Mohon tunggu...
Roni Bani
Roni Bani Mohon Tunggu... Guru - Guru SD

SD Inpres Nekmese Amarasi Selatan Kab Kupang NTT. Suka membaca dan menulis seturut kenikmatan rasa. Menulis puisi sebisanya

Selanjutnya

Tutup

Humaniora Pilihan

Koin Perak Mengaburkan Hati Nurani dan Logika Yudas Iskariot

15 Februari 2024   11:21 Diperbarui: 15 Februari 2024   11:29 240
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Sumber:  https://depositphotos.com/

Pengantar

Kita baru saja melewati bulan pertama, Januari  2024 dan memasuki bulan kedua, Februari 2024 pada minggu kedua. Umat Kristen dalam tahun pelayanan dimulai dari Masa Advent, Natal, Epifania dan sekarang memasuki Minggu Sengsara Yesus. Tujuh minggu lamanya umat Kristen akan berada dalam refleksi-refleksi Sengsara Yesus. 

Refleksi-refleksi itu akan diperdengarkan di mimbar-mimbar gereja dan memanfaatkan pula kanal-kanal aplikasi media sosial sebagai mimbar refleksi pula. Para pendeta  dan pastor  (pelayan-pelayan umat) akan menyuarakan betapa Yesus dalam kesengsaraan-Nya. Yesus yang sungguh-sungguh Manusia Tulen itu telah mengalami kesengsaraan dengan pendekatan kekerasan fisik dan psikis. Nuansa kekerasan fisik dan psikis akan dibahasakan sedemikian rupa oleh para pelayan umat agar iman makin teguh. dan kesadaran akan hidup yang bermakna makin mewujud.

Salah satu bagian dari catatan para penulis Injil yakni: Luk.22:3-6; Mat.26:14-16; Mrk.14:10-11; ketiganya merupakan ayat-ayat sejajar yang ditulis oleh tiga penulis berbeda. Diksi yang dipakai para penulis terlihat ada kemiripan. Esensinya sama yakni ada pengkhiatan ketika uang berada dalam genggaman.

Catatan Pendek dari Tiga Penulis Injil


Penulis Injil Lukas (22:3-6) memulai dengan pernyataan bahwa Iblis masuk ke dalam hati Yudas yang bernama IskarioIt. Yudas pun berangkat menemui para imam kepala dan kepala pengawal Bait Allah. Di sana ada perundingan. Topik yang dirundingkan yakni bagaimana trik dan teknik menyerahkan Yesus kepada mereka. Perundingan itu menghasilkan kesepakatan, Yudas menyerahkan Yesus dengan imbalan sejumlah uang dengan syarat rahasia tingkat tinggi.

Penulis Injil Matius (26:14-16) mencatat bahwa Yudas Iskariot mengambil inisiatif bertemu dengan para imam kepala. Ketika sudah bertemu, ia menawarkan diri untuk menyerahkan Yesus dengan mengajukan permintaan, "apa yang hendak kamu berikan kepadaku, kalau aku menyerahkan Dia kepada kamu?" Mereka memberikannya tiga puluh uang perak kepadanya. Lalu, tekniknya ada pada Yudas Iskariot.

Catatan Penulis Injil Markus (14:10-11) serupa dengan Matius. Tambahan informasinya yakni ada kegembiraan pada para imam kepala. Kegembiraan itu segera berlanjut dengan tindakan yakni memberikan uang kepadanya. Waktu yang tepat, trik dan teknis penyerahan sajalah yang akan dikomunikasikan kemudian. Peran itu akan dimainkan oleh Yudas Iskariot.

Bahagian kecil awal kesengsaraan Yesus dimulai dari apa yang dilakukan oleh Yudas Iskariot. Yudas Iskariot berinisiatif. Ia aktif dalam kesunyian dirinya  sendiri bersama kegalauan hatinya. Ia dan rekan-rekannya yang terus bersama Yesus Guru/Rabi mereka, namun hati Yudas Iskariot terus bergoncang tanpa suatu kepastian sikap.

Yudas Iskariot, Sepak Terjang dan Dampaknya

Bila berkaca pada rekam jejak  kita mulai dengan pertanyaan, siapakah Yudas Iskariot?

Para penulis Injil tidak mencatatkan informasi asal-usul Yudas Iskariot. Satu uraian menarik sebagai informasi tentang Yudas diulas di sini.Berdasarkan namanya, ia diduga berasal dari Keriot. Yudas orang dari desa Keriot. Ia salah satu yang terpilih dari begitu banyaknya orang yang mengikuti Yesus dalam keseharian-Nya.  Ia didaftarkan pada urutan terakhir dengan sebutan tambahan yang akan mengkhianati Yesus. 

Pada bagian lain catatan Injil, Yohanis (12:6) menulis bahwa Yudas Iskariot mendapat kepercayaan sebagai Pemegang Kas. Sebagai pemegang kas untuk operasional Guru Yesus bersama para murid, Yudas sering mencuri kas itu. Kata orang modern, Yudas Iskariot seorang koruptor.  

Catatan para Penulis Injil tentang para murid  Rabi Yesus jelas mengurai bahwa ketika mereka dipilih, ada proses aktif pembelajaran karakter. Oleh karena itu ada saat tertentu Sang Guru menugaskan untuk suatu tugas. Maka, dipastikan Yudas Iskariot pun melakukan tugas itu. 

Gereja telah mengajarkan bahwa pelayanan yang dilakukan Rabi Yesus pada kaum-Nya dan publik pada umumnya di semua tempat yang dikunjungi telah memberi dampak besar pada kepengikutan pada-Nya. Murid-murid-Nya mendapatkan isian pembelajaran yang menarik, namun sering pula mereka bertanya-tanya tentang siapakah Yesus Sang Guru ? Kepengikutan mereka pada Yesus berada di simpang hati, antara membangun karakter berasarkan iman dan karakter berdasarkan histori oleh karena bangsa Yahuda/Yahudi sedang mengharapkan seorang pemimpin pembebasan.

Kiranya Yudas Iskariot sebagai salah seorang murid sungguh menempatkan harapannya untuk pelayanan kepada publik secara nyata ketika melihat bahwa seorang perempuan mengurapi Yesus dengan minyak yang mahal harganya. Padahal, minyak itu bila dijual akan berguna untuk pelayanan secara nyata kepada masyarakat. Maka, kiranya pada posisi yang demikian, sisi zoon politicon dari Yudas Iskariot muncul.  "Mengapa minyak narwastu ini tidak dijual tiga ratus dinar dan uangnya diberikan kepada orang-orang miskin?" (Yoh.12:5).

Sampai di sini orang segera menyadari akan dua sisi yang tiada dapat dipisahkan dari pentingnya uang.  Uang akan sangat bermanfaat pada aspek kehidupan sosial, ekonomi, politik, dan hukum. Yudas Iskariot melihat aspek sosial sekaligus aspek politik. Bila saja minya itu dijual, kas (kelompok/tim/institusi) akan bertambah. Selanjutnya akan ada pengelolaan dan pemanfaatannya untuk masyarakat (umat). Betapa mulianya ide seorang Yudas Iskariot. Hal ini dapat dipahami oleh karena dialah pemegang kas (tim/institusi).

Dapatkah kita menyematkan istilah mata hijau pada Yudas Iskariot? Mata hijau artinya bila melihat uang hati bergolak, wajah cerah, mata bersinar dan segera terbersit di benak untuk pengadaan (pembelanjaan) dan kepemilikan sesuatu barang. 

Yudas Iskariot telah menunjukkan karakter orisinilnya. Seorang yang datang dari desa dengan niat mengikut Rabi Yesus yang pengikutnya teramat banyak. Kemanapun Sang Rabi pergi, akan ada orang yang terus mengikuti-Nya. Ia mengajar. Ia berdoa. Ia bekerja untuk kepentingan umat yang lemah. Ia menegur mereka yang merasa diri kuat dan terhormat.

Tugas yang diemban dan diwujudkan Sang Rabi telah berdampak luas pada umat dan masyarakat. Bila sekadar mengkategorikan orang-orang yang terus mengikuti Sang Rabi, maka kira-kira seperti ini:

  • Orang yang mau mendengar kata-kata-Nya sebagai pengajaran yang berlainan daripada pengajaran para Ahli Kitab dan Rabi kaum Yahudi. Pengajaran Rabi Yesus berdasarkan kitab suci, namun lebih bermakna. Ia tidak sekadar membaca dan merespon secara harfiah belaka, namun memberi makna, menguliti dan mengambil saripatinya lalu menyampaikannya kepada publik. Itulah sebabnya ada yang lain. Kira-kira mengikuti trend zaman ini, gaya lain, tampil beda. 
  • Orang yang mau melihat Sang Rabi bersikap dan bertindak pada suatu objek. Sang Rabi dalam perjalanan dari satu tempat ke tempat lainnya, Ia tidak saja mengajar, tetapi juga bersikap. Sikapnya lain dari yang biasanya ditunjukkan oleh kaum elitis. Hikmat dan kebijaksanaan ditunjukkan-Nya sebagaimana satu peristiwa yang dicatat ketika Sang Rabi menerima pengurapan dengan minyak wangi yang mahal harganya. Sikap dan ujaran-Nya mengatupkan bibir dan membuntukan ide orang di sekitarnya. Contoh lainnya, ketika seorang perempuan yang tertangkap tangan berzinah. Hukum mengajarkan sanksi berat yakni dilempari batu. Sang Rabi yang menyaksikan hal itu pun menyikapi hal itu dengan kata-kata; "Siapa di antara kamu tidak berdosa, hendaklah ia yang pertama melemparkan batu kepada perempuan itu." (Yoh.8:7. )Mulut dikatupkan, ide dibuntukan. Mereka yang menghendaki pelaksanaan hukuman terberat itu pun mundur, dan mundur. Sang guru berbicara dengan akal sehatnya, hati nuraninya dan kebenaran yang hakiki. Ia tidak munafik.
  • Orang yang mau menghendaki penggenapan nubuat para nabi tentang Mesias yang datang untuk memberikan kelepasan. Kategori ketiga ini mengikuti Sang Rabi mendasarkannya dari pengajaran para Rabi dan Ahli Kitab Suci. Ziarah dan sejarah bangsa Yahudi dan Israel pada zaman itu yakni mereka sebagai bangsa terjajah. Kekaisaran Romawi sedang berkuasa. Kitab-kitab Sejarah dalam Perjanjian Lama menceritakan tentang bagaimana bangsa ini sering berada di bawah kekuasaan bangsa lain. Maka, dari sana terbit harapan bahwa pada suatu waktu di masa depan akan datang seseorang yang disebut Mesias. Keyakinan itu diinjeksikan sebagai doktrin sosial politik. Maka, bila ada seseorang yang muncul dengan pengikut dalam jumlah besar, tentulah ada harapan padanya untuk membangkitkan kesadaran sosial dan politik untuk menghalau penjajahan. Apalagi sang tokoh muncul ketka penjajahan itu sedang berlangsung. Harapan makin menguat pada kaum yang berpegang pada nubuatan tentang Mesias, Sang Penyelamat.  Harapan itu mereka posisikan pada Sang Rabi, Yesus.  Bacalah Mat.20:20-28 dan Mrk.10:35-45. Pada kedua catatan dari Penulis kedua Injil ini, merujuk pada harapan kepemimpinan Mesias Sang Penyelamat.

(Mungkin) Yudas Iskariot berada pada golongan orang ketiga. Ia berharap suatu hari ketika Sang Rabi dengan pengikut yang besar jumlahnya akan mampu menggerakkan suatu gerakan dengan kekuatan yang luar biasa untuk mencabut cakar kekaisaran Romawi di wilayah mereka. 

Sungguh sangat disayangkan, sampai pada titik di mana Yudas Iskariot mengajukan proposal untuk menjual minyak wangi, hasilnya untuk kepentingan umat/masyarakat, justru Sang Rabi bersikap dan berkata, "Biarkanlah dia, supaya ia melakukannya untuk hari penguburan-Ku. Sebab, orang miskin selalu ada bersama kamu, tetapi Aku tidak akan selalu bersama kamu." 

Proposal Yudas Iskariot terpental. Gengsinya terciderai, maka langkah perburuan koin segera dimainkan. 

Sang Rabi menjadi komoditi yang layak jual.  Mahal. Koin yang diterimanya akan sangat berarti. Gengsi dirinya akan naik kembali. Kaum elit sajalah yang dapat mengkapitalisasi proposal  yang ditawarkannya yakni menyerahkan Sang Guru dan ia menerima imbalannya. Jadilah demikian sesudah segala trik dan teknik komunikasi dibangun sampai pada titik di mana ia memberi tanda agar dengan mudah Sang Rabi Yesus ditangkap.

Sang Rabi Yesus ditangkap. Ia menerima perlakuan sebagai tersangka, terdakwa hingga terpidana mati. Hasutan dibangun oleh para dalang intelektual yang bersembunyi di balik kemegahan diri sebagai kaum elit, berkelas dan terpelajar. Mereka memainkan skenario dengan  rapih dan apik sehingga terpuaskan dan terbayar lunas ambisi mereka. Ambisi mereka yakni membunuh karakter para pengikut Sang Rabi Yesus dengan penghakiman pada-Nya. Semua itu diawali dengan apa yang zaman ini disebut politik uang.

Serangan Fajar sebagai Wujud Nyata Politik Uang

Pemilihan Umum 2024 baru saja berlangsung. Tensi emosi sosial politik belum reda. Cakrawala informasi menyebarkan data naik-turunnya angka-angka prosentase  yang diperoleh para kompetitor pada pesta demokrasi ini. Pesta masih berlangsung sampai klimaksnya pada saat pengumuman dari institusi resmi negara yang menyelenggarakan pemilihan umum, Komisi Pemilihan Umum (KPU).

Simpang-siur dan gosip sehubungan dengan ada-tidaknya  politik uang  beredar di setiap kali pesta demokrasi yang lima tahunan.  Berbagai intrik dan trik digunakan untuk memuluskan politik uang, di antaranya dengan mengkapitalisasinya. Artinya, uang dikonversi ke dalam bentuk lain. Misalnya dengan pembagian sembako dan konsumsi sosialisasi. Anggaran yang disediakan untuk sosialisasi diri kepesertaan sebagai kompetitor dalam pesta demokrasi, dikonversi. Kompetitor tidak menghadiri sosialisasi, namun timnya berkunjung membawa bingkisan sembako di mana sebelumnya ada anggaran konsumsi yang sudah dikirimkan. 

Sumber:  https://www.prokal.co/
Sumber:  https://www.prokal.co/

Cara ini terasa sukses. Mereka yang digerakkan dengan mengkapitalisasi politik uang ke dalam wujud barang dan tindakan, dapat menggeser nurani, akal sehat dan kebenaran yang hakiki. Maka, pada saat menuju bilik pencoblosan, ketiga hal itu diabaikan lalu mengedepankan aspek emosional dengan mengingat "jasa" yang telah diberikan oleh orang yang belum tentu dikenal.

Lihatlah bagaimana Yudas Iskariot memberi isyarat agar Gurunya ditangkap. Ciuman. 

Jadi, orang-orang yang memberi koin kepada Yudas Iskariot tidak turun tangan. Mereka menggunakan "tangan" orang lain untuk menangkap Yesus. Orang yang akan menangkap Yesus justru tidak mengenal Yesus, sehingga Yudas Iskariot yang sebetulnya menjadi aktor rahasia, akhirnya harus muncul di hadapan gurunya. Ia memberi ciuman, lalu mundur. 

Kaum elit dan terpelajar seperti para politisi yang menggerakkan massa dengan uang, pada titik masa yang terus berlangsung akan ada saat di mana mereka lalai pada janjinya. Mereka akan duduk terpaku di tempatnya, apalagi bila kursinya empuk, incomenya besar, siapa yang sudi kembali untuk menyapa kaum terkapitalisasi?

Kaum terkapitalisasi meradang ketika melihat mobil-mobil mewah dengan jendela kaca yang tertutup. Mereka membuka mata dan telinga sambil menutup hati. Jadi, penglihatan dan pendengaran jelas, namun bila hati yang menimbang-nimbang itu sedang kabur hingga cenderung gelap, dengan apa hendak dicerahkan?

Yudas Iskariot menyesal telah menerima koin dari para elit. Ia akhirnya tewas dengan menggantung dirinya. (Kis.1:17-20).

3Masyarakat pemilik hak suara yang terbeli dipastikan menyesal telah menerima dan menyetujui serangan fajar dalam wujud sejumlah uang (koin). Masyarakat pun menikmati kapitalisasi politik uang ke dalam wujud bingkisan sembako dan lain-lainnya. Kenikmatan sesaat telah terjadi, penyesalan berlangsung sepanjang politik praktis itu dimainkan.

Bingkisan sembako pada musim pesta demokrasi; sumber: https://www.suara.com/
Bingkisan sembako pada musim pesta demokrasi; sumber: https://www.suara.com/

Penutup

Bila kita menganalogikan Yudas Iskariot mewakili masyarakat pemilik hak suara dalam pesta demokrasi yang disebut pemilihan umum. Pemilik hak suara yang baik mengetahui, menyetujui , menerima dan menikmati politik uang dalam segala bentuknya. Ketika menyodorkan tangan untuk menerima wujud dari politik uang, sesungguhnya kita telah menanam penyesalan di masa depan. Para pelancong politik yang menggelontorkan koin untuk menggoyang hati, mencerahkan wajah dan membinarkan sorot mata  akan pulang dengan langkah ringan.

Kalangan elit Yahudi (para rabi, ahli kitab, imam-imam) setelah memberikan koin sebanyak 30 perak, mereka  memberi aba-aba penggerebekan. Mereka duduk tenang di kursi kemegahan, berpakaian mewah, menonjolkan wibawa dan bersuara lantang. Yudas Iskariot, penikmat koin muncul di hadapan "komoditi" yang dijualnya memberi tanda, pulang dengan langkah ringan namun menyesal dan mengakhiri dirinya.

Kaum terkapitalisasi politik uang, setelah menerima bingkisan sembako menikmati makanan seadanya pada saat sosialisasi dan kampanye, lalu muncul di hadapan publik, pergi ke Tempat Pemungutan Suara, masuk dan "mencium" surat suara. Sesudah itu pulang dan menunggu hasilnya. Antara kecewa, resah dan gelisah berbaur pada mereka yang mendukung paslon tertentu. Mereka yang gembira dan bersorak karena paslonnya diasumsikan hingga diumumkan menang, pada saat berikutnya akan bergelut dengan rutinitas hidupnya, sambil terus berharap paslon pemenangnya berkunjung padanya.

Betapa indah dan rumit dampai politik uang, bukan?

Umi Nii Baki-Koro'oto, 15 Februari 2024

Heronimus Bani

NB: Satu catatan refleksi belaka ketika memasuki Minggu Sengsara di tengah keriuhan pesta demokrasi, pemilu 2024.

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
  4. 4
  5. 5
Mohon tunggu...

Lihat Konten Humaniora Selengkapnya
Lihat Humaniora Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun