Mohon tunggu...
Herman Efriyanto Tanouf
Herman Efriyanto Tanouf Mohon Tunggu... Penulis - Menulis puisi, esai, artikel lepas

Founder dan Koordinator Komunitas LEKO Kupang

Selanjutnya

Tutup

Sosbud Artikel Utama

Suara dan Celah Perjuangan Menuju Feminisme

2 Agustus 2019   20:29 Diperbarui: 3 Agustus 2019   10:51 350
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Ketika perempuan diberi keluasaan dalam bersuara. (Ilustrasi: Ingunn Dybendal)

Perhatikan bait ke-4 baris ke-1, Orang tiada siapakah sesungguhnya? / Orang tiada ialah yang tiada hati bagi orang tiada / Orang tiada ialah yang tiada faedah bagi orang tiada / Sebab tiada cinta kita pun sejatinya tiada! /.

Jika tidak diteliti secara cermat, maka pembaca akan terkecoh dengan antonimi terhadap Orang Tiada pada baris ke-2 dan ke-3 (bait ke-4) yang memiliki konsep berbeda. Sebab "orang tiada" pada akhir kedua baris tersebut merujuk pada "yang merasa ada". Mengapa demikian?

Tentunya hal dimaksud adalah sikap ekstrim atau protes kepada yang merasa ada. Dhenok dalam amanatnya mengharuskan suatu sikap dan tindakan yang tegas dari kaum perempuan, bukan saatnya lagi hati diandalkan. 

Hati dalam batasan saya seturut baris ke-2 identik dengan kelemahan. Lebih jelasnya camkan baris terakhir, di sana Dhenok seolah menyangkal cinta. Ialah cinta yang membelenggu, menyekat, membatasi, dan mencengkeram. Demikian, antara cinta dan tiada cinta, keadilan nyaris tak seimbang. Bayangkanlah! Cinta itu ada, tetapi tetap ada "orang tiada", apalagi tiada cinta. Sebab tiada cinta kita pun sejatinya tiada.

Kenyataan lain yang dapat ditemui bahwa puisi ini adalah cermin feminisme, ada pada pengulangan Orang tiada pada setiap awal baris dalam bait-bait. Dhenok mengulang Orang tiada sebanyak 15 kali. 

Dalam penafsiran lain, angka 15 jika disandingkan dengan angka kelahiran yang adalah situasi keberadaan manusia di dunia, maka pemaknaannya merujuk pada Al Qur'an yang sepadan dengan juz 15. Karakter diri dalam juz 15 adalah selalu optimis dan pemberontak (Darulqohar, 2011). Pemberontak dalam konotasinya adalah sebuah upaya perjuangan yang senantiasa mencari solusi atau jalan keluar dari suatu kungkungan.

Lantas, bagaimana upaya Dhenok dalam mencari jalan keluarnya? Perhatikan secara menyeluruh pada tubuh puisinya. Pengulangan Orang tiada pada setiap baris dalam bait puisi, di sana Dhenok menciptakan celah berupa garis lurus. 

Hemat saya, inilah cara Dhenok mencari jalan keluar sebagai suatu upaya dari gerakan yang semarak dikatakan feminisme. Di sana amanah Sarinah dan Kartini dikumandangkan. Di sana suara perempuan diperdengarkan. Di sana gugatan terkait feminisme begitu menggema. 

Dengan demikian, celah perjuangan yang telah diciptakannya dalam puisi Orang Tiada adalah buah ranum yang sarat gizi bagi tubuh kesusastraan Indonesia. ***

Kupang, 16/19
HETanouf

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
  4. 4
  5. 5
Mohon tunggu...

Lihat Konten Sosbud Selengkapnya
Lihat Sosbud Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun