Semakin lama pembahasan hingga pengesahan, akan memunculkan dan menyeruakan tanda tanya, ada apa, mengapa dan sebagainya.
Sebab, dalam tataran fakta tertentu ada juga pengesahan sebuah RUU menjadi UU tidak butuh waktu lama. Hanya dibutuhkan political will dan hati nurani.
Atau jangan-jangan? Agh, akhirnya lari juga ke sikap prasangka buruk. Ya, ada kepentingan untuk mengulur-ulur waktu karena akan banyak pihak yang nantinya "terperangkap" dan "termiskinkan" dengan pemberlakukan RUU tersebut.
Dalam konteks ini, benarlah apa yang menjadi teori dari Philippe Nonet dan Philip Selznick telah merumuskan suatu konsep hukum yang dapat memenuhi tuntutan-tuntutan agar hukum dibuat lebih responsif terhadap kebutuhan-kebutuhan sosial yang mendesak dan terhadap masalah-masalah keadilan sosial sambil tetap mempertahankan hasil pelembagaan yang telah dicapai oleh kekuadaan berdasarkan hukum (law and Society in Transition Toward Responsive Law).
Tentunya, dikutip dari Media Indonesia, disampaikan Menko Polhukam, Mahfud MD, pembahasan terkait RUU Perampasan Aset yang sudah masuk dalam Program Legislasi Nasional Jangka Panjang DPR perlu menjadi perhatian, diperjuangkan bersama, karena penting dalam penegakan hukum.
Progresnya, sebagaimana dikutip dari Kompas.com DPR masih menunggu Surpres (Surat Presiden) agar segera bisa membahas RUU Perampasan Aset.
Dengan paradigma ini maka, sejatinya tidak perlu lagi untuk berkelit dengan waktu, bahwa ada permasalahan serius dan sudah ada gambaran pemecahannya, tinggal pemicunya ditarik.
Menunggu apa lagi?
Salam Anti Korupsi