Tahun 2016, teulang lagi hal yang sama. Kabarnya menjadi viral. Namun, meskipun ada penegasan dari sumber-sumber yang jelas, toh nyatanya kabar ini tidak serta menghilang begitu saja.
Terbukti dari jejak digital yang berseliweran. Dua tahun kemudian, masih dengan tema yang sama, orang juga gampang terhebohkan kembali dengan isu-isu yang dihembuskan seperti ini.
Berita tak benar dimulai 2014, diproduksi lagi 2016, dimunculkan ulang di 2018, dan tetap menjadi heboh 2021. Bayangkan ini masih satu tema. Belum yang lain-lainnya. Mengapa tak juga bisa belajar memahami kondisi seperti demikian?
Langkah Taktis
Melawan hoaks memang tak mudah. Akan selalu ada di masa-masa mendatang. Entah itu dengan berita yang baru sama sekali. Entah itu sebuah perulangan dengan modifikasi sana-sini. Atau tetap saja dengan hoaks-hoaks lama, yang temanya dinilai teramat sangat menarik.
Agama, pada kurun waktu belakangan ini memang menjadi isu krusial. Saya tidak menolak upaya untuk meningkatkan kesadaran iman pada internal umat beragama. Namun cara-cara yang berlawanan dengan kepatutan, juga tak bisa ditolerir.
Melalui platform penulis keroyokan seperti Kompasiana ini yang berulang tahun ke-13 pada 22 Oktober lalu, sebenarnya juga punya peran dalam melawan hoaks yang beredar. Sedikit mengutip inti pesan dari penyelenggaraan HUT tersebut (sumber bacaan) adalah: “membangun opini bermakna, turut mengambil peran sebagai medium opini yang mengedepankan konten yang berwawasan, sehingga menimbulkan dampak baik serta dapat mendorong literasi digital masyarakat Indonesia”.
Hal penting seperti kutipan tersebut, sepatutnya juga dimiliki oleh para pegiat literasi pada umumnya. Di manapun tempat dan melalui wadah media apapun dalam menuangkan karyanya. Mari sedapat mungkin membangun literasi yang sehat dan mencerdaskan...
27 November 2021
Hendra Setiawan