Mohon tunggu...
Hermansyah Siregar
Hermansyah Siregar Mohon Tunggu... Administrasi - ASN

Menguak fakta, menyuguh inspirasi

Selanjutnya

Tutup

Foodie Artikel Utama

Serunya Menikmati Kuliner Khas Thailand di Thai Park, Berlin

14 Oktober 2018   11:11 Diperbarui: 15 Oktober 2018   12:14 1663
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Thai Park di lihat dari pinggir jalan (dokpri)

Ketika pemerintah di negara maju sibuk berbenah diri untuk menciptakan suatu ketertiban dan kenyamanan lingkungan kota dan pasar, maka lain halnya di Indonesia, yang mana terdapat kebijakan untuk menggusur pedagang kaki lima karena dipandang  sebagai sumber kekumuhan dan kesemrawutan.

Setiap kota memiliki satuan kerja satuan polisi Pamong praja lengkap dengan berbagai atribut dan perlengkapan seperti paramiliter. Setiap hari di media sosial kita mendengar bagaimana Satpol PP berjibaku dengan pedagang  jalanan yang berjuang mencari pendapatan ala kadarnya.

Di satu sisi kita mengapresiasi kebijakan pemerintah kota untuk menciptakan suasana nyaman bagi warganya, namun di sisi lain kita juga prihatin di mana warga marjinal dengan segala keterbatasannya, berjuang untuk bertahan hidup harus rela dikejar-kejar dan menerima dagangan mereka disita karena melanggar Perda ketenteraman dan ketertiban.

Entah kenapa tiap kali melihat peristiwa tersebut, perasaanku selalu terbelah. Aku sangat respek kepada rakyat kecil yang masih punya semangat dagang dengan modal yang kecil dan minim, tapi masih mencoba mengadu peruntungan nasib. Namun mereka harus "kucing-kucingan" dengan aparat pamong yang semestinya mengayomi keberadaan mereka.

Bagi pedagang kaki lima, mengejar keuntungan walaupun kecil haruslah direbut walaupun mengganggu ketertiban warga sekitar. Kalau dibiarkan berdagang di pinggir jalan, mereka awalnya senang tapi kemudian merasa kurang leluasa dan lapakpun terus berkembang, membengkak hingga mencapai bahu jalan.

Kalau terus dibiarkan, mereka akan ekspansi lebih jauh lagi dengan mengokupasi badan jalan. Dan bila semakin terus dibiarkan maka suatu saat seluruh jalan akan tertutup dan tersulaplah jalan menjadi pasar jalanan.


Apakah di negara maju tidak ada pedagang kaki lima? Apakah semua pedagang kaki lima telah diangkat harkat martabatnya menjadi penyewa atau pemilik toko kemudian beranjak menjadi usaha mikro, menengah bahkan besar (UMKM)?

Atau mungkin pedagang kaki lima tidak terlalu banyak karena kesempatan kerja yang cukup luas sehingga merasa tidak perlu bergerak di sektor informal yang penuh dengan ketidakpastian?

Atau karena kesadaran masyarakat yang cukup tinggi untuk tidak bertransaksi dagang dengan pedagang kaki lima karena produk yang dijajakan tidak layak pakai, berkualitas rendah atau produk makanan yang disajikan dikategorikan tidak higienis?

Semua serba minimalis.Dokpri
Semua serba minimalis.Dokpri
Aku rasa kalian pasti punya pikiran yang sama dengan denganku bahwa tuntutan serba keteraturan dan disiplin warga yang merupakan way of life -lahsebagai faktor utama terciptanya tata kota yang tertib, rapi dan indah sehingga serba ketidakteraturan dan kesemrawutan bersifat nihilisme di masyarakat yang sudah maju.

Warga akan menolak dan memprotes bila terjadi ketidakteraturan dan pemerintah pun akan mencegah dan menindak setiap adanya upaya pihak-pihak yang berpotensi menciptakan ketidakteraturan.

Ternyata perkiraanku kali ini terjungkirbalikkan ketika siang ini berkunjung ke Thai Park di Brandenburgische Str. 10707 Berlin. Anakku yang sulung bilang pasar ini sangat ramai dan banyak dikunjungi tidak hanya orang Thailand atau Asia tetapi juga oleh orang asli Jerman dan Eropa. Banyak makanan khas Thailand juga dijual di sana.

Bayanganku, pasar ini pasti didesain sedemikian rupa bernuansa etnik Thai dengan pelayan yang berdandan rapi dengan pakaian khas tradisionalnya. Meja dan kursi ditata rapi dengan sajian dan tampilan menu yang sekaliber dengan ala western food.

Setelah berkeliling berkali-kali di luar pasar untuk mencari parkiran. Akhirnya aku tiba di lapangan yang luas dengan rumput yang sangat hijau. Namun, dari luar sudah terlihat warga sedanng  berjubel tumplek blek memenuhi lapangan tersebut.

Searching Thai Park via Google.
Searching Thai Park via Google.
Di tepi lapangan, aku lihat segerombolan orang yang sedang bermain bola sambil bertelenjang dada. Di atas rumput banyak orang menggelar tikar seadanya, ada yang duduk dan berbaring. Ada yang sedang tertelungkup tanpa baju dan sedang dipijat oleh pemijat yangg roman mukanya seperti orang Thailand.

Ada pula yang makan dengan bungkusan di tangan seperti sedang memegang pisang goreng. Di segenap penjuru lapangan, ku lihat juga  ada antrian pembeli yang mengular yang sedang mengantri untuk membei gorengan.

Selain itu, terdapat juga penjual makanan lainnya seperti penjual kerak telor. Tiap-tiap pedagang dibatasi dengan sekat karton setinggi 20 cm sebagai pembatas. Dan menariknya adalah pembeli antri dengan tertib menunggu pesanan. Hal tersebut jadi membuatku teringat suasana pasar di halaman luar Stadion Manahan Solo setiap minggu pagi. 

Melihat pasar di Berlin, membuatku jadi berpikir mengapa pasar di Indonesia begitu semrawut. Yah kalau begini mana mau turis datang berkunjung dan menikmati makanan sambil duduk lesahan. Namun ternyata suasana semrawut terkadang  juga didambakan oleh mereka yang hidup di dalam serba keteraturan, sungguh absurd.

Gelar tikar dan pembeli silakan lesehan. Dokpri.
Gelar tikar dan pembeli silakan lesehan. Dokpri.
Namun walaupun kelihat semrawut dan berdesak-desakan, ternyata tetap ada keteraturan; teratur untuk membuang sampah pada tempatnya, teratur antri sesuai jalur menuju penjualnya.

Udara berdebu memang tidak terhindarkan di musim panas ini tapi mungkin itu juga menjadi daya tarik menambah eksotisme kesemrawutan.

Aku penasaran kenapa pasar ini dinamakan Thai Park dan kenapa sampai pemerintah kota Berlin begitu mengistimewakan pedagang kaki lima yang berasal dari Thailand. Harus kita akui di berbagai negara Eropa, representasi budaya dan kuliner negara yang berasal dari Asia Tenggara lebih didominasi oleh Thailand dan Vietnam karena memang populasi diasporanya lebih banyak, terlebih sejarah panjang pasca perang dunia kedua dan perang dingin dahulu.

Banyak imigran pengungsi yang berasal dari Vietnam ke negara Eropa pada masa itu. Dan saat ini selain restoran Vietnam, restoran Thailand juga sudah merambah ke berbagai pelosok kota-kota di Eropa. Tidak hanya restoran, namun relaksasi Thai massages sudah mulai bertebaran.

Thai Park sejarahnya kurang jelas kata temanku. Taman ini nama aslinya Preußen Park in Wilmersdorf. Sudah sejak lebih dari 20 tahun jadi tempat tongkrongan warga Thailand dan Asia lainnya terutama di akhir pekan. Awal mulanya taman ini hanya jadi tempat piknik biasa, tapi lama kelamaan berkembang.

Karena pikniknya membawa makanan dan masak di taman yang mana sesuai dengan kultur orang Asia yang ramah dan suka bercengkrama, maka di taman ini juga sering terjadi saling mencicipi makannan yang akhirnya berkembang menjadi tempat berjualan makanan.

Bagi orang Thailand sendiri datang ke taman ini karena merasa makanan Thailand di restoran sudah kurang orisinil. Selain itu mereka menggunakan taman ini sebagai tempat berkenalan dan berkumpul dengan generasi diaspora Thailand.

Meskipun sebenarnya semua ini ilegal, Pemda melarang untuk berjualan makanan di taman dengan alasan tidak memenuhi unsur higienitas, tidak ada air dan listrik. 

Para penjual makanan semuanya tidak bersertifikat dan tidak ada izin jualan sehingga mereka jarang membayar pajak. Namun, sepertinya pemerintah kota sampai saat ini seolah tutup mata dan menjadi perdebatan yang tidak kunjung usai.

Duduk lesehan sangat egaliter. Tua dan muda dan berbagai lapisan warga bisa duduk bersama. Dokpri.
Duduk lesehan sangat egaliter. Tua dan muda dan berbagai lapisan warga bisa duduk bersama. Dokpri.
Okelah...terlepas dari polemik keberadaan Thai Park, pasar atau taman ini telah menjadi ikon dan menjadi melting pot yang tidak hanya dikunjungi oleh orang Thailand atau Asia tetapi juga orang Jerman dan Eropa. 

Nama Thai Park telah menjadi simbol diakuinya eksistensi warga Thailand di Jerman dan menjadi promosi gratis kuliner khas "Negara Gaja Putih" tersebut.

Pemerintah kita sebaiknya meniru promosi wisata negara ini dengan dual strategy-nya. Kita tidak hanya fokus memperbaiki objek-objek wisata, infrastruktur dan konektivitas di Indonesia tapi juga berupaya membranding Indonesia langsung di negara asal calon wisatawan dengan ekspansi modalitas khasnya seperti kuliner nusantara.

Bukankah masakan rendang pernah masuk ke dalam guinness book of record sebagai makanan yg terlezat di dunia? tapi mengapa makanan ini dan masakan padang tidak mampu berekspansi ke luar negeri?

Kadang ketidakteraturan dikangenin juga. Dokpri.
Kadang ketidakteraturan dikangenin juga. Dokpri.
Menurutku sebaiknya dibuat suatu kebijakan keuangan berupa pemberian modal pinjaman bagi diaspora Indonesia yang akan membuka usaha restoran di luar negeri. Bank pemerintah harus lebih ekspansif ke luar negeri. Buka banyak kantor cabang untuk membuka akses perbankan bagi diaspora kita. Jangan bank-bank pemerintah kita, maaf hanya jadi jago kandang di dalam negeri. 

Rasanya kita pengen suatu masa nanti Victoria Park di Hongkong berubah menjadi Indo Park dan Pasar Tong Tong di kota Den Haag Belanda menjadi Pasar Indonesia atau setidaknya ada pojok jajanan pasar dengan branding Indonesian culinaries.

Untuk mempertahankan diferensiasi rasa, saya dengar bumbu masakan Thailand itu sekarang dipasok langsung dari negaranya dan dibawa oleh cargo flag carrier airline-nya dengan potongan khusus biaya kirim.

Strategi ini dilakukan untuk mempertahankan cita rasa masakan khasnya. Karena sekali lagi, lidah tidak bisa bohong. Untuk mempertahankan kejujuran rasa maka bumbu harus bercita rasa yang sesuai dari tempat asalnya.

Bahkan saya pernah mendengar, Duta Besar Indonesia pernah bertemu koleganya Duta Besar Thailand dan bilang kalau para duta besar "Negara Gajah Putih" tersebut diberikan target kinerja oleh kerajaan untuk mendorong pembukaan restoran Thailand di negara akreditasinya. Kalau gagal, siap-siap untuk ditarik pulang. 

Ketika kuliner khasnya sudah menjadi trendsetter maka dengan mudah dikemas menjadi jajanan pasar seperti di Thai Park Berlin. Meskipun pasar yang semrawut tersebut sudah  bertransformasi menjadi Thai Park, konsep pasar tersebut tetap menjadi daya tarik warga untuk berkunjung.

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
  4. 4
Mohon tunggu...

Lihat Konten Foodie Selengkapnya
Lihat Foodie Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun