Mohon tunggu...
Hennie Triana Oberst
Hennie Triana Oberst Mohon Tunggu... Wiraswasta - Penyuka traveling dan budaya

Kompasianer Jerman || Best in Citizen Journalism Kompasiana Awards 2023

Selanjutnya

Tutup

Trip Artikel Utama

Schulmuseum Friedrichshafen: Masa Sekolah Abad 19 di Jerman

1 Desember 2021   06:15 Diperbarui: 1 Desember 2021   16:57 994
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Schulmuseum Friedrichshafen: masa sekolah abad 19 di Jerman | foto: tangkapan layar HennieTriana/ Schulmuseum Friedrichshafen—

Beberapa tahun silam saya pertama kali mengunjungi Museum Sekolah Friedrichshafen ini. Waktu itu saya bersama kedua orangtua dan kakak saya liburan ke Eropa. 

Saya tidak ingat semua kota-kota yang kami singgahi dari enam negara yang kami jalani dengan menggunakan camper van. Namun, kota Friedrichshafen yang terletak di Danau Konstanz ini sangat berkesan karena Zeppelin.

Kami berjalan-jalan menikmati keindahan danau Konstanz yang terletak di tiga negara (Jerman, Swiss, dan Austria) dan mengunjungi beberapa tempat, termasuk museum Zeppelin dan Schulmuseum Friedrichshafen. Museum sekolah yang sangat menarik, terutama bagi ibu sebagai guru.

Artikel lain; Mampir ke Friedrichshafen, Kota Kelahiran Zeppelin

Di masa pandemi seperti saat ini Schulmuseum Friedrichshafen dapat juga dikunjungi secara virtual. Ini yang saya lakukan akhir minggu lalu, sambil membayangkan suasana saat kami mengunjungi tempat ini sebelumnya.

Museum sekolah Friedrichshafen | foto: commons.wikimedia/WolfgangHoll
Museum sekolah Friedrichshafen | foto: commons.wikimedia/WolfgangHoll

Schulmuseum

Tahun 1980 Norbert Steinhauser, mantan Rektor Sekolah Pestalozzi, dan Erich Mller-Gaebele, profesor Pdagogischen Hochschule Weingarten mendirikan museum dengan nama "Oberschwbisches Schulmuseum" (Museum Sekolah Swabia Atas).

Museum ini dipindahkan tahun 1989 karena masalah kelembapan dan keterbatasan ruang ke rumah bersejarah "Villa Ri" di pusat kota Friedrichshafen. 

Kehidupan sekolah abad 19

Di Museum Sekolah Friedrichshafen dapat dilihat bagaimana gambaran ruang kelas tahun 1850. Meja dan bangku kayu panjang sebagai tempat belajar bisa diduduki beberapa orang. Jumlah murid per kelas saat itu mencapai 80 hingga 100 orang.

Pada waktu itu masyarakat hidup dalam kemiskinan, listrik juga belum ada. Sebagian anak-anak bahkan pergi ke sekolah tanpa alas kaki karena tidak mampu membelinya.  

Kondisi masyarakat seperti ini memaksa anak-anak harus ikut membantu keluarga, sehingga tidak semua anak bisa ikut mengenyam pendidikan di sekolah. Sebagian terpaksa harus bekerja di luar rumah, menjaga adik di rumah, atau merawat anggota keluarga yang sakit. 

Orangtua yang memutuskan apakah anak boleh atau tidak pergi ke sekolah. Sebagian mengizinkan anaknya hanya sebentar belajar, 2 sampai 3 tahun. Umumnya anak perempuan dianggap tidak perlu sekolah tinggi karena nantinya akan menikah, punya anak, dan mengurus keluarga di rumah.

Waktu senggang yang dimiliki anak-anak tidak banyak. Sepulang sekolah mereka harus menggembalakan hewan ternak sambil belajar dan mengerjakan tugas sekolah.

Liburan sekolah disesuaikan dengan masa panen tanaman. Kegiatan belajar ditiadakan, tetapi anak-anak harus turut serta bekerja memanen hasil tanaman di ladang. Tambahan satu hari libur sekolah pada hari ulang tahun raja.

Alat tulis dan kegiatan belajar

Setiap murid membawa ransel sekolah yang berisi alat tulis dan buku. Alat tulis mereka berbeda dengan alat tulis murid saat ini. Dulu tiap anak membawa buku pelajaran, buku tulis dan bulu angsa sebagai pena, serta sabak dan grip sebagai alat tulis.

Sabak | pixabay/congerdesign
Sabak | pixabay/congerdesign

Sabak berbahan batu ini bentuknya menyerupai papan tulis mini. Saat ini anak sekolah kembali menggunakan sabak, tetapi sabak elektronik atau tablet.

Ketika mengajar guru harus mengenakan jubah dan topi bulat (peci). Jubah ini adalah milik sekolah, disimpan di sekolah dan digunakan oleh guru berikutnya ketika yang lama pensiun. 

Sebelum pelajaran dimulai guru dan murid melakukan doa bersama, kemudian guru memeriksa kebersihan tangan murid. Anak-anak akan meletakkan tangan mereka di atas meja dan diam menunggu guru memeriksa satu persatu.

Setiap murid harus menunjukkan tangannya bersih, jika tidak ingin mendapat hukuman. Kebersihan tangan ini dilakukan  karena ada anak yang harus membersihkan kandang ternak atau pekerjaan lain sebelum berangkat ke sekolah.

Murid-murid diajari untuk menghitung dalam kepala, tanpa menggunakan alat bantu. Hal ini membantu mereka ketika harus bertransaksi jual beli dalam kehidupan sehari-hari. 

Hukuman fisik

Jika ada murid yang dianggap melanggar atau melakukan kesalahan maka guru berhak memukul mereka dengan rotan panjang. Dulu dianggap biasa jika guru menghukum murid dengan menggunakan hukuman fisik. Saat ini guru tidak boleh memukul murid.

Seorang guru mengajar berhitung di museum sekolah Friedrichshafen | foto: tangkapan layar HennieTriana/ Schulmuseum Friedrichshafen
Seorang guru mengajar berhitung di museum sekolah Friedrichshafen | foto: tangkapan layar HennieTriana/ Schulmuseum Friedrichshafen

Di Jerman, sejak tahun 1973 guru dilarang memukul murid, kemudian 1998 orang tua dilarang anaknya. Tidak seorang pun berhak dan diizinkan memukul anak, baik guru maupun orangtua anak.

Sesuai yang tercantum dalam KUH Perdata; 

"Anak-anak memiliki hak atas pendidikan tanpa kekerasan. Hukuman fisik, cedera emosional, dan tindakan merendahkan lainnya tidak diizinkan" (1631, paragraf 2 BGB) 

Di Jerman terdapat sekitar 40 museum sekolah yang tersebar di beberapa kota dan negara bagian. Jangan lupa mampir ke salah satu museum ini.

Salam hangat dari Jerman yang bersalju.

(Hennie Triana Oberst - DE, 01.12.2021)

Sumber: Schulmuseum Friedrichshafen

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
  4. 4
Mohon tunggu...

Lihat Konten Trip Selengkapnya
Lihat Trip Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun