Mohon tunggu...
hendra setiawan
hendra setiawan Mohon Tunggu... Freelancer - Pembelajar Kehidupan. Penyuka Keindahan (Alam dan Ciptaan).

Merekam keindahan untuk kenangan. Menuliskan harapan buat warisan. Membingkai peristiwa untuk menemukan makna. VERBA VOLANT, SCRIPTA MANENT.

Selanjutnya

Tutup

Lyfe Artikel Utama

Pamer Harta, Berujung Duka atau Bahagia?

4 Februari 2022   19:30 Diperbarui: 5 Februari 2022   18:30 2377
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Tangkapan layar video (sumber IG Kompas TV)

Kemarin (3/2/2022), lewat akun IG kompastv, memberitakan sosok salah satu pejabat di daerah Tangerang yang kedapatan "memamerkan" tumpukan uang. 

Video pendek 14 detik  ini sepertinya hendak mengabarkan kepada khalayak aksinya "makan uang". Sebab, tumpukan uang yang berada di meja tadi disendok lalu ditaruh di atas piring makan layaknya orang makan.

Aksi yang kemudian viral akhirnya membuat si pejabat tadi mengundurkan diri dari puncak jabatannya sebagai Direktur Utama (Perumda) Pasar Niaga Kerta Raharja. Hmm, sangat disayangkan. Posisi dan karier yang bagus berakhir lewat sebuah unggahan video publik.

Tangkapan layar video (sumber: FB KataKita) 
Tangkapan layar video (sumber: FB KataKita) 

Saya tak hendak menjustifikasi karena tak tahu persis yang sedang terjadi di belakang layar. Bisa saja niat semula hanya untuk main-main, bercanda dengan orang-orang dalam satu ruangan tersebut.

Namun, karena sudah 'bocor' dan menjadi konsumsi publik, tentu saja perilaku seperti ini sungguh disayangkan. Pun alasannya, tak juga karena sedang masa pandemi, perekonomian lesu. Lantas ia dianggap tidak punya rasa empati.

Pandemi atau tidak, memamerkan kekayaan sendiri di masa teknologi digital saat ini sepertinya sudah menjamur. Tak melulu artis selebritis, orang-orang kaya, crazy rich, para pembuat konten kreator, acapkali berbuat hal yang sama.

Edukasi Moral

"[H]Orang kaya mah bebasss..." demikian lontaran kata yang kerap menjadi guyonan di kalangan masyarakat pada umumnya. Bisa jadi ucapan ini sebagai sindiran atau malah sebuah satire atas kehidupannya sendiri.

Bagaimana tidak, orang zaman dulu cara mendidik anak supaya jangan pamer dri. Itu namanya kesombongan. Tak baik.

Lha, sekarang? Justru kekayaan diumbar, digembar-gemborkan. Seakan menunjukkan ke publik, "Nih... aku, si orang kaya, sukses, uangku banyak, hartaku melimpah."

Barangkali mirip juga yang dinyanyikan oleh Iwan Fals dalam lagunya yang hits, Bento.

Namaku Bento rumah real estate
Mobilku banyak harta berlimpah
Orang memanggilku bos eksekutif
Tokoh papan atas, atas segalanya

(Asyik...)

Bebas Terbatas

Tentu, siapa yang mau dan sanggup melarang orang pamer harta? "Orang kaya mah bebas..."

Tindakan ini sanksi sosialnya paling dicibir, jadi rasan-rasan, buah bibir orang-orang di lingkungan tempat tinggalnya. Atau siapa yang mengenal dirinya. Mereka bisa berkata-kata yang macam-macam atas orang yang suka pamer ini.

Sanksi etis atau moral ini bisa berlanjut dengan menutup akses sosialnya. Misalnya dijauhi karena kesombongan diri atas hartanya itu.

Belum pernah ada kejadian orang sombong karena hartanya kemudian ditangkap, dibui, dijatuhi hukuman penjara. Adanya paling kejahatan kriminal, seperti pencurian atau perampokan atas harta orang kaya.

"Sombong Bermartabat"

Pada hari yang sama pula, saya juga mendapati sebuah video lain (dari FB KataKita) yang sebenarnya tak jauh beda. Entah ini sebuah video betulan atau sekadar settingan belaka. Terlihat seorang wanita yang mengaku bernama Candra Dewi Maharani, horang kaya yang banyak harta.

Nama yang cukup bagus artinya, terutama dalam kosakata bahasa Jawa. Candra = bulan, rembulan. Diartikan anak yang bersinar lembut; bersinar. Dewi = bidadari cantik; disayangi; nan cantik. Diartikan wanita cantik, anggun, memesona. 

Maharani =  perasaan pada keadilan; permaisuri; ratu. Diartikan seperti ratu, berperasaan pada keadilan.

Video berdurasi 1:48 menit ini mengisahkan ia sedang memborong dagangan (tisu) seorang ibu seharga Rp 400 ribu. Lalu atas permohonannya lagi, ditambahi lagi jumlahnya sampai Rp 1,5 juta.

Belum cukup di situ, lalu si perempuan yang ditemani asisten, memberikan games. Si ibu pedagang mujur, mendapatkan sepeda motor. Lalu diajaklah si ibu pedagang ini ke dealer.

"Tugas saya selesai. Saya mau pulang," kata si perempuan lagi sambil tak lupa mencium tangan si ibu. Sebagai ucapan terima kasih, si ibu lantas memeluknya. 

"Sudah, tak usah berterima kasih. Saya tak butuh, ... orang kaya..."

***

Haha... gimana rasanya melihat adegan dalam tayangan singkat seperti ini?

"Gemes....!"

Gampang sekali mengeluarkan uang 400 ribu plus 1 juta plus 1 juta plus sepeda motor. Uang seperti barang mainan saja. Tak sayang kehilangan uang sebegitu banyaknya.

Suguhan video ini jelas berbeda dengan tayangan video pertama. Justru ia mendapat banayk apresiasi atas perilakunya. Walau terkesan sombong, pamer harta tas dan jam yang harganya hingga ratusan juta.

Ending-nya yang menunjukkan siapa dirinya. Begitu celetuk salah satu warganet. Di balik kesan sombong kata dan perilakunya, namun secara alami, adegan spontan mencium tangan pada orang yang lebih tua saat berpamitan, menjadi sisi lain keunggulannya. Selain royal dalam memberikan uang miliknya.

Pelajaran Hidup

Dua video ini tentu terlihat kontras. Ada yang pamer harta untuk diri sendiri. Ada yang pamer harta dalam memberi.

Tentu kalau ditinjau dari banyak aspek, tulisan ini makin panjang. Misalnya, apa ya dibenarkan memberi kok dipamer-pamerkan? Jangan-jangan ada pamrihnya...

Terlepas dari itu semua, sebagai pelajaran hidup, bahwa harta benda yang dimiliki sifatnya bagai pedang bermata dua. Ia sanggup menjadi pembunuh atau penyelamat.

Uang, kekayaan, bisa jadi menghancurkan karier atau potensi diri jika dimanfaatkan tidak tepat. Atau dengan harta, justru bisa makin mengokohkan jatidiri seseorang. 

Harta berlimpah bisa menjadi batu sandungan atau menjadi sarana saluran berkat Tuhan.

4 Februari 2022
Hendra Setiawan

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
  4. 4
Mohon tunggu...

Lihat Konten Lyfe Selengkapnya
Lihat Lyfe Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun