Mohon tunggu...
Henri Koreyanto
Henri Koreyanto Mohon Tunggu... Buruh - Kuli

Kadet Ngopa-ngopi

Selanjutnya

Tutup

Cerpen Pilihan

Senin Pahing di Hutan Larangan

13 Mei 2022   12:24 Diperbarui: 13 Mei 2022   12:42 345
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Cerpen. Sumber ilustrasi: Unsplash

Tak lama di antara lilitan 4 ular kobra itu terlihat sinar putih kecil yang semakin lama semakin membesar seperti balon karet yang ditiupi udara.

"Dewana Ragawanda" teriak lelaki yang memeluk istri dan bayinya. Sontak membuat cahaya putih membesar hingga menembus langit. Putera Nara yang terkejut melihat cahaya nun silau itu menyebar, dengan cepat menyingkap baju ke wajahnya dan menghilang lenyap.

Tak lama terdengar suara gemuruh disertai kilat di langit yang begitu keras. Sepasang suami istri itu kemudian lenyap hilang entah kemana rimbanya. Dan dari kejauhan, Putera Nara hanya mampu menyaksikan dari ruang kuali sakti keempat ular kobranya menjadi abu. Ia mulai merasakan sesak napas.

***

Posisi bulan sudah tak lagi tegak, suara jangkrik saling bersahutan, malam pun semakin dingin. sorot kedua bola mata lelaki tua itu semakin tajam ke arah langit, dengan tatapan yang penuh harapan, dia menangkap sekelabat burung hantu mulai mendekatinya.
"Sudah kau temukan dia, Lajaluka?" tanya lelaki tua itu dengan suara parau.

Burung hantu itu menjulurkan sayapnya dan manggut-manggut. Dengan bergegas, tangan kiri lelaki tua itu menyambut uluran sayap Lajaluka dan berdiri tegap. Tak lama ia hentakan satu kali tongkat kayu melengkung di tangan kanannya, lelaki tua dan burung hantu itu hilang lenyap.

Dan sekejab sudah berada di dekat bayi mungil berselimut batik warna coklat. "Lihatlah cahaya putih bayi ini Lajaluka. Ooo, betapa lucunya. Hmm, sebaiknya kita segera kembali dan memberi nama padanya." ujar lelaki tua.
Lagi-lagi burung hantu hanya manggut-manggut setiap mendengar ajakan lelaki tua.

Tak menunggu waktu lama, ia hentakan lagi dua kali tongkatnya itu lalu menghilang. Dan muncul tepat di depan gubuk tempat tinggal mereka. Lelaki tua bergegas memasuki gubuk, kemudian duduk di dipan bambunya sambil menimang-nimang bayi mungil itu.

"Lajaluka, tentu kau tahu hari apa ini?" tanya lelaki tua. Burung hantu pun mengangkat sayapnya tinggi-tinggi dan menggelengkan kepalanya sebanyak dua kali.

"Oo, Senin Pahing, ya." kata lelaki tua melihat bahasa tubuh Lajaluka. "Sudah kuduga," ujarnya lagi "Hari dan wetonnya memiliki kesamaan dengan nama yang akan kusematkan," dengan penuh keyakinan dan suara lirih, "Dewandaru."

"Kut-kut-kut." timpal Lajaluka sambil mengibas-ngibaskan sayap.

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
Mohon tunggu...

Lihat Konten Cerpen Selengkapnya
Lihat Cerpen Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun