Barang Milik Negara sebagaimana tercantum dalam ketentuan terkait pemindahtanganan bmn“BMN adalah semua barang yang dibeli atau diperoleh atas beban APBN atau berasal dari perolehan lainnya yang sah”. Sementara itu yang dimaksud dengan pemindahtanganan bmn adalah “Pengalihan kepemilikan BMN”. Bentuk pemindahtanganan bmn meliputi : "penjualan, tukar menukar, hibah, dan penyertaan modal pemerintah pusat". Pada prinsipnya pemindahtanganan bmn karena suatu bmn tidak diperlukan bagi dalam penyelenggaraan tugas pemerintahan Negara, bisa dikatakan bahwa termasuk bmn yang dapat dipindahtangankan adalah "bmn idle". Sementara itu untuk bmn yang berasal dari perolehan lainnya yang sah antara lain : eks bea cukai, barang gratifikasi, barang rampasan negara, aset bekas asing/tionghoa, aset eks Pertamina, aset eks KKKS.Namun untuk dapat dipindahtangankan, suatu bmn harus terlebih dahulu dilakukan penetapan status penggunaan bmn. Namun demikian ada juga bmn yang tidak memerlukan penetapan status penggunaan terlebih dahulu sebelum dipindahtangankan sesuai dengan ketentuan peraturan perundangan-undangan di bidang pengelolaan BMN. Pemindahtanganan bmn berlaku untuk bmn yang berada pada pengguna barang maupun pengelola barang.
Sebelum dilakukan pemindahtanganan bmn maka wajib dilakukan penilaian, kecuali untuk pemindahtanganan dalam bentuk hibah. Penilaian dimaksud ditujukan untuk mendapatkan nilai wajar sesuai dengan ketentuan peraturan perundangundangan. Namun jika penilaian dalam rangka pemindahtanganan bmn dilakukan sendiri oleh pengguna barang tanpa melibatkan penilai, hasil penilaiannya dianggap sebagai "nilai taksiran". Pemindahtanganan bmn selain tanah dan atau bangunan dengan nilai Rp100Milyar lebih harus mendapatkan persetujuan Dewan Perwakilan Rakyat (DPR). Sementara itu untuk pemindahtangan bmn berupa tanah dan atau bangunan tidak ada batasan nilainya, dan tidak harus mendapatkan persetujuan dari Dewan Perwakilan Rakyat (DPR), dikecualikan harus mendapatkan persetujuan untuk hal tertentu antara lain diperuntukan bagi kepentingan umum, atau sudah tidak sesuai dengan tata ruang wilayah atau penataan kota, yang mana harus mendapatkan persetujuan dari presiden/pengelola barang.
Untuk usul persetujuan pemindahtanganan ke DPR/Presiden baik itu tanah dan atau bangunan maupun selain tanah dan atau bangunan harus diajukan oleh pengelola barang, sehingga dalam hal ini tidak boleh diajukan oleh pengguna barang. Pemindahtanganan bmn melalui penjualan dilakukan dengan alasan untuk optimalisasi BMN yang berlebih atau tidak digunakan untuk kepentingan penyelenggaraan tugas dan fungsi Kementerian/Lembaga atau tidak dimanfaatkan oleh pihak lain, atau secara ekonomis lebih menguntungkan bagi negara apabila dijual, atau sebagai pelaksanaan ketentuan peraturan perundangundangan. Penjualan BMN harus dilakukan secara lelang, kecuali dalam hal tertentu antara lain tanah dan bangunan rumah Negara golongan III yang dijual kepada penghuninya yang sah.

Permohonan pemindahtanganan bmn melalui penjualan BMN yang berada pada pengguna barang dengan cara lelang, diajukan oleh pengguna barang kepada instansi pemerintah yang lingkup tugas dan tanggung jawabnya meliputi pelayanan lelang yaitu Kantor Pelayanan Kekayaan Negara dan Lelang (KPKNL) paling lama 6 (enam) bulan sejak tanggal persetujuan penjualan dari pengelola barang. Penjualan BMN berupa kendaraan bermotor dinas operasional dapat dilaksanakan apabila telah memenuhi persyaratan, yakni berusia paling singkat 7 (tujuh) tahun, dikecualikan dalam hal kendaraan bermotor tersebut rusak berat dengan kondisi fisik setinggi tingginya 30% (tiga puluh persen) berdasarkan surat keterangan tertulis dari instansi yang berwenang. Namun demikian kondisi BMN yang akan dipindahtangankan juga harus apa adanya, artinya kondisi rusak berat tersebut bukan karena dikondisikan untuk tujuan dan maksud tertentu. Jika pemindahtanganan bmn tersebut tidak laku terjual secara lelang, maka dilakukan lelang ulang satu kali lagi, namun perlu diingat jika lelang ulang ini lebih dari enam bulan dari lelang pertama perlu dilakukan penilaian ulang oleh penilai untuk mendapatkan nilai wajar baru sebagai dasar untuk penentuan harga limit, namun jika tidak laku juga untuk lelang ulang maka dilakukan "alternatif lain" dalam pengelolaan bmn. Hasil Penjualan BMN wajib disetorkan seluruhnya ke kas negara sebagai penerimaan negara bukan pajak, kecuali terhadap hasil Penjualan BMN yang pendanaannya berasal dari pendapatan Badan Layanan Umum atau badan pengusahaan kawasan mengikuti ketentuan Peraturan Perundang-undangan yang mengatur mengenai Badan Layanan Umum atau badan pengusahaan kawasan.

Namun pada prinsipnya nilai barang pengganti atas tukar menukar paling sedikit seimbang dengan nilai wajar BMN yang dilepas. Nilai wajar BMN yang dilepas merupakan nilai wajar yang ditetapkan dalam izin prinsip dan dituangkan dalam perjanjian tukar menukar. Sementara itu nilai barang pengganti merupakan nilai penawaran pemenang tender yang dituangkan dalam perjanjian tukar menukar. Yang bisa menjadi mitra tukar menukar dalam hal ini adalah Pemerintah Daerah, BUMN, BUMD, badan hukum lainnya yang dimiliki Negara, swasta, baik yang berbentuk badan hukum maupun perorangan, Pemerintah Negara lain. Objek tukar menukar bisa berupa tanah dan atau bangunan, atau selain tanah dan atau bangunan baik itu yang berada di pengguna barang maupun pengelola barang.
Pemindahtanganan bmn juga bisa dalam bentuk hibah, yang mana dilakukan karena pertimbangan sosial, budaya, keagamaan, kemanusiaan, pendidikan yang bersifat non komersial, dan untuk penyelenggaraan pemerintahan negara/ daerah. BMN yang dapat dihibahkan dalam hal memenuhi persyaratan, antara lain bukan merupakan barang rahasia Negara, bukan merupakan barang yang menguasai hajat hidup orang banyak, tidak digunakan lagi dalam penyelenggaraan tugas dan fungsi penyelenggaraan pemerintahan Negara. Hibah dapat dilakukan untuk bmn yang berada pada pengguna barang maupun pengelola barang, khusus untuk bmn yang berada di pengguna barang terlebih dahulu harus mendapat persetujuan dari pengelola barang. Hal teknis seperti apakah setiap hibah BMN memerlukan persetujuan dari Pengelola Barang masih menjadi ketidaktahuan atau kendala bagi sebagian Satker K/L sehingga pemahaman yang sama sangat diperlukan dalam pengelolaan BMN. Pada prinsipnya bahwa setiap pemindahtanganan bmn memerlukan ijin atau persetujuan dari pengelola barang.
Objek hibah dapat berupa tanah dan atau bangunan, dan selain tanah dan atau bangunan, baik itu bmn yang berada pada pengguna barang maupun bmn yang berada pada pengelola barang. Pelaksanaan hibah dituangkan dalam naskah hibah yang ditandatangani oleh pengelola barang /pengguna barang dan penerima hibah. Pada saat penyerahan BMN yang menjadi objek hibah dituangkan dalam Berita Acara Serah Terima, yang ditandatangani oleh penerima hibah dan Pengelola Barang/Pengguna Barang atau pejabat struktural yang ditunjuk pada saat penandatanganan naskah hibah.
Selain penjualan, tukar menukar, hibah, pemindahtanganan bmn bisa dalam bentuk Penyertaan Modal Pemerintah Pusat. Penyertaan Modal Pemerintah Pusat dilakukan dalam rangka pendirian, memperbaiki struktur permodalan dan/atau meningkatkan kapasitas usaha BUMN, BUMD, atau badan hukum lainnya yang dimiliki negara sesuai dengan ketentuan peraturan perundang-undangan. Hal ini dapat dilakukan dengan pertimbangan karena BMN yang dari awal pengadaannya sesuai dokumen penganggaran diperuntukkan bagi BUMN, BUMD, atau badan hukum lainnya yang dimiliki negara dalam rangka penugasan pemerintah. Pertimbangan lain karena BMN lebih optimal apabila dikelola oleh BUMN, BUMD, atau badan hukum lainnya yang dimiliki negara, baik yang sudah ada maupun yang akan dibentuk. Setiap Penyertaan Modal Pemerintah Pusat ditetapkan dengan Peraturan Pemerintah.
Serah terima BMN yang menjadi objek Penyertaan Modal Pemerintah Pusat dilaksanakan setelah Peraturan Pemerintah mengenai Penyertaan Modal Pemerintah Pusat ditetapkan. BMN yang dari awal perencanaannya dimaksudkan untuk menjadi Penyertaan Modal Pemerintah Pusat dapat dilakukan serah terima operasional kepada calon penerima Penyertaan Modal Pemerintah Pusat. Objek penyertaan dapat berupa tanah dan atau bangunan, atau selain tanah dan atau bangunan, baik itu bmn yang berada pada pengguna barang maupun bmn yang berada pada pengelola barang. Untuk bmn yang berada pada pengguna barang penyertaan harus terlebih dahulu mendapat persetujuan dari pengelola barang. Sementara itu pihak yang dapat menerima penyertaan adalah BUMN, BUMD, badan hukum lainnya yang dimiliki negara, termasuk badan usaha yang terdapat kepemilikan Pemerintah Pusat di dalamnya.