Senin lagi, siap-siap dengan keramaian....
Jalan depan rumah semasa belum ada pandemi, tiap pagi dan siang selalu ramai dengan lalu lalang motor dan anak sekolah yang berjalan kaki. Maklum jadi jalan bobolan, alternatif. Jadi sibuk pada waktu-waktu tertentu.
Begitu ada aturan baru, sekolah di rumah saja, praktis keramaian harian merosot tajam. Enaknya, tingkat kebisingan menurun. Lebih tenang suasananya.
Saat ini beberapa daerah yang selama masa PPKM, level kota/kabupaten memasuki level 1-2, bisa melakukan uji coba pembelajaran tatap muka. Tak setiap hari masuk kelasnya untuk murid yang sama.Â
Jadi aktivitas lalu lalang anak sekolah juga sudah terasa lagi. Memang tak banyak, cuma di bawah angka 10 yang terlihat anak berseragam yang lewat. Tingkat SD-SMA.
Pada murid SD, orangtua diwajibkan untuk ikut mendampingi hingga pulangnya nanti. Kalau yang jenjang lebih tinggi sepertinya tidak wajib. Entahlah, karena ada yang berangkat sendiri tanpa pendampingan.
Membayangkan mereka bisa berangkat sekolah, tentu menyenangkan rasanya. Setelah 1,5 tahun hanya bertemu lewat pertemuan daring (online), terus bisa bertemu secara fisik. Jelas beda sekali yang dirasakan. Anak tampak lebih ceria, senang, bersemangat.
Orangtua yang mengantar anak, juga merasa bersyukur. Menyambut senang dengan adanya pembukaan sekolah tatap muka. "Asyik, ngojek lagi..." celetuk salah satu orang tua siswa di status media sosialnya.
Ya, yang senang bukan cuma si anak. Sebab orangtua pun selama masa pembelajaran daring, seringkali mereka juga menjadi murid selain juga guru di rumah. Mengawasi dan membimbing anak, juga membantu mereka menyelesaikan tugas dari guru menjadi tambahan pekerjaan rumah yang baru.
Kadang memang terlontar kejenuhan dalam menghadapi situasi pandemi yang tak tentu kapan masa berakhirnya. "Kalau tak diawasi begini, Adik gak konsen (concern) belajarnya. Pengin-nya nge-game. Pusing saya jadi ibu."