Mohon tunggu...
hendra setiawan
hendra setiawan Mohon Tunggu... Freelancer - Pembelajar Kehidupan. Penyuka Keindahan (Alam dan Ciptaan).

Merekam keindahan untuk kenangan. Menuliskan harapan buat warisan. Membingkai peristiwa untuk menemukan makna. VERBA VOLANT, SCRIPTA MANENT.

Selanjutnya

Tutup

Sosbud Artikel Utama

Cegah Perundungan pada Anak dari Sekarang!

23 Juli 2021   18:00 Diperbarui: 27 Juli 2021   20:44 710
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Hentikan bullying di sekolah (sumber: pexels.com/RODNAE Production)

Sekolah semestinya menjadi masa indah buat anak. Sebab pada saat itu ia selain belajar secara akademik (ilmu pengetahuan), juga belajar berinteraksi dan bersosialisasi. Mengadaptasi diri pada lingkungan pergaulan sosial yang lebih luas dari sekadar keluarga.

Namun, ada kalanya pada individu tertentu, sekolah menjadi riwayat pengalaman buruk. Bukan lagi sebagai tempat dan lingkungan yang menyenangkan. Bisa belajar dan bermain bersama dengan teman seusia (sebaya). Tetapi menjadi kisah traumatis.

Buruknya penanganan masalah perundungan (bullying) pada anak sekolah dasar (SD), salah satunya dialami oleh peserta ajang lomba masak, Putri Uti (18 tahun). 

Konon karena sedang membela teman perempuannya, ia jadi sasaran berikutnya. Ketakutannya ternyata tidak direspon baik oleh sang guru. Bahkan menyuruhnya diam, tidak menceritakannya pada orang tuanya.

Namun orang tua Putri cukup tanggap melihat perubahan yang dialaminya secara tiba-tiba itu. Alhasil Putri hanya cukup sekolah formal di kelas 3 SD. Hari-harinya kemudian diisi dengan belajar memasak dan kini mengelola toko roti.

Kisah ini menjadi viral. Dalam tayangan video akun pribadinya, beberapa kali Putri tak sanggup menahan air mata saat menceritakan kejadian buruk yang menimpanya. Ia berharap agar peristiwa ini bisa jadi pelajaran. Jangan ada lagi kejadian seperti ini menimpa siapapun.

Perundungan di Sekitar Kita 

Hari ini, 23 Juli diperingati sebagai Hari Anak Nasional. Hal ini mengacu pada pengesahan UU Nomor 4 Tahun 1979 tentang Kesejahteraan Anak.

Anak, tentu secara hukum dan sosial perlu mendapat perlindungan. Itu sudah wajar dan sepantasnya. Tetapi kasus perundungan jika melihat data sebagaimana ditulis KOMPAS cukup memiriskan.

Komisi Perlindungan Anak Indonesia (KPAI) mencatat, setidaknya ada 37.381 laporan perundungan dalam kurun waktu 2011 hingga 2019. Dari jumlah tersebut, sebanyak 2.473 kasus disinyalir terjadi di dunia pendidikan.

Sementara, Organisation of Economic Co-operation and Development (OECD) dalam riset Programme for International Students Assessment (PISA) Tahun 2018 mengungkapkan, sebanyak 41,1 persen murid di Indonesia mengaku pernah mengalami perundungan. Selain itu, di tahun yang sama, Indonesia juga berada di posisi ke-5 dari 78 negara dengan murid yang mengalami perundungan paling banyak.

Jenis Perundungan

Pada lingkungan sekolah, perundungan bisa terjadi dalam beragam bentuk. Di antaranya:

1. Verbal (ucapan)

Perundungan model ini biasanya terjadi melalui ucapan atau kata yang tidak menyenangkan. Membuat orang yang menjadi sasaran dapat menjadi sakit hati. Misalnya berupa ejekan, umpatan, cacian, makian, celaan, serta fitnah. "Dasar bodoh, anak jelek, tukang bohong,..." dan sejenisnya.

2. Non-Verbal (Tindakan Fisik)

Perundungan jenis ini sudah menyangkut kepada tindakan, bukan lagi sebuah ujaran. Sasarannya adalah tindakan yang mengarah pada kekerasan pada fisik atau tubuh seseorang. 

Bisa pada tahapan ringan, menengah atau berat. Misalnya dengan meludahi, menampar, memukul, menendang dan bentuk lainnya.

3. Relasional

Perundungan model ini biasanya mengarah kepada kelolmpok. Relasi yang ada dalam komunitas itu akan mengabaikan, mengucilkan seseorang atau sekelompok kecil lainnya. 

Mereka diperlakukan demikian karena dianggap "berbeda", berseberangan, tak bisa diajak kompromi, setia kawan, dan seterusnya.

Efek Perundungan

Berkembangnya era teknologi saat ini, jenis perundungan juga bisa bertambah luas. Ada istilah yang dinamakan cyber bullying (perundungan siber). Bentuknya melalui media sosial, seperti menyebarkan teks, foto, video yang bersifat negatif kepada korban.

Efek perundungan bisa bermacam-macam. Dari yang sepele hingga yang berat. Misalnya:

a. Mengalami gangguan mental seperti: depresi, rendah diri, cemas, sulit tidur nyenyak, ingin menyakiti diri sendiri, atau bahkan keinginan untuk bunuh diri.

b. Takut atau malas berangkat ke sekolah.

c. Prestasi akademik menurun.

d. Ikut melakukan kekerasan atau melakukan balas dendam.

e. Melampiaskan kekesalan menjadi pengguna obat-obatan terlarang.

Melawan Perundungan

Kalau dalam lingkungan pendidikan, sebenarnya secara tak langsung ada aturan yang mewadahinya. Hal ini tertuang dalam Pasal 54 UU Nomor 35 tahun 2014 tentang Perlindungan Anak. 

"Anak di dalam dan di lingkungan satuan pendidikan wajib mendapatkan perlindungan dari tindak kekerasan fisik, psikis, kejahatan seksual, dan kejahatan lainnya yang dilakukan oleh pendidik, tenaga kependidikan, sesama peserta didik, dan/atau pihak lain."

Namun, teori di atas kertas kadangkala juga tak seindah dengan praktik di lapangan. Seperti kisah nyata yang diungkapkan Putri tadi.

Ada dua pihak yang terjadi dalam kasus ini. Pertama, orang yang mengalami perundungan langsung. Kedua, orang yang menjadi saksi terjadinya perundungan.

Nah, apa yang perlu dilakukan jika berada di posisi pertama (korban) atau kedua (saksi)?

A. Korban

1. Jika menjadi korban, maka perlu menghadapinya dengan berani, ukan malah mendiamkan diri. Sebab itu akan membuat rantai perundungan akan terus terjadi. Tentu kalau bisa memiliki bukti adanya perundungan akan lebih baik lagi.

2. Melaporkan perundungan kepada orang yang dipercaya, seperti guru, orang tua, atau bisa juga kepada aparat penegak hukum.

Pelaku yang mengancam korban agar tidak melaporkan perintiwa itu sebenarnya sudah merupakan tindakan kriminal.

3. Tetap berpikir positif dan percaya diri. Jangan sampai memiliki mental yang gampang down (lemah). Sebab itu akan mempengaruhi kualitas kesehatan diri.

B. Saksi

1. Jika menjadi saksi kasus perundungan, jangan hanya melihatnya. Kalau bisa memperdamaikan, lebih baik.

Tapi hal ini tergantung juga dari situasi dan kondisi yang ada. Jangan-jangan kalau tidak tepat, saksi bisa jadi korban juga.

2. Bantu korban perundungan untuk tetap bisa memiliki rasa percaya diri dan semangat hidup yang baik.

3. Mencari orang terdekat yang disegani pelaku agar bisa memberikan perhatian lebih dan memberikan masukan kepada pelaku.

4. Melaporkan kepada pihak terkait di tempat perundungan terjadi.

Mencegah Perundungan

Seperti ungkapan dalam kesehatan, "Mencegah lebih baik dari mengobati."  Mencegah perundungan lebih baik daripada mengatasi kejadian perundungan. Maka, dalam kasus yang terjadi di lingkungan sekolah, pihak sekolah juga punya peran penting meminimalkan potensi adanya perundungan.

Sementara di rumah, peran orang tua juga penting. Bukan berarti mereka lepas tangan dan menyerahkan tanggung jawab pendidikan ini kepada pihak sekolah seutuhnya.

A. Sekolah

1. Sekolah tidak hanya mengajarkan ilmu pengetahuan semata. Sekolah juga perlu menanamkan semangat kebersamaan, empati dan kepedulian kepada para murid.

2. Tenaga pendidik (guru) punya kesempatan lebih tinggi selama interaksi bersama para anak didik. Dengan membangun dan mengembangkan nilai persahabatan, kebersamaan (kolaborasi), secara tak langsung menjauhkan murid dari tindakan kekerasan antar peserta didik.

B. Orang Tua

Pendidik sejati sebenarnya berada di lingkungan keluarga. Orang tua punya kedekatan secara emosional yang lebih ketimbang yang lainnya. Rasa percaya anak kepada orang tua bisa mencegah terjadinya perundungan.

1.  Menanamkan moralitas yang baik kepada anak.

"Teman adalah kawan, bukan lawan. Carilah sahabat bukan musuh."  Dengan begitu anak bisa menciptakan lingkungan pergaulan yang baik di sekitarnya.

2. Membangun kedekatan, komunikasi yang baik sehingga orag tua tahu persoalan yang dihadapi anak dan memberinya jalan keluar.

Si anak akankah menjadi pelaku, korban, atau juru damai terhadap kasus perundungan. Itu semua bisa diketahui lebih dini jika ada kedekatan dan rasa percaya anak kepada orang tua.

Perundungan mestinya bukan lagi masanya. Siklus seperti ini harusnya sudah diakhiri. Perundungan yang terjadi adalah tanggung jawab bersama.

Selamat merayakan Hari Anak Nasional...

23 Juli 2021 (Hari Anak Nasional)
Hendra Setiawan

 *)  Bacaan:  Tribunnews,  PikiranRakyat,  Gramedia,  UNICEF,  Alodokter
**) Sebelumnya:  Marah Tanda Sayang

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
  4. 4
  5. 5
  6. 6
Mohon tunggu...

Lihat Konten Sosbud Selengkapnya
Lihat Sosbud Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun