Mohon tunggu...
Heri Martanto
Heri Martanto Mohon Tunggu... Pilot - Ordinary People

Untuk Indonesia

Selanjutnya

Tutup

Humaniora Artikel Utama

Indonesia Sedang Krisis Pilot, Benarkah?

9 September 2016   12:49 Diperbarui: 10 September 2016   20:46 1239
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.

Mengatasi permasalahan akan kebutuhan pilot tidak bisa hanya dengan perhitungan matematis saja, tetapi dalam pelaksanaannya memerlukan kebijakan dan ketegasan dari regulator atau pemerintah.

Untuk menjadi pilot bukanlah sesuatu hal yang terlalu sulit apabila disertai dengan semangat hanya untuk mendapatkan lisensi saja. Yang lebih sulit dan tersulit adalah menjawab tuntutan untuk menjadi pilot profesional. Pilot tidak hanya berkutat dengan aspek motorik saja yang biasa disebut “Stick and Rudder”, akan tetapi meliputi multi aspek diantaranya aspek kognitif, motorik, psikologis, jasmani dan analisis. 

Kualitas pilot harus tetap dijaga pada posisi tertingginya dalam menjamin tingkat keselamatan penerbangan yang diharapkan, demikian juga kualitas dari lulusan pilot abinitio (pemula). Dalam menjaga kualitas ini, pihak regulator tidak bisa hanya dengan menghimbau lembaga pendidikan penerbangan untuk meningkatkan kualitas dan daya saingnya saja, tetapi perlu untuk melakukan penetapan kebijakan ataupun regulasi dan mengawasi pelaksanaan regulasi secara benar dan tegas.

Penataan jenjang karir bagi profesi pilot secara nasional sudah sangat mendesak untuk dilaksanakan. Penataan ini dimaksudkan bukan untuk menjegal ataupun menyulitkan pofesi pilot tetapi jauh ke depan akan sangat membantu verifikasi yang dilakukan regulator dalam melakukan fungsi kontrol terhadap SDM penerbangan ini. 

Tentu kita semua menginginkan adanya satu sistem karir yang tertata sejak dari rekrutmen sampai dengan pensiun. Terutama Negara kita yang merupakan Negara kepulauan yang tersebar dari sabang sampai merauke, selain pilot yang aktif di maskapai besar, diperlukan pula banyak pilot untuk aktif di maskapai komuter atau perintis sehingga moda transportasi udara ini benar – benar dapat mendukung terlaksananya pemerataan dan penyebaran pembangunan sampai ke daerah pelosok tanah air. 

Menerbangkan pesawat besar atau pesawat jet bukanlah suatu keharusan atau kebanggaan bagi profesi pilot, tetapi lebih merupakan faktor kemampuan dan kesempatan saja. Kebanggaan terbesar bagi seorang pilot adalah jika tetap selamat dalam catatan karirnya sampai di usia pensiun. 

Di sisi lain pun kesejahteraan atau remunerasi yang ada harus disesuaikan agar tidak terjadi ketimpangan yang ekstrem antara pilot maskapai dan pilot perintis. Di beberapa Negara telah dilakukan penataan karir seperti ini dimana regulator berperan aktif dalam menetapkannya, seperti contoh yang ada pada diagram dibawah yang berlaku di Selandia Baru.

www.iata.org
www.iata.org
Selain jenjang karir konvensional tersebut di atas ada juga alternatif mengenai jenjang karir untuk menjadi pilot maskapai yaitu dengan pengaplikasian skema Multi-crew Pilot License (MPL) yang sudah dicanangkan oleh International Civil Aviation Organization (ICAO) dalam Annex 1 sejak tahun 2006. 

MPL merupakan suatu pengembangan yang signifikan berdasarkan pendekatan kompetensi dalam pelatihan pilot professional. Aplikasi dari skema MPL ini memerlukan kerjasama yang baik antara Operator, Lembaga Pelatihan Penerbangan dan Regulator sehingga keluaran dari program ini benar – benar memiliki kualitas yang baik dan bermutu tinggi dari segi kompetensi. Tetapi tentu saja untuk mengaplikasikan skema ini membutuhkan kesungguhan dari Regulator dan waktu yang masih cukup panjang.

www.iata.org
www.iata.org
Usia produktifitas profesi pilot perlu untuk dikaji ulang untuk lancarnya proses produksi dan regenerasi pilot di masa depan. Setiap Negara memiliki aturan yang berbeda mengenai batas usia pensiun bagi seorang penerbang, mulai dari usia 60 tahun sampai dengan usia 70 tahun. 

Tidak ada salahnya jika dilakukan studi kembali mengenai batasan ini sesuai dengan perkembangan ilmu pengetahuan yang termutakhir saat ini. Apakah batasan usia 65 tahun masih relevan atau tidak masih perlu untuk dirumuskan bersama dengan mempertimbangkan kondisi saat ini dan proyeksi masa depan.

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
Mohon tunggu...

Lihat Konten Humaniora Selengkapnya
Lihat Humaniora Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun