Sekitar pukul 22.00 WIB; Para pasukan penculik Kolonel Katamso dan Letkol Sugiyono mulai mendiskusikan perihal eksekusi bagi kedua perwira TNI tersebut. Mereka hendak "menyelesaikan" dengan cara kekerasan, dengan cara dikuburkan menjadi satu setelah eksekusi.
Malam itu pula, di belakang markas kemudian dipersiapkan lubang untuk mengubur jasad dua pimpinan TNI tersebut. Beberapa sumber mengkisahkan, bahwa upaya intimidasi terhadap keduanya berlangsung terus menerus hingga tengah malam. Ada yang menyebutkan, beberapa dokumen mendukung Gerakan 30 September hingga keterlibatan dengan Dewan Jenderal terus disodorkan.
Menjelang tengah malam, kota Jogjakarta semakin mencekam. Kelompok-kelompok bersenjata yang terindikasi dari unsur komunis, kerap melakukan patroli untuk memantau situasi. Terlebih ketika informasi mengenai keberangkatan D.N. Aidit ke Jogjakarta telah sampai di setiap pimpinan PKI Jogjakarta. Situasi pengamanan "Sang Ketua" menjadi prioritas utama mereka.
Jogjakarta, 2 Oktober 1965
Sekitar pukul 01.30 WIB; Kolonel Katamso bersama Letkol Sugiyono dibawa ke belakang markas dengan mata ditutup kain. Dengan posisi diikat, ia kemudian diintimidasi lagi oleh Sertu Alip Toyo selaku eksekutor. Dan tiba-tiba pukulan dengan benda keras pun mendarat di kepala Kolonel Katamso. Yakni dengan kunci mortir seberat 2 kg, pukulan demi pukulan menghujaninya hingga gugur.
Selanjutnya adalah Letkol Sugiyono, dibunuh dengan cara yang sama. Hantaman kunci mortir pun mendarat di tengkuk kepala dengan keras. Kedua korban (usai diketemukan) memiliki luka yang sama, yakni tempurung kepala pecah. Serta beberapa luka di sekitar leher dan muka.
Jenazahnya diketemukan baru sekitar dua belas hari setelah peristiwa tersebut terjadi. Seiring upaya pembersihan Jogjakarta dari unsur komunis beserta unit-unit militer yang terlibat didalamnya. Keduanya kemudian dikebumikan di TMP Kusumanegaran, Jogjakarta. Serta memperoleh kenaikan pangkat satu tingkat secara anumerta.
Semoga bermanfaat.