Semakin menua goresan warna topeng.Â
Yang tergantung pada langit-langit kehidupan.Â
Tajam menatap senja tak berkedip.Â
Semua perjalanan yang kutempuh, tersimpan rapi dibalik topeng.Â
Aku jadi ingat sungai Batanghari Jambi yang menghanyutkan mimpi-mimpiku.Â
Lalu terkapar di taman budaya sungai kambang.Â
Dan setiap senja datang, berdiskusi tentang makna puisi, pentas teater, pamer seni rupa dan kehidupan berkesenian yang sungguh melelahkan.Â
Entah kemana, Ari, Acep, Iif, pak Jafar, pak Fauzi, mas daryono, bang Arifin, mbak Anik, Edi, Amri, mbah Wiro dan sederet seniman lainnya.Â
Sungguh, topeng itu setiap senja seperti bertutur, membaur dalam catatan hatiku.Â
Sampai berdarah-darah kugoreskan puisi dari telanaipura sampai kepasar angso duo. Bahkan meleber sampai ke broni, simpang kawat, the hok, dan singgah dirumah dinas walikota.Â
Catatan-catatan puisi  tergores tajam ditrotoar trotoar jalan kota Jambi.Â