Baki/Dulang Kelima, isinya setandan pinang wangi (bonak), sirih, kapur dan tembakau. Narasinya sebagai berikut:
Inilah dulang kelima yang kami bawa,
berisi sirih, pinang wangi, kapur, dan tembakau.
Dulang ini bukan semata suguhan,
tetapi lambang persaudaraan,
tanda bahwa setiap yang hadir hari ini
duduk dalam satu lingkaran kasih.
Sirih hijau melambangkan kesejukan hati,
pinang wangi melambangkan keharuman tutur,
kapur putih melambangkan ketulusan niat,
dan tembakau melambangkan persahabatan yang menghangatkan.
Dulang ini kami letakkan di tengah-tengah,
agar setiap tangan yang menyambutnya,
merasakan bahwa acara ini bukan hanya milik dua keluarga,
tetapi menjadi milik seluruh sanak saudara dan sahabat
yang menyaksikan janji kasih diteguhkan.
Seperti sirih-pinang yang tak hendak dimakan seorang diri,
demikian pula ikatan ini: dibagi, dinikmati, dan diberkati
oleh semua yang hadir dalam rumah besar persaudaraan.
Baki/Dulang terakhir yang dihantarkan berbeda. Isinya berupa makhota yang akan dikenakan di kepala pengantin perempuan. Perhiasan indah yang menyertai pakaian pengantin.
Inilah baki/dulang terakhir yang kami bawa,
berisi mahkota pengantin,
tanda kemuliaan dan penghormatan.
Mahkota ini bukan sekadar hiasan di kepala,
tetapi lambang martabat,
bahwa engkau yang hari ini dipinang
akan berdiri sebagai ratu dalam rumah tangga,
sebagai permaisuri yang dimuliakan,
dan bersama suamimu,
menjadi tiang agung penopang keluarga.
Mahkota ini adalah doa:
agar pikiranmu selalu jernih,
keputusanmu selalu bijaksana,
dan cintamu selalu melingkupi seluruh rumahmu.
Ia ditempatkan di kepala,
sebagai tanda bahwa engkau dijunjung tinggi,
dihormati, dan disayangi.
Setelah semuanya diserahkan, Juru Bicara keluarga laki-laki menyerahkan tanda kenangan kepada Juru Bicara keluarga yang menerima peminangan. Tanda kenangan itu berupa 3 buku dengan judul berbeda. Ketiga buku itu buah karya dari orang yang menyerahkan buku-buku itu.
Kata-kata penutup sesudah seluruh prosesi berlangsung sebagai berikut:
Demikianlah hari ini kita duduk bersama,
sirih-pinang sudah terhidang,
kata sudah terucap,
niat sudah dinyatakan.
Lima dulang telah diletakkan,
mahkota pengantin telah dipersembahkan,
dan hati keluarga telah dipertemukan.
Apa yang dimulai dengan doa leluhur,
kiranya disertai berkat Uis Neno,
agar langkah berikutnya diberi terang.
Kami pulang dengan damai,
membawa sukacita,
menyimpan ikatan persaudaraan
yang baru saja kita rajut.
Biarlah hari ini menjadi tanda,
bahwa rumpun-rumpun keluarga kini telah berpeluk erat
dalam kasih, dalam adat, dan dalam restu Tuhan.
Doa Singkat (Bahasa Meto' Amarasi)
Uisneno, Uis Pah-hau mone hau feto,
aina'-amaf, aan feto ma aan mone,
feot nai ma nai mnuki'
soob neno ma soob pah.
maut he aan-feot nai ma nai-mnuki'
nmonin mamut ma tainina'
n'ua mnanun ma n'ua pa'en
tetus athoen neno tunan neu sin
(Terjemahan Bebas)
Tuhan Allah di atas kaum leluhur
anak lelaki dan perempuan,
orang tua dan rumpun keluarga
kami bersyukur pada-Mu di langit (surga),
kami bersyukur di bumi.
Kiranya calon pengantin ini
hidup rukun dan damai,
subur dan sejahtera,
panjang umur dan berkat,
serta dilindungi di bumi dan di langit.
Demikian sepenggal catatan kenangan dari Soliu, Amfoang Barat Laut.
Umi Nii Baki-Koro'oto, 24 September 2025
Heronimus Bani - Pemulung AksaraÂ
Â
Follow Instagram @kompasianacom juga Tiktok @kompasiana biar nggak ketinggalan event seru komunitas dan tips dapat cuan dari Kompasiana. Baca juga cerita inspiratif langsung dari smartphone kamu dengan bergabung di WhatsApp Channel Kompasiana di SINI