Mohon tunggu...
Dr. Herie Purwanto
Dr. Herie Purwanto Mohon Tunggu... Penegak Hukum - PNYD di KPK (2016 sd. Sekarang)

Bismilah, Menulis Tentang Korupsi

Selanjutnya

Tutup

Vox Pop Artikel Utama

Sahkan dan Bereskan untuk Harta Tak Wajar

27 Maret 2023   08:52 Diperbarui: 28 Maret 2023   05:30 357
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.

Pada artikel saya sebelumnya dengan tema besar terkait perampasan aset, sudah dimuat di Kompasiana. Artikel tersebut berjudul Bukan Fakta yang Terkesampingkan pada 16 Maret 2023 dan artikel dengan judul Harta Tak Wajar, Illicit Enrichment, 07 Maret 2023 menjadi artikel utama. Ora Kuat Derajat, Menunggu RUU Perampasan Aset Disahkan, 28 Februari 2023, juga Artikel Utama. Bagi saya, itu menjadi pelecut untuk kembali menulis tentang perlunya disegerakan pengesahan RUU Perampasan Aset. Mengapa?

Pertama, salah satu klausal dalam RUU tersebut menyangkut tentang harta yang tidak wajar, dalam bahasa tekstual draf RUU menyebutkan aset yang tidak seimbang dengan penghasilan, akan menjadi sasaran bidik RUU Perampasan Aset.

Artinya, bila seseorang dipandang memiliki yang tidak sesuai profilnya, ia harus bisa membuktikan bagaimana asal-usulnya, bila tidak bisa, langung di sita oleh negara untuk kepentingan umum.

Kedua, secara empiris, "sangat gregetan", ketika mendapatkan fakta seperti nama-nama pejabat yang saat ini ramai ter-blow up media, yang berkaitan dengan dugaan harta tak wajar yang dimiliki, banyak tidak dilaporkan bahkan ada yang sama sekali tidak dilaporkan dalam LHKPN. Seolah menganggap "enteng" makna pelaporan, yang faktanya memang tidak berimplementasi secara substanstif terkait harta tersebut. 

Perangkat hukum positif saat ini, belum mengakomodir gerakan yang taktis, cepat dan efektif untuk melakukan perampasan aset siluman tadi.

Padahal, secara teori, semua sudah bisa terbaca oleh logika dan nalar sehat, bahwa perolehan harta yang tidak seimbang dengan profil pemiliknya, sangat logis bila diperoleh dengan cara ilegal.

Di sinilah keadilan substantif perlu diangkat dan dipertimbangkan. Diperlukan terbitnya regulasi sebagai pemenuhan asas kepastian hukum.

Bukankah disepakati, bahkan dan KUHP yang baru juga dirumuskan bagaimana bila penegak hukum dihadapkan pada kondisi: Mengutamakan kepastian hukum atau keadilan? Maka pilihannya harus lebih pada keadilan.

Artinya, sudah sangat melukai rasa keadilan dalam masyarakat melihat perilaku penikmat harta tak wajar, namun negara hanya bisa mengidentikasi, tidak mampu segera berbuat, selain menunggu dan menunggu kepastian hukum untuk bisa berbuat. Yang ditunggu tersebut adalah respon dari para legislator negeri ini untuk menyegerakan pengesahannya.

Ketiga, memperkuat point kedua, perlunya sikap progresif para stakeholder dalam merealisasikan "kesegeraan" pemberlakukan RUU Perampasan Aset, sebagai jawaban yang siginifikan atas keberlarutan masalah harta tak wajar ini. Jangan sampai, berbondong-bondong "mereka" penimbun harta tak wajar dan kebetulan belum ter-blow up atau terditeksi melarikan diri dengan membawa harta mereka kabur ke luar negeri.

Semakin lama pembahasan hingga pengesahan, akan memunculkan dan menyeruakan tanda tanya, ada apa, mengapa dan sebagainya.

Sebab, dalam tataran fakta tertentu ada juga pengesahan sebuah RUU menjadi UU tidak butuh waktu lama. Hanya dibutuhkan political will dan hati nurani.

Atau jangan-jangan? Agh, akhirnya lari juga ke sikap prasangka buruk. Ya, ada kepentingan untuk mengulur-ulur waktu karena akan banyak pihak yang nantinya "terperangkap" dan "termiskinkan" dengan pemberlakukan RUU tersebut.

Dalam konteks ini, benarlah apa yang menjadi teori dari Philippe Nonet dan Philip Selznick telah merumuskan suatu konsep hukum yang dapat memenuhi tuntutan-tuntutan agar hukum dibuat lebih responsif terhadap kebutuhan-kebutuhan sosial yang mendesak dan terhadap masalah-masalah keadilan sosial sambil tetap mempertahankan hasil pelembagaan yang telah dicapai oleh kekuadaan berdasarkan hukum (law and Society in Transition Toward Responsive Law).

Tentunya, dikutip dari Media Indonesia, disampaikan Menko Polhukam, Mahfud MD, pembahasan terkait RUU Perampasan Aset yang sudah masuk dalam Program Legislasi Nasional Jangka Panjang DPR perlu menjadi perhatian, diperjuangkan bersama, karena penting dalam penegakan hukum.

Progresnya, sebagaimana dikutip dari Kompas.com DPR masih menunggu Surpres (Surat Presiden) agar segera bisa membahas RUU Perampasan Aset.

Dengan paradigma ini maka, sejatinya tidak perlu lagi untuk berkelit dengan waktu, bahwa ada permasalahan serius dan sudah ada gambaran pemecahannya, tinggal pemicunya ditarik.

Menunggu apa lagi?

Salam Anti Korupsi

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
Mohon tunggu...

Lihat Konten Vox Pop Selengkapnya
Lihat Vox Pop Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun