Mohon tunggu...
hendra setiawan
hendra setiawan Mohon Tunggu... Freelancer - Pembelajar Kehidupan. Penyuka Keindahan (Alam dan Ciptaan).

Merekam keindahan untuk kenangan. Menuliskan harapan buat warisan. Membingkai peristiwa untuk menemukan makna. VERBA VOLANT, SCRIPTA MANENT.

Selanjutnya

Tutup

Sosbud Artikel Utama

Hari Raya Galungan dan Kuningan di antara Paskah dan Puasa

14 April 2021   16:45 Diperbarui: 15 April 2021   01:09 1998
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Umat Hindu bersembahyang saat Hari Raya Galungan di Pura Aditya Jaya, Rawamangun, Jakarta Timur, Rabu (14/04/2021). (Foto: KOMPAS.COM/GARRY LOTULUNG)

Sejak Selasa kemarin (13/4/2021), umat muslim mulai melakukan ibadah puasa di bulan Ramadan selama satu bulan penuh.

Sementara pada hari Minggu sebelumnya (11/4/2021), umat kristiani masih merayakan Minggu-Minggu Paskah hingga 40 hari kemudian, hingga Kenaikan Yesus Kristus yang jatuh pada hari Kamis (13/5/2021); bertepatan dengan momen Idul Fitri.

Hari Rabu ini (14/4/2021), umat Hindu khususnya yang ada di Indonesia memperingati Hari Raya Galungan. Sepuluh hari berikutnya (24/4/2021) baru digelar Hari Raya Kuningan.

Dua hari raya yang disebut terakhir itu memang tidak tertulis dengan jelas di kalender yang beredar di pasaran. Jadi meskipun termasuk dalam agenda keagamaan, yang lebih tahu atau paham adalah umat yang bersangkutan.

Keragaman yang Asyik

Semarak Hari Raya Galungan di Desa Munggu, Kecamatan Mengwi, Kabupaten Badung. Sumber: bali.bisnis.com/Feri kriatianto
Semarak Hari Raya Galungan di Desa Munggu, Kecamatan Mengwi, Kabupaten Badung. Sumber: bali.bisnis.com/Feri kriatianto
Pemahaman soal hari-hari besar keagaamaan di atas, tentu semenjak SD sudah diajarkan. Entah kalau pelajaran sekarang, apa juga masih berlaku? Semoga saja, ya... soalnya saya tidak berkecimpung di dunia pendidikan.

Sepanjang pengetahuan selama sekolah, ada beberapa kurikulum pendidikan yang pernah ada. Mulai 1975, 1984, 1994, 2004, 2006, dan 2013. Pada masa sebelum itu, ternyata ada juga versi 1947, 1952, 1964, dan 1968. Tentu saja ada perbedaan di dalamnya.

Belajar tentang hal dasar perbedaan keyakinan di tengah keragaman yang ada bumi NKRI tentu saja punya banyak manfaat. Bisa saling mengerti dan memahami. Nama-nama Kitab Sucinya, nama-nama hari rayanya.

Memang sih ada beberapa bagian pengajaran dalam buku ajar yang tidak atau kurang sesuai dengan inti dasar kepercayaan. Tapi, sudahlah, itu sudah ada yang mengurusi sendiri. Tulisan ini juga tidak sedang membahas hal tersebut.

Sumber: instagram.com/kemenag_ri
Sumber: instagram.com/kemenag_ri
Ucapan Penghormatan

Saya cukup senang ketika banyak linimasa media sosial saling memberikan "Ucapan Selamat" antar pemilik media sosial kepada teman, sahabat, atau siapa saja yang tengah berbahagia menyambut, memperingati, dan merayakan hari besar keagamaan. Bukan sekadar basa-basi, tapi memang timbul dari niat yag tulus.

Beberapa akun resmi milik pemerintah (pusat, daerah) atau OPD (organ pemerintah daerah) juga melakukan hal sama. Tidak hanya terpusat kepada satu keyakinan tertentu. Sungguh, ini sebuah kebahagiaan yang tak ternilai.

Walaupun terkesan sederhana, simpel; namun suasana batin yang tercipta bisa berbeda. Orang yang mendapat ucapan, merasa dihargai. Di-uwongke, kalau pinjam bahasa Jawa. Merasa di-manusiakan. Penghargaan pada adanya sebuah perbedaan.

Galungan dan Kuningan sebenarnya dua hari raya yang berbeda, tapi di linimasa sosial ada yang mengucapkannya secara bersamaan. Tidak tepat, kecuali diberi tanggal supaya ada pembedanya. Sepuluh hari pasca Galungan, itulah yang dinamakan Kuningan. Pada saat itu, mengadakan upacara menghaturkan sesaji yang dilaksanakan pada pagi hari.

Foto udara 3 tempat ibadah di Desa Balun. Sumber: jatim.idntimes.com/Ardiansyah Fajar
Foto udara 3 tempat ibadah di Desa Balun. Sumber: jatim.idntimes.com/Ardiansyah Fajar
Desa Pancasila

Berbicara tentang keragaman dan keharmonisan tiga agama yang tersebut di awal tulisan ini, secara nyata kehidupan itu nampak pada sebuah komunitas warga yang ada di Jawa Timur, tepatnya di Desa Balun, Kecamatan Turi, Lamongan. Letaknya tidak jauh dari poros utama Surabaya-Tuban, sekitar 1 kilometer.

Luas wilayah Desa Balun 621,103 hektar. Penduduknya ada 4.730 jiwa dengan 1.234 keluarga. Mayoritas warga, yakni 1.466 jiwa, bermata pencarian sebagai petani atau petambak.

Aroma kebinnekaan terhirup kuat saat berada di Balai Desa Balun. Sekitar 200 meter dari tempat ini, terdapat tiga tempat ibadah yang berbekatan. Ada masjid, gereja, dan pura.

Ketiga tempat ibadah itu berdekatan juga dengan lapangan desa, dengan jarak sekitar 100 meter. Pada sebelah barat lapangan berdiri Masjid Miftahul Huda berasitektur Timur Tengah dengan nuansa hijau dan kuning. 

Di selatan masjid itu terdapat bangunan berarsitektur Bali, yang dipisahkan jalan lingkungan selebar 4 meter. Bangunan yang menghadap ke arah selatan itu adalah Pura Sweta Maha Suci. Kemudian, sekitar 70 meter di depan masjid  atau di timur lapangan terdapat bangunan gereja Greja Kristen Jawi Wetan (GKJW) yang menghadap ke arah barat.

Suasana ibadah umat Hindu di Desa Balun. Sumber: goodnewsfromindonesia.id
Suasana ibadah umat Hindu di Desa Balun. Sumber: goodnewsfromindonesia.id
Sekilas Galungan dan Kuningan

Selain Hari Raya Nyepi, berhubung tidak ada tertulis di kalender, kadang saya bertanya dan mencari tahu di internet. Saudara/i yang tengah beribadah di Pura yang tak jauh rumah ini sedang ada apa ya?

Kalau melihat ornamen yang dipasang adalah sejenis penjor kalau ada acara 17 Agustus atau orang punya hajat perkawinan. Batang bambu melengkung di bagian ujungnya yang dipasang di tepi jalan. Hiasannya adalah dengan menambahkan daun aren dan kelapa muda (janur) serta gantungan yang disebut sampian.

Umat yang merayakannya, kalau dilihat dari pakaian yang dikenakan, mayoritas berwarna putih dan kuning. Apakah itu yang dinamakan Kuningan, dari kata warna kuning? Warga awam kan tak tahu soal ini. Terus, kalau Galungannya sendiri yang seperti apa?

Merujuk tulisan soal dua hari besar keagamaan Hindu Indonesia, Galungan itu sebuah hari untuk memperingati terciptanya alam semesta jagad raya beserta seluruh isinya. Perayaan ini dilakukan setiap 6 bulan Bali (210 hari) yaitu pada hari Budha Kliwon Dungulan (Rabu Kliwon wuku Dungulan)

Galungan juga dipakai untuk merayakan kemenangan kebaikan (dharma) melawan kejahatan (adharma). Sebagai bentuk ucapan syukurnya, umat Hindu melakukan persembahan pada Sang Hyang Widhi dan Dewa Bhatara.

Kalau Hari Raya Kuningan atau sering disebut Tumpek Kuningan jatuh pada hari Sabtu Kliwon wuku Kuningan. Pada hari itu, mereka memasang tamiang, kolem, dan endong.

Tamiang adalah simbol senjata Dewa Wisnu karena menyerupai Cakra dan disimbolkan sebagai penolak marabahaya. Kolem adalah simbol senjata Dewa Mahadewa dan sebagai simbol tempat peristirahatan Hyang Widhi, para Dewa, dan leluhur. Sedangkan endong adalah simbol kantong perbekalan yang dipakai oleh para Dewata dan leluhur saat berperang melawan adharma.

Endongan digunakan sebagai simbol persembahan kepada Hyang Widhi. Tamiang kolem dipasang pada semua palinggih, bale, dan pelangkiran. Sedangkan endong dipasang hanya pada palinggih dan pelangkiran.

Tujuan pelaksanaan upacara Kuningan ini adalah untuk memohon kesentosaan, kedirgayuan, serta perlindungan dan tuntunan lahir dan batin. Tradisi ini merupakan simbol persembahan kepada leluhur yang sudah meninggal agar diberi tempat yang layak di alam sana. Secara niskala (tidak nyata), umat memberikan sesajen dan secara skala (nyata), umat memberikan uang sebagai bentuk nyata.

Keunikan hari raya Kuningan selain penggunaan mayoritas warna kuning adalah yaitu persembahyangan harus sudah selesai sebelum pukul 12.00 siang (tengai tepet). Sebab menurut umat Hindu, persembahan dan persembahyangan setelah pukul 12.00 hanya akan diterima Bhuta dan Kala, karena para Dewata semuanya telah kembali ke Kahyangan.

Sumber: nationalgeographic.grid.id
Sumber: nationalgeographic.grid.id
Kalau dilihat dari sisi kesemarakannya, Hari Raya Galungan dilaksanakan lebih meriah ketimbang Kuningan, yang terkesan lebih sederhana. Hal ini tak lepas dari pemahaman kepercayaan yang ada. Galungan untuk merayakan turunnya Dewa-dewa dan para leluhur ke bumi dan menemui keturunannya. Sedangkan Kuningan untuk merayakan kembalinya Dewa-dewa dan leluhur ke surga setelah bertemu dengan keturunannya.

Rahajeng nyanggra rahina jagat Galungan lan Kuningan semeton titiang semuanya. Dumogi Ida Sang Hyang Widhi ngicenin kerahayuan... 

Selamat menyambut hari raya alam semesta Galungan dan Kuningan kerabat saya semuanya. Semoga Ida Sang Hyang Widhi Wasa memberikan kerahayuan (kedamaian).

 14 April 2021

Hendra Setiawan

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
  4. 4
Mohon tunggu...

Lihat Konten Sosbud Selengkapnya
Lihat Sosbud Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun