Hari itu, Rabu (17/9/25) rombongan keluarga dari Umi Nii Baki-Koro'oto desa Nekmese, Amarasi Selatan tiba di Soliu. Di depan rumah telah dibangun tenda yang akan bermanfaat sebagai ruang resepsi pernikahan. Ruang di mana para kerabat dan sahabat, tamu dan undangan menghadiri acara resepsi sederhana atas pernikahan sepasang kekasih.
Magrib makin turun, rombongan peminangan tiba. Mereka membawa 5 baki/dulang maso minta tanda penghormatan dan terima kasih kepada keluarga yang menerima peminangan, dan 1 baki kecil tanda/simbol kehormatan pada gadis yang kelak menjadi ibu rumah tangga dan niat penyelenggaraan acara pernikahan.
Sebagai Juru Bicara (jubir/mafefa') keluarga sesungguhnya saya menyiapkan kata-kata pengantar yang akan saya tempatkan di sini. Sayangnya, ketika itu Jubir pihak keluarga penerima peminangan kurang (atau tidak) responsif secara lugas.
Kalimat-kalimat yang saya siapkan itu untuk menyertai tiap baki yang disiapkan.
Pembuka sebagai sapaan:
Pembuka Sapaan MeminangÂ
Hari ini kami datang, menapak jejak di tanahmu,
menyusuri jalan leluhur, dengan hati yang tunduk dan hormat.
Kami bawa lima dulang, bukan sekadar isi tangan,
tetapi tanda kasih dan hormat serta pengikat persaudaraan.
Seperti kata tua-tua: Nii ja te nmui' in hau 'tora', faut gwoa te nmui' in faut sukif,
tiang ada penyangganya, batu ada sandarannya.
Demikian pula hidup manusia, berdiri karena saling menopang.
Maka hari ini, kami datang menyandar pada keluargamu,
menyampaikan niat baik: bahwa bunga yang tumbuh di halamanmu,
hendak kami sambut untuk mekar di rumah kami.
Lima baki/dulang kami hendak letakkan di hadapan keluarga,
dulang sirih-pinang sebagai awal tutur,
dulang kain sebagai penutup tubuh indah,
dulang perhiasan sebagai penghias kehidupan fana,
dulang ternak dan jagung sebagai penopang nafkah,
dan dulang berkat sebagai peneguh janji.
Dengan ini, kami mengetuk pintu rumahmu,
mohon restu Tuhan dan ridho keluarga,
agar tali kekerabatan ini terajut dan terjalin
seperti benang tenun yang tak putus terus terurai,
seperti bukit batu di Timor yang tak tergoyahkan.
Baki/Dulang Pertama, berisi Kitab Suci dan Lilin. Narasi Dulang Pertama
Inilah dulang pertama yang kami bawa,
berisi lilin dan Alkitab,
tanda terang dan tanda iman.
Lilin kami letakkan sebagai cahaya yang menuntun langkah,
agar setiap jalan rumah tangga yang kelak dibangun
tidak tersesat dalam gelap dunia.
Ia melambangkan terang kasih,
yang tak pernah padam meski angin mengguncang.
Maka, janganlah tiup-padamkan ketika bersua hari bahagiamu.
Alkitab kami persembahkan sebagai dasar,
batu penjuru yang teguh,
agar hidup pasangan kekasih berdua bukan sekadar ikatan daging dan darah,
melainkan perjanjian kudus di hadapan Allah.
Di atas firman-Nya, cinta bertumbuh,
dan dalam kasih-Nya, rumah tangga berdiri kokoh.
Maka dulang pertama ini kami letakkan dengan hormat,
sebagai tanda bahwa jalan yang hendak ditempuh
adalah jalan terang,jalan kasih,jalan yang diberkati oleh Tuhan.
Baki/Dulang Kedua, berisi tanda terima kasih dan penghormatan kepada Orang tua, Keluarga, Pemerintah Desa dan Institusi Keagamaan. Narasi Dulang/Baki Kedua sebagai berikut.
Inilah dulang kedua yang kami bawa,
berisi kain tenun, hasil tangan yang sabar,
jalinan benang demi benang,
seperti kasih orang tua yang tiada henti.
Kain ini bukan sekadar penutup tubuh indah,
tetapi tanda hormat kami kepada ayah dan ibu terkasih,
yang dengan peluh dan doa telah menumbuhkan bunga di halaman,
hingga kini mekar dan harum.
Setiap helai benang melambangkan ucapan terima kasih,
setiap motif tenun melukiskan doa panjang umur,
sehat, dan damai.
Kami sertakan pula rasa terima kasih dengan bingkisan kecil
di dalam baki berbungkus kain putih, kenangan masa berlalu
mimpi indah ke masa depan pada Ananda terkasih yang tumbuh sebagai kembang desa.
Teringat pula kami pada Pemerintah Desa sebagai Pengayom,
demikian pula pada kaum Penasihat dalam institusi keagamaan
Kiranya pemberian ini diterima dengan rona berseri senyum
Kiranya kaki dan tangan ringan ketika menjadi penopang kami
pada acara dan hajatan keluarga di lingkungan ini.
Maka dulang kedua ini kami letakkan dengan rendah hati,
sebagai tanda kasih, tanda hormat, dan tanda syukur kami,
kepada orang tua yang menjadi asal mula segala kebaikan.
Baki/Dulang ketiga dan keempat, menyasar Gadis yang hendak menerima peminangan.Â
Inilah dulang ketiga yang kami bawa,
berisi peralatan berias diri,
tanda penghormatan kami kepada sang putri.
Cermin kecil, sisir, dan harum wewangian,
bukan sekadar benda hias,
melainkan lambang doa,
agar wajahmu selalu berseri,
cahaya matamu tetap bening,
dan senyum bibirmu tak pernah pudar.
Seperti bunga di lembah yang disapa embun pagi,
begitulah engkau disayangi,
dan begitulah kami berharap,
engkau senantiasa terjaga dalam keindahan dan kemuliaan.
agar tubuhmu terlindungi dalam kasih,
seperti benang tenun yang saling merangkul.
Barang mas ini melambangkan kemuliaan,
kilau yang tak sekadar menghiasi,
tetapi menjadi tanda bahwa engkau berharga,
lebih mulia daripada emas murni,
lebih indah daripada batu permata.
Dengan pakaian dan emas ini,
kami ingin berkata:
bahwa engkau bukan sekadar gadis yang dipinang,
tetapi engkau adalah permaisuri dalam rumah,
pelita dalam keluarga,
dan cahaya dalam setiap langkah hidup bersama.