Mohon tunggu...
AKIHensa
AKIHensa Mohon Tunggu... PENSIUNAN sejak tahun 2011 dan pada 4 Mei 2012 menjadi Kompasianer.

KAKEK yang hobi menulis hanya sekedar mengisi hari-hari pensiun bersama cucu sambil melawan pikun.

Selanjutnya

Tutup

Cerpen Pilihan

Dari Karangantu Menuju Pelabuhan Sunda Kelapa

22 April 2025   18:50 Diperbarui: 22 April 2025   18:50 235
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Ilustrasi kapal dagang milik Saudagar Bugis (Sumber Foto Meta AI). 

Sebuah Kapal Dagang dari Malaka merapat di dermaga Pelabuhan Karangatu Banten untuk mengangkut produk-produk pertanian yang akan dibawa ke Pelabuhan Sunda Kelapa di Batavia. 

Beberapa buruh di pelabuhan melakukan aktivitas bongkar muat. Mereka kebanyakan berasal dari penduduk pribumi di sekitar desa setempat yang dekat ke pelabuhan. 

Ketika bongkar muat tersebut selesai, Bayu Gandana yang menyamar sebagai buruh angkut, berhasil menyusup ke dalam Kapal Dagang tersebut yang ternyata milik Saudagar Bugis, Haji Daeng Abdullah. 

Anak muda asal desa Dalungserang ini sejak peristiwa Geger Cilegon terus berupaya mencari info dimana Kiai Furqon, Sang Guru, ditahan Belanda. Saat peristiwa Geger Cilegon itu Kiai Furqon berhasil ditangkap serdadu kompeni. 

Bayu mendengar kabar bahwa gurunya dibawa ke Batavia bersama para Kiai senior dari Padepokan Beji termasuk pimpinan pedepokan, Kiai Haji Wasyid. 

Di tengah para buruh kapal yang sedang bekerja, tiba-tiba Bayu merasa ada tangan kekar menyentuh bahunya. Dengan sigap dan cepat tangan kanan Bayu secara refleks menepisnya. 

Tubuh orang yang menyentuh bahu itu hampir saja terjatuh oleh gerakan tangan kanan Bayu. Orang itu memandang Bayu dengan senyum sambil berseru : "Bayu!" Sejenak Bayu menatap orang itu yang memiliki perawakan tinggi kekar. 

"Kamu Kang Nazwan!" Pekik Bayu dengan wajah terperangah penuh gembira. Kang Nazwan adalah salah santri dari Padepokan Beji murid dari ribuan murid Kiai Wasyid. 

Bayu tidak pernah lupa dengan Kang Nazwan, karena sosok santri yang lebih senior ini sangat akrab dan ramah kepada santri adik-adik kelasnya. Kang Nazwan juga sangat terampil dalam ilmu bela diri Silat Cimande dan Debus. 

"Kang Nazwan damang?" 

"Alhamdulillah. Kamu sendiri bagaimna?" Tanya balik Nazwan. 

"Alhamdulillah Kang. Maaf apakah Kang Nazwan mau ikut kapal ini ke Batavia?" 

"Iya benar. Nanti saja kita ngobrolnya. Sekarang selesaikan dulu tugas membereskan muatan-muatan ini." Ucap Nazwan dan Bayupun mengiyakan. 

Puluhan buruh yang bekerja di kapal dagang tersebut sekaligus bertindak juga sebagai awak kapal dalam membantu pelayaran sehingga perjalanan menuju Pelabuhan Sunda Kelapa berjalan lancar. 

Kapal dagang milik saudagar Bugis itu berlayar dari pelabuhan Karangantu, Banten, menuju Sunda Kelapa, Batavia. Terlihat kesibukan di dek kapal yang dipenuhi oleh kru. Mereka sibuk melakukan tugasnya masing-masing. 

Sementara itu Alam Semesta terlihat sangat mendukung pelayaran ini. Matahari terik menyinari laut biru yang bergelombang. Angin kencang mengibarkan layar kapal, membuatnya bergerak cepat melintasi laut. Suara ombak dan angin kencang mengiringi perjalanan mereka. 

Kesibukan di atas dek, nakhoda kapal, sosok Bugis bernama Daeng Abdullah, memandang ke arah cakrawala. Berkali-kali matanya tertuju pada lembaran di depannya untuk memeriksa peta navigasi. 

Sesekali Daeng Abdullah memberikan perintah kepada kru untuk mengatur layar. Para awak kapal berlari ke sana kemari, melaksanakan perintah nakhoda dengan cepat dan tepat. 

Suasana kapal semakin meriah ketika di buritan, seorang awak kapal bernama Ambo Dale memainkan gendang dan suling, mengiringi perjalanan kapal dengan irama musik tradisional Bugis. 

Suara musik tersebut membuat para awak kapal merasa lebih semangat dan berenergi. Bagi yang paham bahasa Bugis, mereka ikut bernyanyi gembira. 

Bayu dan Nazwan tidak larut dalam suasana meriah tersebut, mereka justru mencari tempat yang sepi untuk mengobrol melepaskan rindu dan berbagi pengalaman. Mereka duduk di sisi kanan di samping Ruangan Nakhoda yang sepi. 

"Sejak peristiwa itu kemana saja Kang Nazwan pergi?" Tanya Bayu.  

"Waktu itu berhasil menyelamatkan diri dari kejaran serdadu Belanda. Tidak sengaja pergi ke Karangatu dan menjadi awak kapal Jung Makasar ini. " 

"Lalu sudah berapa lama ikut dalam kapal dagang ini? Apakah selama berada di pelabuhan Sunda Kelapa waktu pertama kali berlabuh, ada info tentang Kiai Haji Wasyid?" 

"Ini adalah kedua kalinya akan berlabuh di pelabuhan Sunda Kelapa. Terakhir saya mendengar obrolan para petinggi Belanda dalam kapal ini tentang pemberontakan Geger Cilegon. Mereka para Kiai itu dibawa ke penjara di Pandeglang dan sebagian lainnya ke Batavia." Jelas Nazwan. 

"Kemungkinan Kiai-kiai sepuh itu dibawa ke penjara di Batavia ini.Termasuk guru saya, Kiai Furqon." Gumam Bayu Gandana. 

"Mungkin juga. Karena penjara di Batavia pengamanannya sangat ketat dengan serdadu lebih banyak dan persenjataan lengkap." Jelas Nazwan. 

Mereka begitu asyik mengobrol tanpa disadari ada seseorang berperawakan tinggi kekar. Rambutnya berwarna jagung dan postur tubuh orang itu mirip dengan postur tubuh orang Belanda. Apalagi bola mata orang itu berwarna biru sangat jelas dia adalah orang Belanda. 

Saat itu Nazwan sempat memergokinya, lalu dia mengajak Bayu cepat-cepat keluar dari sisi kiri area dekat Nakhoda kapal tersebut sambil berbisik kepada Bayu: "Ada Sersan Hansen pengawas dari Kompeni di kapal ini."  

Sementara itu, di bawah dek, para penumpang kapal lainnya beristirahat di kabin-kabin. Mereka terdiri dari pedagang, pejabat kolonial, dan beberapa orang Bugis yang berurusan dagang di Batavia. 

Kapal Jung Makasar ini terus berlayar, melewati pulau-pulau kecil dan karang yang tersembunyi di bawah permukaan laut. Rutenya setiap bulan selalu sama antara perairan Malaka-Kepulauan Riau- Banten dan Batavia. 

Setelah beberapa hari berlayar, akhirnya kapal memasuki pelabuhan Sunda Kelapa, Batavia. Para awak kapal bersorak gembira, lega setelah perjalanan panjang, akhirnya mereka berlabuh. 

Bayu dan Nazwan kembali bekerja bersama buruh-buruh lainnya, untuk bongkar muat di Pelabuhan Sunda Kelapa. Mereka siap untuk memulai petualangan baru di kota yang penuh dengan harapan dan kesempatan. 

Selama dalam perjalanan dari Karangatu menuju Sunda Kelapa, Bayu dan Nazwan banyak berdiskusi bagaimana mereka mempersiapkan diri untuk menyusup ke penjara di Batavia. 

Bagi Bayu kehadiran Nazwan diluar dugaannya karena sejak peristiwa Geger Cilegon mereka para santri-santri pilihan dari Padepokan Beji, bercerai berai akibat serangan serdadu Belanda yang memiliki persenjataan lebih lengkap. 

Dalam peristiwa tersebut, Kiai Wasyid dengan para Kiai-kiai senior di Pesantren Beji tertangkap pasukan Belanda termasuk Kiai Furqon, Sang Guru Bayu Gandana. 

Mereka ditahan di sebuah penjara yang sangat dirahasiakan terutama Kiai Wasyid, tokoh utama dalam peristiwa heroik, Geger Cilegon. 

Bayu masih ingat dengan peristiwa pemberontakan rakyat Cilegon yang dipimpin oleh Pimpinan Pesantren Beji, Kiai Wasyid. Ketika itu Kiai Furqon, gurunya, juga turut serta dalam persitiwa bersejarah tersebut. 

Suasana Cilegon sangat mencekam. Pasukan serdadu Kolonial Belanda yang dipimpin oleh Kapten Van der Meer berhadapan dengan para pejuang laskar dari Padepokan Beji dan rakyat Cilegon. 

Suara tembakan senapan dan dentum meriam serta denting pedang beradu, terdengar keras di arena pertempuran yang sangat brutal. Asap mesiu membumbung tinggi, membuat udara di sekitarnya menjadi hitam. Para serdadu Kolonial berlari ke sana kemari, berusaha menguasai setiap sudut arena perang. 

Sementara itu, para pejuang bertahan mati-matian untuk mempertahankan posisi mereka. Para pejuang rakyat Cilegon itu hanya menggunakan senjata tradisional seperti pedang, tombak, dan panah untuk melawan serdadu Kolonial. 

Kapten Van der Meer memberikan perintah kepada pasukannya. "Tembakkan meriam! Kita harus menghancurkan perlawanan mereka!" 

Suara dentuman meriam terdengar keras, membuat barisan para pejuang bercerai berai. Banyak korban berjatuhan akibat peluru dari meriam tersebut. 

Pertempuran berlangsung selama berjam-jam. Pada akhirnya, pasukan serdadu Kolonial berhasil menguasai pertempuran itu karena mereka memiliki senjata yang lengkap. Para pejuang dan rakyat Cilegon dipaksa menyerah. 

Peristiwa heroik itu masih tersimpan dalam hati Bayu. Geger Cilegon adalah peristiwa yang tidak terlupakan dalam kehidupan anak muda itu. 

Saat ini di Pelabuhan Sunda Kelapa, Bayu dan Nazwan memiliki misi yang sama yaitu membebaskan guru mereka yang ditahan di Penjara Batavia. 

Kiai Haji Wasyid pimpinan Pondok Pesantren Beji dan Kiai Furqon, guru Bayu Gandana di Padepoakn Anyer Kidul adalah dua sosok yang menjadi target kedua anak muda itu. 

Bayu dan Nazwan setelah selesai bekerja di Kapal Dagang Jung Makasar milik Saudagar Bugis, setelah menerima upah kerja, mereka meninggalkan Pelabuhan Sunda Kelapa. 

Berjalan dengan rasa gembira menuju gerbang akhir di area Pelabuhan Sunda Kelapa. Namun rasa gembira mereka hilang seketika berganti dengan rasa terkejut, ketika mereka ditangkap oleh serdadu kompeni yang berjaga di Pos Keamanan Gerbang. 

Dengan tangan diborgol, Bayu dan Nazwan lebih terkejut lagi ketika mereka dibawa ke ruangan dimana Sersan Hansen sudah menunggu di sana. 

@hensa17.  

***** 

Follow Instagram @kompasianacom juga Tiktok @kompasiana biar nggak ketinggalan event seru komunitas dan tips dapat cuan dari Kompasiana. Baca juga cerita inspiratif langsung dari smartphone kamu dengan bergabung di WhatsApp Channel Kompasiana di SINI

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
  4. 4
  5. 5
Mohon tunggu...

Lihat Konten Cerpen Selengkapnya
Lihat Cerpen Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun