Mohon tunggu...
AKIHensa
AKIHensa Mohon Tunggu... Penulis - Pensiunan sejak tahun 2011 dan pada 4 Mei 2012 menjadi Kompasianer.

Kakek yang hobi menulis hanya sekedar mengisi hari-hari pensiun bersama cucu sambil melawan pikun.

Selanjutnya

Tutup

Cerbung Pilihan

Misteri Dua Kiyai di Tengah Wabah Mengerikan

2 Mei 2020   17:01 Diperbarui: 9 Mei 2023   14:58 243
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Masjid Agung Banten (Foto Serikatnews.com)

Situasi Banten pada tahun 1880 sedang mengalami musim kemarau sangat panjang. Sudah hampir dua tahun ini tidak turun hujan. Kekeringan terjadi dimana-mana. 

Beberapa tanah pertanian mengalami gagal panen dan mengancam menjadi bencana kelaparan.Beberapa desa banyak terjangkit wabah penyakit sampar yang menyerang ternak kerbau atau kambing. 

Penyakit hewan ini menular dengan cepat, sehingga pemerintah kolonial Belanda menginstruksikan agar supaya membunuh dan mengubur atau bahkan membakar semua kerbau atau kambing di suatu desa yang terjangkit penyakit tersebut agar tidak menular ke desa lain.

Bahkan kadang-kadang kerbau yang tidak terkena penyakit pun turut dibunuh pula. Bagi petani, kerbau bukan hanya dianggap sebagai hewan peliharaan tapi juga hewan yang banyak membantu pekerjaan mereka di sawah.

BACA JUGA : Jalan Menuju Utara dan Wabah yang Mengancam

Pembunuhan terhadap hewan-hewan tersebut dianggap sebagai suatu kekejian dan kesewenang-wenangan yang membuat makin besarnya kebencian rakyat kepada Belanda dan anteknya. Namun mereka tidak bisa berbuat apa-apa hanya bisa pasrah.

Kerbau dan kambing yang dibunuh tentara kolonial ini begitu banyaknya sehingga tidak sempat dikuburkan. Bangkai hewan dapat ditemukan berserakan di mana-mana.


Dengan demikian tujuan untuk memutus wabah akhirnya tidak berhasil. Karena hal ini pula yang menyebabkan 200.000 penderita sampar dan lebih dari 40.000 orang meninggal dunia. Sungguh keadaan tersebut sangat memprihatinkan bagi rakyat Banten.

"Kemarau yang panjang ini juga yang menyebabkan hewan-hewan ternak itu mati. Tapi tidak sedikit karena penyakit itu hewan-hewan itu harus dibunuh," kata Ki Ulon.

Bayu Gandana masih terdiam karena sedang membayangkan bagaimana nasib orang tua dan adik-adiknya di desanya. 

"Bahkan kemarin siang Pak Tua pemilik Kedai ini menceritakan, banyak pula hewan ternak yang terjangkit penyakit aneh ini. Korban manusiapun sudah ada di desa ini." Terdengar suara Ki Ulon sangat pelan merasakan kesedihan dan keprihatinan.

"Iya Ki sangat memprihatinkan. Belum lagi kejadian orang jahat yang mengirimkan dua butir kelapa itu!" Kata Bayu teringat kejadian waktu Fajar itu ketika ada suara ledakan dari dua butir kelapa yang dilemparkan ke dalam rumah dimana Bayu menginap.

"Dua butir kelapa itu sasarannya adalah kamu, anak muda. Untunglah pertahanan batinmu cukup kuat sehingga dua peluru itu tidak tembus ke dalam batinmu," suara Ki Ulon penuh dengan keyakinan.

"Apakah boleh tahu siapa Gurumu wahai anak muda. Merasakan auramu sepertinya kamu memiliki ilmu asal Cirebon dan Mataram." Kembali kata Ki Ulon. Lelaki tua ini yang baru dikenalnya membuat Bayu kaget.

Pemuda itu sangat terkejut mendengar tebakkan Ki Ulon ini. Tidak percaya rasanya ada orang bisa menebak batin terdalam dirinya. Ki Ulon pasti bukan orang sembarangan karena dia tahu ilmu kanuragan yang dipunyainya memang berasal dari Kyai Furqon yang pernah berguru di Cirebon dan mantan prajurit Pangeran Diponegoro.

"Hormat saya untuk Ki Ulon yang telah tepat menebak isi batin hamba," suara Bayu merendah. Ki Ulon takjub dengan kerendahan hati anak muda ini maka diapun menepuk bahu pemuda itu dengan akrab.

"Saya justru bertambah kagum kepada kerendahan hatimu anak muda. Maafkan saya hanya untuk memastikan kalau ilmu kita satu aliran," suara Ki Ulon sambil tersenyum. "Aku merasakan ilmu yang kamu punyai rasanya pernah aku kenal. Orang-orang di Anyer Kidul auranya sepertimu anak muda," kembali suara Ki Ulon membuat Bayu takjub.

"Subhan Allah. Ki Ulon benar. Hamba dari Padepokan Bayusuci!" Kata Bayu masih dalam rasa takjubnya. Mendenar ini Ki Ulon hanya tersenyum. 

"Tidak menyangka aku bisa bertemu murid kesayangan Kyai Furqon," kata Ki Ulon. Bayupun semakin terkejut mendengar penuturan Ki Ulon dengan menyebutkan asma Gurunya. Ki Ulon rupanya seperti kenal baik dengan Kyai Furqon.

"Ki Ulon kenal dengan Kyai Furqon?" Tanya Bayu dengan mata berbinar. Mendengar pertanyaan Bayu ini Ki Ulon hanya tersenyum penuh arti seolah menyembunyikan misteri.

"Sudahlah Nak Bayu. Hari sudah semakin siang padahal kita harus melanjutkan perjalanan. Aku ke Selatan dan kau ke Utara." Kata Ki Ulon dengan wajah berubah dingin.

Bayu masih berfikir tentang Ki Ulon ini sebenarnya siapa. Kyai Furqon, Sang Guru di kenalnya dengan baik. Mungkinkah Ki Ulon teman seperguruan Kyai Furqon saat di Mataram dulu. Namun sepertinya ada yang disembunyikan oleh Ki Ulon tentang hubungannya dengan Kyai Furqon.

Bayu masih berjalan meninggalkan desa itu. Semakin menjauh dari desa, jalan semakin menyempit kira-kira hanya setapak namun di kiri dan kanannya banyak semak belukar yang sudah mulai kering karena kemarau panjang.

Bahkan banyak pula pepohonan yang sudah tanpa dedaunan hanya tinggal ranting dan dahan saja. Udara panas menyengat karena terik Matahari menembus bumi.

Bayu masih melangkah tidak terasa sudah masuk kawasan hutan keramat itu yang orang-orang di desa menyebutnya dengan Leuweung Hideung. Jalan masuk ke Hutan itu hanya setapak. Pepohonan di dalamnya memang banyak juga yang mengering.

Namun karena hutan ini sangat lebat maka masih banyak pohon-pohon besar yang masih rindang menghalangi sinar Matahari masuk. Semakin ke dalam, semakin tidak jelas arah jalan. Bayu harus memilah dan memilih arah yang ingin dilaluinya.

Kadang anak muda ini merasa menyesal kenapa menuruti saran Ki Ulon mengambil jalan arah Utara. Akibatnya memang harus memasuki hutan lebat sanat angker ini.

Bayu harus menggunakan pedangnya yang biasa ditaruh di punggungnya untuk mengibaskan semak-semak belukar. Tidak terlihat sama sekali jalan setapak yang bisa dilewati karena terhalang semak belukar.

Tiba-tiba ada suara mendesis dan Bayu benar-benar terkejut ketika seekor Ular Cobra sudah menghadang di depannya. King Cobra yang garang menunggu Bayu.

Panjangnya hampir dua meter. Bayu tidak bergerak dan tidak berniat untuk membunuhnya. Bayu tahu yang ada di hadapannya bukan hanya sekedar seekor ular. Walaupun ganas dan berbahaya namun bukan masalah besar bagi pemuda ini. Bayu merasakan aura ular ini adalah mahluk jejadian.

Bayu menatap mata King Cobra itu dengan tajam sambil bibirnya membaca ayat-ayat Suci. Rupanya tatapan Bayu mendapat tatapan balik dari Sang ular.

Tetapi kekuatan batin pemuda ini jauh lebih tinggi dari ular kobra itu. Ilmu batin Bayu bukan tandingan Sang Ular. Tingkatan ilmu Bayu yang sudah hampir mendekati gurunya Kyai Furqon ini, akhirnya membuat King Cobra itupun terkulai dan berlari ketakutan menghindari Bayu.  

Pemuda ini melanjutkan perjalanannya. Hanya beberapa meter kemudian, Bayu melihat ada bangkai seekor kuda yang sudah tidak utuh lagi.

Kondisinya sangat mengenaskan tubuhnya penuh dengan cabikkan kuku yang sangat kuat. Bukan kuku kuku biasa seperti seekor Harimau. Entah binatang apa yang telah merusak tubuh kuda ini.

Ada beberapa bagian tubuhnya yang sudah tidak utuh. Mungkin disantap oleh binatang misterius ini. Bayu teringat Bonang dan Bolang, dua orang lelaki berkuda yang singgah di Kedai Pak Tua itu.

Mungkinkah ini salah satu dari Kuda mereka? Jika benar, dimanakah Pemiliknya? Bonang atau Bolang? Belum selesai rasa ingin tahu Bayu ini terdengar sebuah erangan dan rintihan seseorang.

Hanya beberapa langkah dari bangkai kuda itu Bayu mendapatkan tubuh seseorang. Mungkin ini Bonang atau Bolang.

"Tolooong," suaranya lemah. "Saudaraku Bonang dibawa masuk hutan ini." Kembali suara Bolang.

Bayu melihat begitu parahnya luka yang diderita Bolang. Sekujur tubuhnya penuh dengan darah. Banyak luka di kepala dan dadanya. Kondisi tubuhnya penuh cabikan dan sangat mengerikan.

Bayu mengagumi ketahanan dan kekuatan batin Bolang ini. Namun entah bagaimana nasib Bonang yang di bawa mahluk misterius itu ke dalam hutan. Akhirnya Bayu memutuskan untuk menolong Bolang dan kembali ke desa menuju Kedai Pak Tua.

Leuweung Hideung masih tetap menjadi misteri. Membuat Bayu semakin penasaran untuk bertekad mengungkap misteri itu. Tetapi yang lebih menjadi misteri bagi Bayu Gandana adalah hubungan diantara Ki Ulon dan Kyai Furqon. Suatu hari Bayu harus mengetahui misteri ini.

Salam hangat @hensa17.

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
  4. 4
Mohon tunggu...

Lihat Konten Cerbung Selengkapnya
Lihat Cerbung Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun