Wanita Alpha Penopang Ekonomi Keluarga
Sebut saja mbak Bunga perempuan yang suaminya tengah menghuni lapas di bilangan Jakarta, dan sedang menjalani masa tahanan menghitung hari-hari pembebasan dalam kurungan.
Mbak Bunga dipaksa keadaan berpikir keras memutar otak, untuk memenuhi kebutuhan harian. Lantaran sang suami tengah berada di balik tembok penjara, mendekam dalam sel rutan menjadi warga binaan.
Dan meski nyata-nyata ada suaminya pun kebutuhan ekonomi tetap tak terpenuhi dan tak tercukupi, namun bukankah hidup itu menggelinding seperti roda. Berputar seiring perputaran Bumi pada porosnya.
Meski belahan jiwa sedang terkungkung jeruji besi dan kasih sayang terhalang tembok tinggi penjara. Selama masih bisa sua di saat jam besuk tiba, kiranya dapat hapuskan seteguk dahaga. Di tengah sahara kerinduan.
Tak hanya tinggal diam sebab waktu yang diam tak akan sanggup membalikan keadaan, wajah kesukaran tetaplah berbentuk kesukaraan yang sangar. Tak akan mungkin berubah wujud jadi kemudahan, jika tangan tak bekerja dan kepala tak diajak mencerna.
Lalu bagaimana nasib buah hati dan bagaimana mungkin bisa tersaji bulir-bulir nasi di periuk nasi. Tanpa bekerja demi upah sebagai imbal lelah, terdampar di Binatu berjibaku dengan setumpuk cucian kotor, berkutat dengan penat perah keringat.
Sementara pikiran bercabang mengingat suami mendekam di terali besi bagai mimpi buruk di dalam hidup. Yang serasa ingin segera diakhiri, namun belum habis masanya.
Bunga menjelma perkasa di tengah ringkih raga, di hidup yang sejatinya tak pernah menjanjikan kata mudah. Semudah ia menelan ludah, kesulitan bagai akar pohon merambat yang erat melilit. Di tengah cekikan lengan-lengan keadaan dicungkil tajam kuku-kuku kenyatan.
Bunga wanita Alpha penopang ekonomi keluarga, enggan menyerah jalani hidup. Meski tertatih sekalipun kendati terseok-seok lintasi bilangan hari. Sebab hidup adalah kenyataan tak selalu berisi kesenangan.