Mohon tunggu...
Hendra Sugiantoro
Hendra Sugiantoro Mohon Tunggu... Penulis - Pena Kuasa Berkarya

Penulis lahir di bumi Indonesia

Selanjutnya

Tutup

Cerpen

Anak Kancil yang Jujur

6 April 2021   20:51 Diperbarui: 6 April 2021   21:08 627
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Cerpen. Sumber ilustrasi: Unsplash

Tono dan Tini adalah dua kancil cilik kakak beradik. Mereka siang ini sedang bermain di rumah Pak Tani. Mereka berdua dijamu makan oleh Pak Tani di meja makan.

"Ayo makan. Ini masakan enak lho," kata Pak Tani mempersilakan dua kancil cilik untuk makan.

"Iya, Pak Tani," jawab dua kancil cilik serempak.

"Masakan yang ada memang tidak terlalu mewah. Cukup nasi dan tempe goreng sudah kenyang. Ya mau apa lagi, hasil menanam ketimun di kebun tak bisa diharapkan," kata Pak Tani memelas.

"Memang kenapa, Pak?" tanya Tono.

"Kalian lihat saja setiap kali mau memetik ketimun ternyata berkurang. Tidak sesuai dengan waktu menanam," jawab Pak Tani.


"Pasti ada yang mencuri ketimunnya, Pak," kata Tini sembari melahap masakan yang dihidangkan Pak Tani.

"Boleh jadi memang ada yang mencuri. Bapak tidak tahu siapa yang berani mengambil ketimun yang sudah masak," jelas Pak Tani.

"Ya, setiap hari bisanya cuma makan seperti ini. Ini pun sudah untung. Malah kadang kala makan tidak pakai lauk, cukup nasi saja. Ya, hidup prihatinlah," sambung Pak Tani. "Hasil dari menanam ketimun sedikit, padahal Bapak juga harus menyekolahkan anak-anak. Sekolah anak-anak lebih penting ketimbang setiap hari makan mewah."

Tono dan Tini yang sedari tadi menikmati nasi dan tempe goreng merasa iba. Selesai makan dan berbincang dengan Pak Tani, mereka pamit pulang.

"Apakah ketimun yang kita makan tiap hari dari hasil mencuri di kebun Pak Tani?" tanya Tini kepada Tono dalam perjalanan pulang ke rumah.

"Apa?" Tono terlihat kaget. "Kata ayah, ketimun itu dari membeli di pasar. Tidak mungkin mencuri ketimunnya Pak Tani. Nah, boleh jadi ketimun yang dijual Pak Tani di pasar itu dibeli ayah."

"Ya, mungkin saja begitu, tapi hatiku masih ragu. Begini saja, kita selidiki dari mana ayah mendapatkan ketimun," ajak Tini.

"Eh, jangan berprasangka tidak baik. Tapi, daripada kamu tetap ragu, aku sepakat saja dengan usulmu," Tono setuju dengan ajakan Tini.

Sesampai di depan rumah, ibu Tono dan Tini sudah di depan pintu.

"Darimana kalian? Dari tadi Ayah mencari kalian. Ayah sekarang sedang sakit, jadinya tak bisa mencari makanan untuk esok hari. Ketimun yang biasa kita makan mungkin sudah habis minggu depan. Sakit Ayah tampaknya parah, sembuhnya bisa lama," kata Ibu kepada Tono dan Tini.

"Nanti kita 'kan bisa membeli ketimun ke pasar sendiri," ucap Tono.

"Pasar? Ayah kalian tidak pernah pergi ke pasar," jelas Ibu.

"Lalu darimana Ayah mendapatkan ketimun?" tanya Tini keheranan.

"Jangan bilang siapa-siapa ya? Kalian harus menyimpan rahasia. Ketimun yang kita makan setiap hari dari hasil mencuri ayahmu di kebun Pak Tani," jawab Ibu.

'Apa????" Tono dan Tini pun kaget tak kepalang.

"Jadi, ketimun yang kita makan didapatkan dari hasil mencuri," Tono akhirnya tahu darimana sebenarnya ketimun yang biasa dimakan di rumah.

"Ya, karena Ayah sakit, maka mulai sekarang kalian yang mencuri ketimunnya Pak Tani," suruh Ibu.

"Tono tidak mau mencuri ketimunnya Pak Tani, Bu. Kalau Ibu tahu, Pak Tani hidupnya susah gara-gara ketimunnya kita curi. Kenapa Ibu membiarkan Ayah mencuri? Yang kita makan setiap hari tidak halal, Bu. Ayah 'kan bisa membeli ketimun di pasar," ucap Tono.

"Kalau tidak mencuri, darimana kita bisa makan?" Ibu balik bertanya.

"Kan penghasilan Ayah sudah cukup untuk membeli ketimun, tak perlu mencuri. Kami senang kok makan sederhana asalkan didapatkan dengan cara halal daripada makan mewah, tapi dari hasil mencuri," jawab Tono yang diiyakan Tini.

"Mulai sekarang kita jangan mencuri ketimun lagi. Meskipun kita bisa hidup enak dari hasil mencuri ketimun Pak Tani, tapi membuat hidup orang lain sengsara. Kita harus bekerja keras agar bisa makan cukup setiap hari," pinta Tini kepada ibunya.

Ibu yang memperhatikan wajah Tono dan Tini tampak terharu. Dalam hati, Ibu membenarkan apa yang dikatakan Tono dan Tini.

"Ya, ibu memahami bahwa mencuri itu tidak baik. Mulai sekarang beritahu Ayah agar tidak mencuri lagi di kebunnya Pak Tani. Ya, kita tidak akan mencuri lagi karena mencuri bisa bikin sengsara orang lain," kata Ibu sambil mencium pipi Tono dan Tini.

"Ya, Bu," jawab Tono dan Tini. Mereka berdua juga ingin meminta maaf kepada Pak Tani.(*)

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
Mohon tunggu...

Lihat Konten Cerpen Selengkapnya
Lihat Cerpen Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun