Gamedan social media tertentu dianggap mengurung dan meng-individual-isasi para pengguna teknologi ini. Namun, kehadiran Pokemon Go membuat orang-orang berkeliaran di luar rumah (di tempat-tempat umum) dalam pencarian makhluk virtual ini. Keinginan orang-orang akan kehidupan berkomunitas akhirnya diekspresikan (homo socius). Meskipun demikian, tentu dibutuhkan komunitas yang lebih dari sekadar komunitas berdasarkan hobby pada game yang sama. Apakah dasar hidup berkomunitas yang lebih bernilai? Tentu hal ini jauh lebih berharga untuk dicari tahu dan dikejar daripada sekadar mencari makhluk virtual. Semoga diskusi yang terjadi ialah diskusi mengenai bagaimana mencari hal-hal yang bermakna baka daripada sekadar bagaimana mencari Pokemon yang diidam-idamkan.
Klimaks
Pertanyaan-pertanyaan yang menjadi judul dan kerangka dari artikel ini adalah klimaks dari artikel ini, baik bagi para Pokemon Trainer maupun bukan.
- Pokemon Go: Tertenung atau Merenung?
- Antusiasme Pencarian: Siapa mencari siapa?
- Virtual dan Real: Apa yang Seharusnya Dicari?
- Menelisik Nurani: Mengapa Kita Mencari?
- Ruang: Ke mana Mencari?
- Waktu: Kapan Mencari?
- Diskusi: Bagaimana Mencari?
Jawaban yang kita berikan atas semua pertanyaan ini menjadi cerminan diri kita di hadapan fenomena Pokemon Go yang lagi booming ini di dalam realitas ruang dan waktu di mana kita menjalani kehidupan sebagai pencarian Sang Ilahi.
Sumber [3]. Sebuah kamus daring mendefinisikan “archetype” sebagai “gagasan yang tanpa sadar diwarisi secara kolektif, pola pemikiran, gambar, dlsb. yang secara universal hadir dalam tiap jiwa-jiwa perseorangan” (terjemahan penulis dari http://www.dictionary.com/browse/archetype). Saya tidak menyatakan bahwa saya menyetujui pemikiran Jung, baik sebagian maupun keseluruhan.