Mohon tunggu...
Herri Mulyono
Herri Mulyono Mohon Tunggu... Dosen - Dosen di Perguruan Tinggi Swasta Jakarta

Bercita-cita menjadi pribadi sejati yang bermanfaat bagi diri dan orang lain. Website: http://www.pojokbahasa.com

Selanjutnya

Tutup

Cerpen

Someone Like You,...

10 Juli 2020   21:12 Diperbarui: 11 Juli 2020   08:37 122
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.

Fira hanya bisa menatap sedih. Bibirnya mengulang-ulang bait-bait Rumi Sang Pujangga Cinta: Duhai kasih, 'kau senantiasa menari dalam hatiku, meski tidak seorang pun melihat sosokmu harid, dan terkadang, dalam waktu akupun ikut menari bersamamu'.

Ditatapnya wajah sang kekasih, dengan seorang wanita cantik yang duduk dipangkuannya. Pada sebuah sofa hijau dengan hiasan bunga merah dibibirnya, diujung balkoni dengan dauh jendela besar berlatar Menara EFiffel yang megah itu.

Oh kekasih, kini telah kau temukan mimpimu. 'Your dreams now have come true'

Pipinya mulai basah. Butiran airmatanya mulai berjatuhan seperti iringan hujan yang mulai turun. Tatapannya dalam, pada wajah sang kekasih.

Fira memelas, merindu dan ingin mendekapya kembali, seperti waktu itu di sebuah cafe dekat jalan Menteng. Sedang tatapan bencinya pada wanita itu, yang telah mencuri hati sang kekasih. Tapi ya bagaimana, gumam Fira dalam kesunyian, 'She gave you things, I didnt' give to you'

Aih indahnya cinta, namun dia juga sering membuat luka. Seperti kata Rumi, 'sepasang kekasih tidak pada akhirnya bertemu disuatu tempat'. 'Kita ditempat yang berbeda, walau sebenarnya akulah yang berhak duduk dipangkuanmu di sofa itu', Fira berucap dengan suara lirin dan bergetar.

Fira berseloroh, memandang kelangit, dan berkata: 'Oh Tuhan, mengapa dia kembali hadir dengan sosok yang begitu sempurna. Dalam diding dunia maya yang tidak pernah aku duga.'

'Aku bahagia dengan dirinya yang kini berjaya, tapi, oh Tuhan, mengapa aku benci sekali padanya... yang mendekap wanita itu dengan begitu mesra, yang bukan aku'

Entah apa yang ada dalam pandangan Fira. Tapi sesungguhnya ia ingin pria itu hadir melihat wajahnya sekali saja, dengan pipi yang telah merah merona.

Bila satu kali saja pria itu mengangguk, mengiyakan harapan Fira. Tentu, Fira tak kan segan untuk menghabiskan seribu senja untuk mempersiapkan waktu untuk bersua.

Ah tapi ini sudah berakhir bagi pria itu. Sepuluh tahun silam, Fira sendiri yang menyelipkan secarik kertas dikantung kemeja pria itu. Secarik kertas yang mencabik-cabik hati pria yang dicintainya. 'Hubungan kita cukup sampai disini,' tulis Fira dikertas yang kini dia sendiri harus sesali.

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
Mohon tunggu...

Lihat Konten Cerpen Selengkapnya
Lihat Cerpen Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun