Mohon tunggu...
Roni Bani
Roni Bani Mohon Tunggu... Guru - Guru SD

SD Inpres Nekmese Amarasi Selatan Kab Kupang NTT. Suka membaca dan menulis seturut kenikmatan rasa. Menulis puisi sebisanya

Selanjutnya

Tutup

Pendidikan Pilihan

Wah, Siswa di Surabaya Terbebas dari Pekerjaan Rumah?

27 Oktober 2022   09:37 Diperbarui: 27 Oktober 2022   10:17 182
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Siswa Belajar Bersama; Foto: dokpri, RoniBani

Pengantar

Suatu perkembangan baru terjadi di dunia pendidikan di Kota Surabaya. Kebijakan ini dikeluarkan oleh Walikota Surabaya Eri Cahyadi. Rasanya para siswa (SD, SMP) berjingkrak teramat riang gembira, senang dan bahagia. 

Mereka telah terbebas dari beban belajar tambahan di rumah setelah "dijejeri" materi sepanjang jam belajar reguler di sekolah antara pukul 08.00 - 14.00 WIB. Jam belajar yang reguler itu kemudian diperpendek antara pukul 08.00 - 12.00 WIB, sisanya sampai pukul 14.00 WIB untuk pendidikan karakter dan skill education. 

Pemberlakuan kebijakan ini bertepatan dengan Hari Pahlawan, 10 November 2022. Sosialisasi sedang gencar dilakukan terutama oleh media massa arus utama, media daring hingga media sosial yang personal. 

Pro-kontra terjadi di sana. Saya memperkirakan akan terjadi pro-kontra yang berkepanjangan oleh karena berbagai pertimbangan yang perlu mendapatkan perhatian sebelum tiba pada keputusan untuk mengimplementasikan kebijakan ini. 

Mungkin para penasihat atau staf ahli, staf khusus Sang Walikota dan para Akademikus di sekitar kota Surabaya telah melakukan diskusi dan kajian, riset yang menghasilkan produk ilmiah, entah. Mereka yang mengetahuinya.

Satu kepastian kini, Walikota Surabaya telah bersuara, yang dilanjutkan oleh Kepala Dinas Pendidikan (Kadisdik) Kota Surabaya, Yusuf Masruh. Seiring, sejalan, satu suara  Walikota dan Kadisdik. 

Sementara itu para guru "terbelah" antara setuju dan tidak setuju. Saya belum melihat ada angka prosentase (%) masyarakat pendidikan di Kota Surabaya yang setuju dan tidak setuju, namun kebijakan ini telah bergulir dalam sosialisasi, dan menunggu saat pelaksanaannya pada 10 November 2022.

PR: Beban dan Tanggung Jawab Siswa, Tanggung Jawab Moral Orang tua

Dunia pendidikan dasar dan menengah di Indonesia sangat familiar dengan frasa, pekerjaan rumah ~ homework (PR/HW). Para orang tua siswa sangat paham akan hal ini karena mereka pun mengalaminya ketika mereka menjadi murid/siswa. Maka, ketika anak kembali dari sekolah ada beberapa sikap yang ditunjukkan anak sehubungan dengan PR:

  • mengerjakan/menyelesaikan PR dalam satuan waktu yang variatif (lama, cepat)
  • mengerjakan/menyelesaikan PR secara sukacita atau sebaliknya bete' 
  • berpamitan ke rumah teman untuk mengerjakan/menyelesaikan PR

Sikap-sikap di atas mendapatkan respon dari orang tua siswa di rumah, misalnya:

  • membantu anak dengan berdiskusi/tanya jawab pada topik yang menjadi PR (acuh)
  • membiarkan anak mengerjakan/menyelesaikan sendiri atau bersama temannya (tak acuh)
  • meminta anak mengerjakan secara cepat untuk membantu orang tua (acuh tak acuh)
  • meminta anak mendahulukan tugas-tugas rumahan daripada PR (ancam)

Dalam hal mengerjakan/menyelesaikan PR, sependek pengalaman di sekolah, sesungguhnya sikap para siswa tidak selalu sama dan sejajar. Menerima PR dengan sukacita akan berbeda sikap pada mereka yang menerima PR sebagai beban. 

Hal ini tercermin pada saat  guru meminta siswa untuk mengumpulkan atau memeriksa PR itu pada hari berikutnya atau sesuai jadwal pelajaran itu. Jadi PR itu merupakan "beban dan tanggung jawab" pada siswa. 

Siswa yang "ringan" akan menikmati penugasan PR dari guru, sementara siswa "berat" akan ogah dan terpaksa mengerjakan dengan hasil asal jadi demi terhindar dari sanksi yang akan diberikan guru. 

Padahal PR itu sendiri menurut Oemar Hamalik,  dipahami sebagai "Suatu tugas yang diberikan oleh guru kepada murid-murid, tugas tersebut dikerjakan dan diselesaikan serta dipecahkan di rumah, dalam hubungannya dengan suatu mata pelajaran atau beberapa mata pelajaran. 

Pekerjaan rumah memberikan kesempatan belajar di rumah dan kegiatan-kegiatan ini merupakan pelengkap bukan sebagai duplikat dari kegiatan belajar di sekolah. Pekerjaan rumah mengandung 3 (tiga) unsur yakni: 

  • unsur tugas, 
  • unsur belajar (home study), 
  • unsur penilaian." 

Chairinnisa Graha (2007) dalam bukunya Keberhasilan Anak di Tangan Orang Tua, Panduan bagi Orang Tua untuk Memahami Perannya dalam Membantu Keberhasilan Pendidikan Anak. Pada satu bagian buku ini, Graha memberikan 3 alasan penting yang mendasari pentingnya peranan orang tua pada keberhasilan anak:

  • Anak merupakan anugerah Tuhan
  • Anak mendapatkan pendidikan pertama dari orang tua
  • Orang tua yang paling mengetahui karakter anak

Tentang PR, Graha menyarankan agar para orang tua menentukan batasan waktu (time limited) agar mereka tidak "tenggelam atau abai" dalam tugas dari sekolah. Batasan waktu itu akan menolong anak untuk paham manajemen waktu di rumah, dimana anak harus dapat bersama orang tua pada tugas-tugas rumah, di samping anak pun membutuhkan waktu untuk menyegarkan otak dan badan.

Redaksi Health Secret dalam buku Seri Bunda Berdaya Mengatasi Penyakit dan Masalah Belajar Anak Usia Sekolah (2013) pada salah satu bagian dari isi buku ini memberikan saran pada para orang tua tentang suatu pembiasaan di rumah bila anak mengerjakan tugas-tugas sekolah, khususnya PR. Ia menulis, biasakan mengerjakan PR di hari yang sama sepulang sekolah. Meski tugas/PRnya seminggu lagi, sebaiknya langsung diselesaikan hari itu juga. 

Mengerjakan PR/tugas pada malam hari sebelum dikumpulkan pada keesokan harinya sangat berpotensi lupa dan membuat kehebohan di pagi hari. Sediakan white board yang bisa diisi anak, apa saja tugasnya, tandai yang sudah dikerjakan sehingga tidak terlupakan.

Saran yang disampaikan ini menarik, dan rasanya mudah dilaksanakan, namun seberapa besar perhatian orang tua di rumah pada anak dalam hal materi pembelajaran yang diterima termasuk tugas, dan material pendukungnya?

PR: Penugasan dan Harapan Guru

Umi Hanifatus Solihah (2019) dalam Blog edukasiku.com, mencatatkan di sana tentang peran guru dan orang tua dalam hal tugas anak untuk belajar di rumah, termasuk mengerjakan PR. 

Ia menilai bahwa PR menjadi harapan dari guru bahwa siswa akan belajar di rumah secara mandiri tanpa bantuan orang tua, guru les atau yang lainnya. Maksudnya, tugas itu dikerjakan sendiri, sementara bantuan itu boleh berupa diskusi, dan bukan menuliskan hasilnya. Hasil diskusi atau tanya jawab dielaborasi oleh siswa (anak) itu. 

Jadi sesungguhnya hal PR/HW merupakan suatu penugasan yang tetap dari sekolah yang dapat diberikan setiap hari atau hari tertentu. Guru berkewajiban menjelaskan tujuan dan pendekatan penyelesaian PR. 

Siswa berkewajiban menerima dan melaksanakannya. Bahwa sangat sering PR menjadi beban pada siswa, maka patutlah mendapatkan perhatian guru agar harapannya pada anak/siswa yang mau secara sukacita dan sukarela belajar di rumah. Guru menyediakan materi yang membuat anak/siswa tertarik, dan bukan sebaliknya menjauhi atau mengerjakannya dengan sikap bete', ogah dan terpaksa.

Solusi yang ditawarkan Solihah sebagai berikut:

  1. Guru hendaknya membuat materi yang menyenangkan untuk peserta didik. Materi yang asik akan menjadikan peserta didik menjadi semangat menyelesaikan tugasnya dan tidak malas karena baginya materi tersebut nyaman dan menyenangkan 
  2. Guru memilih materi yang dijadikan PR tidak terlalu banyak dan tidak terlalu sulit. Jika terlalu banyak dan sulit, maka siswa sudah membayangkan sesuatu yang kurang menyenangkan dan menjadikannya malas untyk mengerjakan 
  3. Menumbuhkan rasa tanggung jawab pada peserta didik. Penanaman tanggung jawab disini tidak harus dengan kekerasan dan hukuman fisik, tanggung jawab dapat dibentuk dengan cara memberikan kepercayaan kepada peserta didik, karena anak-anak akan lebih senang ketika memutuskan suatu hal sendiri bukan memutuskan hal oleh orang lain. Sebagai guru juga harus memiliki tanggung jawab dan mempratekkan pada peseta didik agar peserta didik dapat mencontohnya
  4. Seorang guru juga harus memiliki komunikasi yang baik dengan orang tua peserta didik. Jika ada PR di rumah, maka guru tidak segan untuk menanyakan PR tersebut dan  keadaan peserta didik di rumah serta perkembangan pembelajaran di rumah.

Penutup

Kebijakan membebaskan siwa SD dan SMP di kota Surabaya menuai polemik. Argumentasi pengambil kebijakan dengan dukungan atau tantangan para pihak terutama Dinas Pendidikan Kota Surabaya, guru yang "terbelah", orang tua yang antara bingung, cemas dan gemas; siswa  yang riang dalam jingkrak, akademisi dan pemerhati pendidikan yang urun polemik akan menjadikan kebijakan ini menjadi menarik untuk diikuti. Bila kebijakan ini mulai diujicobakan dalam suatu rentang waktu tertentu, maka kiranya dapat dipastikan akan dikumpulkanlah pandangan/opini dan kritik serta hasil survei. 

Bertolak dari berbagai hal di atas, pada saatnya akan ada evaluasi untuk diteruskan atau dihentikan. Meneruskan atau menghentikan kebijakan ini akan berdampak pada suasana pembelajaran di sekolah. Komunikasi semua pemangku kepentingan di sekolah akan mengalami perubahan dan pergeseran nilai dalam memahami kebijakan ini dan dampaknya.

Umi Nii Baki-Koro'oto, 27 Oktober 2022

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
Mohon tunggu...

Lihat Konten Pendidikan Selengkapnya
Lihat Pendidikan Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun