Mohon tunggu...
Hermansyah Siregar
Hermansyah Siregar Mohon Tunggu... Administrasi - ASN

Menguak fakta, menyuguh inspirasi

Selanjutnya

Tutup

Inovasi Artikel Utama

Renungan Blogger Pemula, Antara Kualitas atau Popularitas

3 April 2018   22:19 Diperbarui: 4 April 2018   11:59 1792
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
ilustrasi. (pixabay.com)

Berlin, 01/04/18. Seorang penulis pemula, saat mulai berani mempublish tulisannya, biasanya diawali dengan menggunakan media yang terbatas yang hanya dibaca oleh teman-temannya. Di dalam dunia politik cara ini disebut test the water atau istilah dagangnya mengukur respon pasar. Demikian juga denganku, dan media terbatas tersebut adalah Facebook (FB) karena yang bisa membacanya adalah teman-temanku yang sudah berstatus teman.

Awal memposting tulisan yang rada panjang dari sekedar status di FB, rasanya bercampur aduk. Sedikit deg-degan, khawatir namun ada senangnya juga. Khawatir, karena penasaran apakah pasar akan menerimanya dengan baik, merespon ala kadarnya atau malah membuat pembaca bertambah bingung.

Mengukur respon pembaca atas sebuah tulisan khususnya di FB menurutku tidaklah mudah, terlebih dengan budaya ketimuran kita ysng cenderung suka berbasa-basi.

Senangnya adalah saat memposting tulisan di FB seperti sedang proses pembuangan hajat (maaf). Saat tulisan sudah selesai dibuat dan siap untuk diposting dengan mulai memencet tombol post, pointer layar monitor ponsel berjalan dari kiri ke kanan menunjukkan persentase uploading data dari 0 % hingga 100 %.

Menyaksikan jalannya loading persentase tersebut seperti sedang mengalami suasana ngeden (lagi-lagi maaf) karena telah berhari-hari menahannya dan saatnya melepaskan keluar dan terasa plong... uploading-pun dinyatakan selesai.

Selanjutnya, tibalah saat yang mendebarkan. Bagaimanakah respon teman-teman FB sesaat setelah membaca uploading tersebut? Impressi pertama ini cukup menentukan karena spt kata iklan deodorant; kesan pertama begitu menggoda selanjutnya terserah anda.


Respon jauh hari setelah posting terkadang rada bias karena bisa saja ada faktor lain yang mempengaruhi pembaca. Mungkin sedang kesengsem atau lagi kangen sama penulis he..he...

Setelah happening art event selesai, biasanya aku membaca kembali dan mereview tulisan tersebut. Dari beberapa tema tulisan, terdapat kecenderungan pembaca lebih banyak merespon tulisan ringan dan lucu daripada yang berat dan berbau politik.

Barangkali teman-teman FB ku sudah capek dan lelah bekerja seharian dan rada bosan dengan berita politik Indonesia yang seperti dagelan. Terlebih semakin banyaknya para penggiat medsos yang sudah terjangkit gejala penyakit "Post Truth" khususnya dalam merespon isu politik yang berbau SARA.

Untuk mengetahui minat pembaca atas suatu posting tulisan, aku mengklasifikasi respon dalam 5 kategori indikasi.

Kategori pertama, pembaca yang apresiatif. Indikasinya adalah memberikan mention atau komentar dengan mencuplik isi tulisan. Pembaca seperti ini biasanya sedang punya waktu luang dan tertarik dengan judul dan ingin tahu arah dan kedalaman tulisan.

Yang kedua, pembaca yang bijaksana. Indikasinya adalah membaca judul dan paragraf pertama tulisan (tanpa membaca isinya lebih lanjut) dan memberikan tanda like, love atau smile serta komentar singkat berupa pujian. Pembaca seperti ini adalah tipikal orang yang sibuk namun berhati baik. Mereka sangat menghargai artinya usaha dan persahabatan dan mensupport temannya yang sedang mencoba berkarya. Coba terus jangan putus asa, mungkin seperti itulah yang ada dalam benak mereka.

Kategori ketiga adalah pembaca yang baik hati. Indikasinya adalah membaca hanya judul, melihat gambar dan membubuhkan tanda emoji like, love dan smile tanpa berkomentar apapun untuk menjaga tali silaturahmi dengan harapan ketika mereka memposting juga akan di klik dengan emoji yang sama.

Yang keempat, adalah pembaca yang pengertian. Tidak ada indikasi namun terlanjur membaca judul tulisan dan gambar saat membuka atau menscroll timeline FB. Tidak mengklik emoji apalagi berkomentar tapi tahu temannya lagi mencoba suatu peruntungan dengan hobinya yang baru. Teman ini tidak ingin bersikap yang menimbulkan prasangka buruk oleh temannya yang baru belajar menulis, apakah memang benar-benar memberikan apresiasi atau sekedar basa basi. Bukankah berprasangka buruk (suuzhon) akan menimbulkan dosa.

Yang kelima adalah pembaca yang diam atau silent readers. Tidak ada indikasi sama sekali namun membaca judul dan tulisan secara utuh dari paragraf pembuka hingga penutup. Tidak memberikan emoji dan ulasan komentar apapun. Pembaca seperti ini sangat sulit ditebak isi hati dan pikirannya. Apakah seorang penggemar setia tapi pemalu atau sebagai haters yang dalam hati kecilnya ternyata menyimpan rasa kagum (ge er he..he..).

Kelemahan aplikasi FB bagi penulis adalah tidak adanya notifikasi memberikan tanda berapa banyak jumlah pembaca suatu postingan sehingga sulit mengindentifikasi silent readers kecuali postingan video.

Blogger Pemula

Rasa penasaran pengen tahu jumlah pembaca seperti halnya jumlah viewers di Youtube mendorong si pemula ini untuk mulai mencari tahu dan memberanikan diri untuk menggunakan platform media sosial yang lebih luas yaitu personal blog seiring semakin banyaknya kumpulan tulisan pendek yang dibuat.

Kabarnya di dalam aplikasi blog terdapat sajian data statistik berapa jumlah pembaca diam termasuk emoji dan kolom komentar seperti FB dan yang juga penting semua tulisan dapat dikumpulkan dalam suatu folder aplikasi (tidak bercampur dengan postingan status spt di FB).

Dengan dibantu teman (maklum faktor u), akupun membuat personal blog pada aplikasi blogspot dengan alamat ini. Dan kini menjelmalah si penulis pemula tadi menjadi seorang blogger pemula. Wuah kedengarannya keren ya..menjadi blogger. Bagi aku yang kids zaman old, menyandang gelar baru sebagai blogger rasanya keren banget walaupun sadar diri kualitas tulisanku masih underrated.

Sesudah berjalan sekitar 6 bulanan dengan menggunakan 2 platform aplikasi medsos FB dan personal blog, kelihatannya terjadi gejala penurunan jumlah pembaca di FB namun sebaliknya terjadi peningkatan pembaca (viewers) di blog.

Mungkin pembaca FB pada suatu titik mengalami kejenuhan karena sudah memahami gaya tulisan, arah ulasan dan tema yang disajikan. Hal ini aku maklumi karena memang selalu menulis dengan tema yang sama berdimensi humaniora, keberagaman, travelling dan kuliner. Secara sadar sebagai penulis, aku berupaya menempatkan diri berada pada posisi yang tidak berhadapan sebagai oponent terhadap pihak lain.

tangkapan layar
tangkapan layar
Sparring Partner

Sikap seperti itu menurutku suatu saat akan menemukan fase kehabisan resources dan inspirasi karena minimnya sparring partner. Tulisan di medsos yang cenderung mencari likers sebanyak-banyaknya disatu sisi memang menyenangkan dan tanpa beban. Menambah teman dan meningkatkan tali silaturahmi namun akan mengurangi energi untuk menggali ide dan tema baru serta kurang kuatnya ketajaman analisa karena tiadanya sparring partners dalam hal ini adalah penulis opponent yang juga bersikap sebagai haters.

Kok bisa...?
Ya.. karena dalam dimensi tertentu, kehadiran penulis opponent menurutku tetap punya manfaat bagi penulis. Ia adalah lawan tanding yang bisa setimpal atau lebih jago dari kita yang bisa memotivasi agar mau berlatih keras dan lebih keras lagi. 

Sehebat-hebatnya Mohammad Ali sang petinju, tetap dia membutuhkan lawan tanding untuk menjaga stamina dan meningkatkan performancenya. Namun ada juga penulis opponent yang berada di bawah level kita walaupun demikian mereka yang seperti ini tetap berguna karena bisa membuat kita tersenyum geli bahkan tertawa ngakak.

Cerita yang bersifat naratif tidak menimbulkan suatu bentuk penyikapan dan determinasi menempatkan dua kutub (bipolar) berlawanan secara ekstrim. Memuja atau mencela, memuji atau mencaci, mengagumi atau mengasihani, menyerang atau membela, merangkul atau memukul.

Ketika zonasinya berkumpul di tengah maka komunitas penikmatnya pun akan stagnan dan cenderung menurun karena bandul pendulum semakin lama semakin lambat bergerak dan suatu saat akan berhenti.

Contoh kontemporer hilangnya sparring partner utama yang mengurangi semangat menulis~ setidaknya menurutku~ adalah aktivis medsos Denny Siregar (DS). Dengan keadaan Jonru (JR) yang saat ini sedang menghadapi masalah hukum, DS sepertinya menjadi kehilangan gairah menulis karena lawan tanding yang kepiawaian menulisnya setara dengannya telah sepi bahkan hilang postingan tulisannya.

Kini DS seperti petinju yang latihan sendiri, skipping kiri dan kanan, maju mundur sambil sesekali memukul angin. Kalau pukulan yang diluncurkan terlalu keras bisa goyah dan sempoyongan sendiri.

Saat ini tulisan DS rasanya semakin datar dan terkadang hanya menbagikan sebuah link berita dan berkomentar tidak sampai 1 paragraf. Share dan komentari link berita merupakan suatu tindakan yang absurd bagi DS dahulu, karena positioning-nya adalah seorang penggiat medsos dengan tulisan pendek yang menarik, lugas, informatif, lincah mencubit dan menggelitik.

Bagaimana dengan haters kedua penulis tersebut? Nah.. ini yang menarik. Sejak pilpres dan berlanjut dengan pilkada DKI, warga pemilih menjadi terbelah bahkan masih ada yang berlanjut setelah pemilihan berlalu. Masing-masing para pendukung terus melanjutkan sikap berhadap-hadapan khususnya di media sosial dan sebagai penjurunya adalah para penulis handal aktivis medsos.

Aku tidak tahu apakah penulis tersebut muncul by design atau secara alami. Namun dengan kehadiran mereka, dunia alam gaib semakin ramai dan menciptakan para likers bejibun yang dapat bersikap dan bertindak seperti ninja kesatria bayangan. Semakin banyak likers disatu pihak pada hakikatnya semakin banyak juga tercipta haters dipihak lain begitu pula sebaliknya. Eskalasi perang persepsi dan isu tentu akan semakin meningkat seiring dengan makin berjubelnya jumlah likers dan haters.

Selanjutnya, setelah JR tersandung masalah hukum, bagaimana dengan nasib likers-nya? Apakah mati suri karena sudah gak ada lapak? Ada beberapa kemungkinan menurutku sbb:

Pertama; mengasihani nasib JR dan mengikuti secara seksama perkembangan berita keberlanjutan kasusnya dan tak lupa membuat komentar dukungan pada JR sembari mengecam penguasa atau penegak hukum.

Kedua; mengasihani nasib JR dan mencari figur penulis baru yang sesuai dengan positioning keberpihakannya dan tentunya semakin mengobarkan hate speech bagi pihak lawan.

Ketiga; menjelma menjadi penulis amatiran dengan lagak sekelas seperti JR tapi rada hati-hati agar tidak bernasib sama dengan JR.

Keempat; menjadi pengamat media (aktivis medsos pasif) dan menshare berita yang sesuai dengan aspirasi dan keterbelahan sikapnya sebagai keberlanjutan dampak kontestasi pemilihan tadi.

Kelima; ramai-ramai masuk ke dalam lapak DS dan bergelut dengan para likers-nya DS serta membully setiap postingan dan tulisan DS.

Nah.. poin kelima ini yang paling menarik. Dengan berkumpulnya likers dan haters dalam 1 medan juang (lapak) yang sama, maka DS mendapatkan barokah epicentrum atensi yang luar biasa di jagad maya. Setiap postingan tulisannya langsung menjadi goro-goro dan trending topic. Para likers dan haters segera menyambar dan bersahut-sahutan. Banyak yang membela, mendukung, memuji, mendoakan, mengagumi dan tak kalah banyak juga yang menunjukkan respon yang sebaliknya.

Walaupun DS sudah menurun kadar tulisannya, karena kehilangan sparring partner utama, namun lapak medsosnya malah semakin ramai. Cukup dengan tulisan 1 paragraf bahkan hanya menshare link berita dengan panjang komentar 1 kalimat saja, dalam sekejap kolom komentar, emoji, reshare post dari para kurcaci riuh rendah.

Apakah kondisi ini cukup menarik bagi DS sebagai seorang penulis. Aku rasa hati kecilnya akan berkata lain. Banyaknya likers maupun haters yang sebenarnya juga sebagai likers karena meramaikan lapak tulisannya bukanlah tujuan hakiki bagi seorang penulis tapi bagaimana agar substansi tulisannya dapat menjadi inspirasi yang menggugah bahkan mengubah pemikiran dan perilaku pembaca.

Beyond Popularity

Selama kurang lebih 6 bulan memperluas jangkauan pembaca melalui platform personal blog ternyata views pembacanya cukup lumayan sebanyak 2.916 untuk sekitar 60 tulisan.

Aku gak menyangka respon pasar lumayan bersambut. Gak kebayang rasanya sekian ribu pasang mata telah membaca tulisan pendekku. Senang tentunya walaupun sedikit emoji ataupun komentar yang termuat dalam blog tersebut. Mudah-mudahan tulisanku bermanfaat bagi para pembaca. Kalau dalam dimensi agama, 1 ayat yang tersampaikan sudah menjadi ladang ibadah. Amin.

Namun kawan, ditengah kepuasan batin, ada lagi teman yang menggoda, kenapa gak mencoba memperluas lebih jauh jangkauan pembaca tulisannya. Awalnya aku merasa enggan bukankah media bio blog sudah dapat menjangkau semua pembaca. Setiap mengetik kata kunci di search engine google, link personal blogku akan muncul otomatis dan tanpa biaya pula. Sudah cukuplah itu. Toh menulis di medsos hanyalah sebuah keisengan aja bagiku.

Tapi ajakan untuk sign in ke dalam platform jurnalisme warga (citizen jurnalism) selalu menggodaku terlebih yang difasilitasi oleh media mainstream. Ada teman yang menyarankan bergabung dengan Kompasiana mengingat membernya yang sangat banyak (355.000) maupun pembacanya (sekitar 13 juta orang) dan tentunya dikelola oleh jaringan media massa terbesar di Indonesia.

Singkat cerita akhirnya aku pun mendaftar sebagai kompasianer dan mencoba menggunakan fasilitas platform blog dengan tagline Beyond Blogging ini sejak 5 hari lalu. 4 tulisan sudah kuposting dengan hari yang berbeda yaitu: Kota Batam Sebuah Retrospeksi, Kiblatnya para Gibol, Milano Kota 2 Scudetto, Bang Thoyib Plesiran ke Berlin. Hasilnya sangat mencengangkan, setidaknya bagiku.

Sebagai debutan, total viewers untuk keempat postingan tersebut sudah mencapai 1265 pasang mata. Pembaca terbanyak dari keempat tulisan adalah "Kota Batam, sebuah Retrospeksi" sebanyak 407 pembaca dan 2 likers. Ruaarrr biasaaa...

tangkapan layar
tangkapan layar
Bandingkan dengan personal blog yang hanya mendapatkan 2916 pembaca selama 6 bulan dengan jumlah 60 tulisan.

Aku merasa seperti melayang melihat banyaknya jumlah pembaca tulisanku. Mudah-mudahan mereka mendapatkan suatu nilai yang positif atau paling tidak sudah tahu ada kompasianer baru sebagai warga dilapak citizen news. Aku tidak tahu apakah viewers tersebut benar-benar membaca tulisan sampai tuntas atau hanya sekedar buka dan membaca paragraf awal... ah biarlah itu urusan pembaca.

tangkapan layar
tangkapan layar
Gak usah terlalu dipikirin. Yang penting nikmati aja kenaikan jumlah pembaca dari waktu ke waktu untuk setiap tulisan di Kompasiana. Coba kalian bayangkan, kalau ada sekumpulan orang berkumpul hingga mencapai jumlah pembaca tulisanku seperti tercatat di data statistik Kompasiana...wuah bakalan penuh 1 lapangan basket.

Sebagai debutan (meminjam istilah blogging tersebut) banyaknya jumlah pembaca menjadi stimulus bagiku untuk semakin rajin menulis. Rasanya lucu juga kalau menulis tapi tidak punya pretensi untuk dibaca banyak orang. Namun terkadang ada tanya dalam hati, kalau niat seperti itu yang dipunyai penulis, apakah masih murni idealismenya sebagai penulis?

Orientasi terhadap popularitas daripada kualitas menjadi taruhannya. Menyenangkan banyak pembaca dengan tulisan yang sesuai dengan afiliasi dan pandangan sosial politiknya atau menulis sesuai kata hati dan akal pikiran penulis yang berkembang?

Popularitas bisa menjadi pisau yang bermata dua. Mampu menggiring pembaca sesuai dengan visi sipenulis atau memanjakan pembaca hingga terlena tanpa banyak memberikan values dan prespektif baru.

Namun kualitas tanpa popularitas sama tidak beruntungnya karena hasil karya kreatif akan menjadi kurang bernilai seakan berada di ruang hampa.

Kesimpulannya menurutku adalah... jangan terlalu mikir, apakah kelak popular atau berkualitas tulisanmu, kawan. Menulislah apa yang dipikir dan dirasakan. Jujurlah menuangkannya. Dimulai dari lapak kecil pertemanan yang terbatas hingga terbuka luas untuk publik. Menulis merupakan sarana melarikan diri yang mengasyikkan saat mengisi waktu senggang... selanjutnya itu adalah urusan pembaca. 

Tulisan ini sudah pernah diposting pada blog pribadi penulis.

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
  4. 4
  5. 5
  6. 6
Mohon tunggu...

Lihat Konten Inovasi Selengkapnya
Lihat Inovasi Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun