Seseorang akan merasa bahagia setelah membayangkan pertemuan dua tokoh yang terlibat dalam percintaan atau berseteru memperebutkan sesuatu yang bermakna dalam hidup.
Sebagai proses lanjut, menghayati berkaitan dengan penemuan nilai-nilai hidup guna memperluas wawasan atau menajamkan pikiran.Â
Tahap penghayatan menjadikan sebuah karya sastra dinyatakan bermanfaat atau tidak. Yang diharapkan diperoleh dari penghayatan itu bisa  berupa informasi kesejarahan, keilmuan, atau pesan dan ajaran (moral, sosial, religius, dll.).
Membaca karya sastra pada hakikatnya merealisasikan kembali perwujudan bunyi yang semula tertuang dalam bentuk ideografi (gambaran gagasan/pikiran atau angan-angan dalam bentuk lambang).
Oleh sebab itu, membaca  karya sastra mengandung arti  mengungkapkan suatu ide dengan perantaraan bunyi-bunyi bahasa.Â
Dengan demikian, membacakan karya sastra dengan baik di atas panggung, sejalan dengan gagasan Landung Simatupang, pertama-tama bukanlah adu keras suara, adu ngotot, atau adu gaya aneh-aneh.Â
Hanya setelah seorang pembaca "mengetahui"  maksud, buah pikiran, dan kandungan pengalaman batin yang ingin dikemukakan (atau diimbaukan) oleh sastrawan, barulah terbuka peluang bagi pembaca  menyuarakan karya sastra dengan patut.
Artinya, syarat awal  menjadi pembaca yang baik mencakup  keluasan pengetahuan dan kegemaran menggunakan pikiran maupun kecerdasan.
Keluasan pengetahuan dan ketajaman pikiran itu kemudian diarahkan dan diabdikan dalam menjalin komunikasi dengan sastrawan melalui hasil karya yang ditulis.Â
Dari sisi ini maka pembacaan tidak mungkin dapat dilepaskan dari penghayatan atau penjiwaan yang berkaitan erat dengan penafsiran.Â
Bagaimana pembaca dan audience bisa menghayati kalau  tidak mengaktifkan otak, berusaha mencercap dunia pikiran sastrawan yang tersirat dalam karya sastra?Â
Dalam masalah penghayatan, yang dituntut dari seorang pembaca adalah menangkap suasana secara utuh, tidak terpenggal penggal.Â
Selain itu, pembaca mutlak memiliki kerelaan berbagi rasa dengan sastrawan yang karyanya dibacakan. Artinya, membaca bukanlah kegiatan memperalat suatu karya guna melampiaskan emosi  pembaca sendiri.Â