"Alhamdulillah. Kamu sendiri bagaimna?" Tanya balik Nazwan.Â
"Alhamdulillah Kang. Maaf apakah Kang Nazwan mau ikut kapal ini ke Batavia?"Â
"Iya benar. Nanti saja kita ngobrolnya. Sekarang selesaikan dulu tugas membereskan muatan-muatan ini." Ucap Nazwan dan Bayupun mengiyakan.Â
Puluhan buruh yang bekerja di kapal dagang tersebut sekaligus bertindak juga sebagai awak kapal dalam membantu pelayaran sehingga perjalanan menuju Pelabuhan Sunda Kelapa berjalan lancar.Â
Kapal dagang milik saudagar Bugis itu berlayar dari pelabuhan Karangantu, Banten, menuju Sunda Kelapa, Batavia. Terlihat kesibukan di dek kapal yang dipenuhi oleh kru. Mereka sibuk melakukan tugasnya masing-masing.Â
Sementara itu Alam Semesta terlihat sangat mendukung pelayaran ini. Matahari terik menyinari laut biru yang bergelombang. Angin kencang mengibarkan layar kapal, membuatnya bergerak cepat melintasi laut. Suara ombak dan angin kencang mengiringi perjalanan mereka.Â
Kesibukan di atas dek, nakhoda kapal, sosok Bugis bernama Daeng Abdullah, memandang ke arah cakrawala. Berkali-kali matanya tertuju pada lembaran di depannya untuk memeriksa peta navigasi.Â
Sesekali Daeng Abdullah memberikan perintah kepada kru untuk mengatur layar. Para awak kapal berlari ke sana kemari, melaksanakan perintah nakhoda dengan cepat dan tepat.Â
Suasana kapal semakin meriah ketika di buritan, seorang awak kapal bernama Ambo Dale memainkan gendang dan suling, mengiringi perjalanan kapal dengan irama musik tradisional Bugis.Â
Suara musik tersebut membuat para awak kapal merasa lebih semangat dan berenergi. Bagi yang paham bahasa Bugis, mereka ikut bernyanyi gembira.Â
Bayu dan Nazwan tidak larut dalam suasana meriah tersebut, mereka justru mencari tempat yang sepi untuk mengobrol melepaskan rindu dan berbagi pengalaman. Mereka duduk di sisi kanan di samping Ruangan Nakhoda yang sepi.Â