereka bahwa Godin yang dimana sudah direstui pihak Atletico Madrid untuk hijrah ke Old Trafford, ternyata lebih memilih bertahan di Atletico Madrid. 

Dengan kegagalan Ed untuk merampung proses transfer pemain yang berposisi di bek tengah, mau tidak mau pun Mourinho akan memakai bek-bek seadanya. Smalling dan Jones yang tidak konsisten, Bailly yang lebih sering ke meja operasi, Lindelof yang belum bisa beradaptasi secara maksimal di Inggris, dan Rojo yang sering terkena cedera.

MU pun mengawali tiga laga pertama dengan buruk. "Hanya" menang 2-1 atas Leicester di kandang, dihempaskan Brighton & Hove Albion 2-3 lalu dibantai oleh Tottenham Hotspur dengan skor telak 0-3 di Old Trafford. Pada putaran pertama Premier League, MU pun tidak memenangi Laga melawan para klub "Big Six".

Imbang melawan Arsenal dan Chelsea dengan skor 2-2, lalu kalah melawan Tottenham 0-3, rival sekota Manchester City 1-3 dan tentu saja musuh bebuyutan mereka Liverpool dengan skor 3-1 di Anfield. 

Belum lagi konfrontasi Pogba-Mourinho yang memanas pada bulan September, diyakini Mourinho mencabut ban kapten milik Pogba yang dianggap Pogba pemain yang terlalu banyak tingkah diluar lapangan. Bahkan Mourinho menyebut Pogba adalah suatu "virus" didalam skuad asuhannya yang mengakibatkan "penyakit" pada performa timnya. Dan tentu saja berita ini menjadi santapan bagi para awak media. 

Dibalik dinginnya hubungan Pogba-Mourinho, dan performa yang buruk, tetap saja MU mampu lolos fase grup di Liga Champions dan bertemu Paris-Saint Germain di babak 16 besar dan akan berjumpa dengan Arsenal di ronde ke-5 di FA Cup.

Dua hari setelah kekalahan 1-3 dari Liverpool, Mourinho pun didepak oleh pihak manajemen. Mourinho didepak karena dianggap tidak mampu mendongkrak performa klub. Manajemen/fans mengira bahwa taktik boring dari Mourinho kurang maksimal dan dijadikan biang keladi yang tidak menginterpretasikan filosofi MU dimana ketika ditangani Sir Alex Ferguson, mereka selalu menyerang dan menyajikan sepakbola menghibur terkadang juga sering melakukan comeback yang luar biasa. 

Catatan 17 laga Premier League yang ia tangani musim ini hanya mampu menang 7 kali, 5 kali imbang dan 5 kali kalah. Menempatkan MU di posisi 6, zona Europa League. Mungkin hanya menang melawan Juventus di fase grup Liga Champions-lah yang menjadi pencapaian terbaik Mourinho selama menukangi MU musim 2018/2019. 

Melihat MU sedang berada di posisi yang terseok-seok, manajemen lalu bergerak cepat mencari pengganti yang dianggap mampu mendongkrak performa MU di klasemen dan mampu finis di zona Liga Champions.

Manajemen pun mendatangkan salah satu Legenda MU, Ole Gunnar Solskjaer sebagai caretaker manager yang didatangkan dari Molde FK untuk enam bulan kedepan sambil menunggu manajemen menunjuk pelatih yang cocok untuk klub. 

Manajemen berharap dengan menunjuk Ole Gunnar Solskjaer sebagai nahkoda "Setan Merah" mampu mengembalikan DNA klub, lebih sering menggunakan produk akademi, dan berharap bisa membawa MU mampu bersaing dengan para "Big Six". Tak tanggung, asisten manajer diisi oleh Mike Phelan. Tangan kanan Sir Alex Ferguson yang sudah meraih Trofi ke-20 Premier League pada tahun 2013. Ditemani oleh Mark Dempsey, Keiran McKenna dan Michael Carrick.

Hasilnya cukup mengejutkan, MU tampil beringas kembali seperti di era Sir Alex Ferguson. Ole mencatatkan 10 kemenangan dari 12 pertandingan awal di Premier League sebagai manajer MU. Mampu memenangi 6 pertandingan pertamanya melewati rekor Sir Matt Busby yang mencatatkan 5 kemenangan ketika pertama kali menjabat sebagai pelatih. 

Ole bahkan manajer satu-satunya sejak Sir Matt Busby yang mencatatkan 8 kemenangan beruntun sejak pertama kali menjabat sebagai manajer MU. Dan mampu mencatatkan 8 kemenangan dalam laga tandang beruntun, melewati pencapaian Ferguson yang mencatatkan 7 kemenangan dalam laga tandang.

Ole dan anak asuhnya mampu mengandaskan Tottenham di Wembley Stadium dengan skor tipis 0-1 di Premier League, mengandaskan jalan Arsenal di ronde ke-4 FA Cup dengan mengalahkan mereka di Emirates Stadium skor 1-3, lalu setelah Arsenal mereka langsung berjumpa Chelsea di ronde ke-5 dan mengalahkannya di Stamford Bridge 0-2. 

Mampu "merajai" London pertama kalinya sejak ditangani oleh Ron Atkinson pada musim 1984/1985. Kala itu Ron mengantarkan timnya mengalahkan Chelsea 3-1 , Arsenal 1-0 dan Tottenham 2-1. Dan semuanya laga tandang!

Pertandingan Liga Champions melawan Paris-Saint Germain (PSG) mungkin akan menjadi pertandingan yang sangat bersejarah bagi Ole dalam karir manajerialnya, dan akan diingat oleh seluruh para penggemar sepakbola. Tentu saja akan menjadi kenangan manis tersendiri bagi klub dan fans.

Tertinggal 0-2 di Old Trafford di leg pertama. PSG sendiri tidak diperkuat oleh pemain termahalnya Neymar Jr, dan striker haus gol Edinson Cavani karena cedera. Tapi tentu saja mereka tetap diperkuat oleh para pemain kunci lainyna seperti Angel di Maria, Kylian Mbappe, Marco Veratti dan Julien Draxler. 

Dengan tidak adanya Neymar dan Cavani, PSG saja mampu mengandaskan MU 0-2 tanpa balas di kandang mereka. Para pundit, media, dan fans pun ramai-ramai untuk memberikan prediksi bahwa MU akan segera dibantai habis-habisan oleh Mbappe cs di Parc des Princes tanpa sisa. 

Lebih sialnya lagi, skuad asuhan Ole tidak diperkuat oleh 8 pemain kuncinya untuk melakoni leg kedua. Juan Mata, Ander Herrera, Nemanja Matic, Jesse Lingard, Alexis Sanchez, Antonio Valencia, Anthony Martial dan Paul Pogba yang terkena kartu merah di leg pertama tidak dapat tampil untuk membantu MU lolos ke babak 8 besar. 

Peluang MU untuk lolos ke babak berikutnya sangatlah kecil. Ketika leg pertama berakhir, salah satu media pun melakukan wawancara dan melemparkan satu pertanyaan umum kepada Ole, "Bagaimana anda akan merespon kekalahan ini?" Ole menjawab "Gunung diciptakan untuk didaki bukan?" lantas semua orang mengira ini hanyalah optimisme belaka Ole dalam merespon kekalahan. 

Atau bahkan Ole hanya ingin meresponnya dengan sisi positif kekalahan skuadnya atas PSG yang bisa dibilang diatas kertas. Mereka harus mencetak minimal tiga gol untuk bisa lolos. MU tentu akan kesulitan melawan dan mengalahkan PSG yang sedang on-fire, ditambah bermain Paris. Akan menjadi momok menakutkan bagi tim yang bertandang ke sana. Namun semua itu salah.

Ole membawa lima pemain muda didikan asli akademi ke Paris yang belum mengecap atmosfer gila Liga Champions, sebut saja Tahith Chong, James Garner, Angel Gomes, Mason Greenwood, dan Brandon Williams. 

Bermodalkan semangat dari anak-anak muda Manchester, optimisme Ole dan mental sejarah MU selama berkompetisi di turnamen tersebut, mereka lalu berangkat ke Paris dengan motto Nothing to Lose. 

Laga berlangsung cepat dengan Lukaku yang memanfaatkan kesalahan Kehrer dan mampu menyarangkan gol ke jala tim tuan rumah, dibalas oleh Juan Bernat setelah menerima umpan Mbappe. Sebelum akhirnya Lukaku mencetak brace yang lagi-lagi memanfaatkan kesalahan Buffon yang tidak sigap untuk menepis knuckle-shot dari Rashford. Skor berakhir 1-2 di babak pertama. Di babak kedua, Ole pun memasukkan Tahith Chong dan Mason Greenwood. 

Greenwood menjadi pemain termuda dalam sepanjang sejarah klub yang bermain untuk MU di kompetisi tersebut dengan umur 17 tahun 156 hari, mematahkan rekor yang dipegang oleh Gerard Pique yang berumur 17 tahun 310 hari. 

Pertandingan di kota Paris yang sedang gerimis tersebut diakhiri dengan indah oleh penalti Rashford. Sepakan keras ke pojok kanan Buffon yang tak mampu ditepis kiper gaek tersebut. Skor berakhir 1-3, MU lolos kebabak berikutnya. Kembali, Ole pun mencatatkan rekor. Mampu comeback setelah tertinggal dengan defisit dua gol di kandang.

Tentu saja resep Ole sederhana, menampilkan kembali karakter lama MU. Yaitu bermain menyerang dan menyajikan permainan yang atraktif dan memberi kesempatan pada para pemain akademi yang sudah menjadi tradisi. 

Tentu saja untuk dua bulan pertama, menjadi waktu yang sangat menyenangkan bagi para fans Setan Merah. Ole sanggup menghidupkan kembali aura klub yang sudah lama hilang sepeninggal Ferguson. Chant "Ole's at wheel" mendengung di seantero Britania Raya hingga ke seluruh dunia. 

Pogba, yang disebut sebagai pemain yang paling bermasalah sepanjang musim, menjelma menjadi pemain kunci. Kembali mengeluarkan tajinya dibawah Ole dan mencatatkan 11 gol dan 7 assists, berbeda ketika dipegang Mourinho sebelumnya yang hanya mencatatkan 5 gol dan 4 assists. Pogba kembali diandalkan sebagai pengatur lini serang yang efektif dan efisien.

Dengan performa yang bisa dibilang cukup memuaskan, membuat manajemen membuat kesepakatan kontrak kepada Ole untuk menjadi manajer resmi, yang sebelumnya menjabat sebagai caretaker. 

Ole dinilai mampu melahirkan kembali filosofi klub yang sudah lama tidak dipakai oleh manajer sebelumnya dan bisa memikat para fans yang sudah terlanjur bosan menonton MU untuk kembali menonton tim kesayangannya. 

Ia dikontrak selama tiga tahun. Para fans pun menyambut gembira dengan berita ini, berharap Ole akan memberi kesuksesan dan mengembalikan MU ke posisi yang semestinya. Yaitu menjadi penantang gelar Premier League dan menjadi tim yang relevan kembali di Liga Champions.

Namun semua itu berbanding terbalik, dan anehnya terjadi setelah pertandingan yang luar biasa di Paris. Ole menelan kekalahan pertamanya di Liga Primer Inggris atas Arsenal 2-0, dua hari setelah bertanding melawan PSG. Menang atas Watford dengan performa yang tidak meyakinkan. Lalu kalah kembali melawan Wolves 2-1. 

Ironisnya pada turnamen FA Cup, mereka dihempaskan lagi oleh Wolves dengan skor 1-2 membuat mereka gugur dironde ke-6. Taktik Ole seolah-olah sudah mulai diredam dan di-counter dengan baik oleh lawan-lawannya.

Disamping Ole yang sudah mengembalikan karakter klub, tetap saja Ole adalah pelatih yang minim pengalaman di level tertinggi sepakbola seperti Liga Primer Inggris ataupun Liga Champions. 

Ia miskin taktik dan tidak mempunyai Plan B untuk memutar arahnya jalan pertandingan. Hanya menampilkan counter-attack yang terstruktur namun tidak mempunyai inovasi taktik ketika sedang tertinggal ataupun deadlock. Di babak selanjutnya Liga Champions, mereka bertemu salah satu favorit juara, Barcelona. 

Tentu saja, Barcelona bukanlah tim kemaren sore di Liga Champions, mereka salah satu penantang serius di turnamen ini setelah gagal membawa trofi ke Camp Nou 3 tahun belakangan yang dimenangi oleh rivalnya Real Madrid secara tiga kali berturut-turut. 

Membuat Barcelona menjadi tertantang untuk menjuarai Liga Champions musim ini. Diperkuat oleh salah satu pemain terbaik dunia, Lionel Messi, MU tidak berdaya di hadapan Barcelona dua leg. Kalah dengan skor tipis 1-0 di Old Trafford lalu dibantai di Camp Nou dengan skor 3-0 tanpa balas. Messi menunjukkan magisnya dengan mencetak dua gol.

Kekalahan di Camp Nou pun diperparah dengan dipermalukan Everton 4-0 dalam laga tandang dan kemenangan tetangga berisik mereka Manchester City 0-2 di Old Trafford, dan tidak pernah menang sampai akhir musim. 

Para pemain sudah terlihat "malas" bermain ketika melawan Huddersfield Town. Rumor mengatakan, bahwa lambatnya manajemen untuk menegosiasikan kontraknya dengan para pemain menjadi alasan bahwa buruknya performa para pemainnya kala itu. Sebut saja Herrera, yang kontraknya habis musim panas ini.

Tidak mendapat kejelasan dari pihak manajemen perihal kontraknya membuat ia akan segera merapat ke PSG dengan gaji yang ditawarkan cukup tinggi disana. Pogba yang "ngambek" dikarenakan gajinya tidak lebih tinggi dari Sanchez. 

David de Gea, pemain yang terbaik MU beberapa musim terakhir juga tidak mendapat kenaikan gaji menyusul performa gemilangnya, yang musim lalu dirumorkan keras akan merapat ke Madrid dan PSG. Namun menemui jalan buntu dikarenakan sang pemain kerasan di Manchester. 

Ditambah dengan minim pengalaman Ole ketika melatih di level tertinggi. Konsisten musti dibutuhkan. Hasil-hasil buruk ini tentu mencoreng catatan manis Ole pada 2 bulan semenjak ditunjuk sebagai caretaker. Dua bulan pertama diawali dengan indah dan tentu mengharapkan hasil positif di laga-laga selanjutnya kembali tercoreng dengan problematika yang kembali terjadi.

Masalah didalam tubuh MU sangatlah pelik, sulit memang untuk melepaskan bayang-bayang kesuksesan Sir Alex Ferguson yang diketahui salah satu periode emas klub. Struktur harus dirombak habis-habisan oleh Glazer cs jika ingin menyaksikan MU kembali menjadi macan Eropa. Kalau mau tetap seperti ini, performa seperti ini mungkin tidak akan ditolerir kembali oleh para fans. 

Sekarang mungkin saja sektor bisnis, MU cukup kuat. Namun tidak akan menjamin para sponsor untuk kembali melirik MU dikarenakan performanya yang inkonsisten. Mau sampai kapan begini? Performa bagus tentu akan mendatangkan sponsor untuk datang sembari meletakkan pulpen dan kertas di atas meja para manajemen tanpa diundang sama sekali.

Pada akhirnya, musim 2018/2019 ditutup dengan sangat memalukan. Kalah dari tim degredasi Cardiff City 0-2 di home pula. Ole yang ditunjuk sebagai caretaker dengan target harus finis di zona Liga Champions, hanya mampu finis di posisi ke-6 Liga Primer Inggris dan akan bermain di Europa League musim depan. Betul-betul musim yang campur aduk bagi mereka. 

Ditambah rival, Liverpool yang menjadi juara Liga Champions dan Manchester City yang meraih treble domestik (Liga Primer, FA Cup, dan Football League Cup). Sudah jatuh, tertimpa tangga pula. Mungkin ini pepatah yang cocok bagi para fans Manchester United. Untuk para United Fans di luar sana. Mohon bersabar, ini ujian.

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
  4. 4
  5. 5
  6. 6
Mohon tunggu...

Lihat Konten Bola Selengkapnya
Lihat Bola Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun