Tamiya digemari karena selain bisa dikoleksi, juga bisa "dikulik." Mengoprek dinamo, mengecat ulang bodi, dan merakit mekaniknya menjadi pengalaman pertama bersentuhan dengan dunia teknik bagi banyak anak. Tak sedikit anak-anak 90-an yang meminta trek Mini 4WD sebagai hadiah sunatan. Balapan Tamiya memang memiliki daya tarik tersendiri, dengan seringnya diadakan kompetisi di pusat perbelanjaan.
Hobi Mahal yang Menarik Minat Beragam Kalangan
Layaknya balapan Formula 1, Mini 4WD membutuhkan perawatan serius dan strategi khusus untuk memenangkan kontes, mulai dari peningkatan bodi, roda, pengaturan gir, baterai, hingga komponen lainnya. Meskipun tergolong hobi yang mahal, penggemarnya terus bertambah. Mobil mainan plastik karbon tanpa pemberat ini semakin digandrungi, meskipun harus merogoh kocek dalam dan mengorbankan waktu demi mainan yang identik dengan kaum pria ini.
Pada masa puncak popularitasnya, Mini 4WD tidak lagi didominasi oleh merek Tamiya yang harganya relatif mahal. Berbagai merek kelas menengah ke bawah mulai bermunculan. Selain Tamiya, merek Audley juga cukup terkenal saat itu, dan tak sedikit pula produk buatan Tiongkok membanjiri pasar. Ini tentu menguntungkan bagi mereka yang ingin mencoba ngebut di trek Tamiya dengan anggaran terbatas. Seperti diketahui, untuk merakit Tamiya asli beserta aksesorisnya bisa mencapai jutaan rupiah, sementara merek lain bisa ditebus hanya dengan belasan ribu rupiah. Tak heran jika setiap konter mainan di departemen store selalu menyediakan trek balap mobil rakitan.
Siklus Popularitas dan Kebangkitan Kembali
Mengikuti siklus, ketenaran Tamiya sempat meredup, bersaing dengan berbagai mainan berteknologi lebih canggih. Namun, sebagian penggemarnya tetap setia. Dan pada 2003, tren Tamiya kembali menghangat. Bahkan, surat kabar nasional Kompas edisi awal Januari 2003 sempat secara mendalam membahas tren Tamiya ini.
Kembalinya popularitas ini tak lepas dari penayangan ulang film "Let's & Go!" di RCTI setiap Minggu pagi. Film ini bisa dibilang sebagai "reinkarnasi" dari "Dash! Yankuro." Anime tentang Tamiya ini berhasil mendongkrak popularitasnya. Sejak saat itu, lintasan adu Tamiya mudah ditemukan di mana-mana: di mal, pasar, pelataran toko mainan, hingga rumah-rumah warga di pinggir Jakarta. Sementara mobil-mobilnya masih sama sejak dulu, hanya saja tipe dan inovasi mesinnya terus berubah.
Namun, maraknya berbagai jenis mainan kembali meredam gaung Tamiya. Dari 2006 hingga awal 2015, nama Tamiya nyaris tak terdengar. Baru setelah itu, tren Tamiya tiba-tiba muncul lagi. Anak-anak '90-an yang kini telah dewasa dan memiliki penghasilan sendiri, merindukan mainan masa kecil mereka, dan mulai menghidupkan kembali tren ini. Apakah Anda salah satunya? (hes50)
Follow Instagram @kompasianacom juga Tiktok @kompasiana biar nggak ketinggalan event seru komunitas dan tips dapat cuan dari Kompasiana. Baca juga cerita inspiratif langsung dari smartphone kamu dengan bergabung di WhatsApp Channel Kompasiana di SINI