Mohon tunggu...
Hen AjoLeda
Hen AjoLeda Mohon Tunggu... Buruh - pengajar dan pegiat literasi, sekaligus seorang buruh tani separuh hati

menulis dan bercerita tentang segala hal

Selanjutnya

Tutup

Vox Pop Pilihan

Dua Puluh Enam Tahun Reformasi

26 Mei 2024   07:27 Diperbarui: 26 Mei 2024   07:28 113
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Mahasiswa menduduki Gedung MPR/DPR, menuntut Presiden Soeharto mundur dari jabatannya. (KOMPAS/EDDY HASBY)

Dua Puluh Enam Tahun Reformasi

Dua puluh enam tahun telah berlalu sejak gelora perjuangan reformasi Mei 1998 menggema di seluruh Indonesia. Gegap-gempita dan riuh-rendah aksi penumbangan seorang diktator, dengan mahasiswa sebagai aktor utamanya, masih teringat jelas dalam benak kita. 

Reformasi membawa harapan baru akan pemerintahan yang lebih demokratis dan adil. Namun, setelah seperempat abad, pertanyaan muncul mengenai arah demokrasi di Indonesia: apakah mengalami stagnasi atau justru kemunduran?

Reformasi 1998 membuka pintu bagi perubahan signifikan dalam sistem politik Indonesia. Era baru ini ditandai dengan serangkaian pemilihan umum yang relatif bebas dan adil. 

Kebebasan berpendapat dan pers mengalami perluasan, dan masyarakat sipil memperoleh ruang lebih besar untuk berpartisipasi dalam proses demokrasi. Kebangkitan ini diharapkan dapat membawa Indonesia menuju demokrasi yang matang dan stabil.

Namun, dalam perjalanan waktu, semangat reformasi tampak mulai memudar. Gerakan mahasiswa, yang dulu menjadi pendorong utama perubahan, kini kehilangan momentumnya. 


Dominasi kepentingan politik elit semakin terlihat, sementara suara masyarakat sering diabaikan. Praktik korupsi, kolusi, dan nepotisme tetap menjadi penghalang utama dalam penegakan hukum dan pemerintahan yang bersih.

Laporan Transparency International menunjukkan bahwa Indonesia masih berada dalam posisi yang kurang memuaskan dalam indeks persepsi korupsi, menandakan bahwa masalah korupsi masih serius. Praktik ini tidak hanya merusak kepercayaan publik terhadap pemerintah, tetapi juga menghambat pertumbuhan ekonomi dan pembangunan yang berkelanjutan (https://ti.or.id, 30 Januari 2024).

Kebebasan pers dan ekspresi publik, yang menjadi salah satu pencapaian penting reformasi, kini menghadapi ancaman baru. Penahanan jurnalis dan aktivis atas tuduhan pencemaran nama baik atau penyebaran berita palsu menunjukkan bahwa ruang untuk kebebasan berekspresi semakin menyempit. Undang-undang yang ambigu sering digunakan untuk membungkam kritik terhadap pemerintah atau pihak berkuasa.

Laporan dari Freedom House dan Reporters Without Borders mencatat penurunan peringkat Indonesia dalam indeks kebebasan pers global. Penurunan ini mencerminkan tekanan yang meningkat terhadap media dan jurnalis dalam menjalankan tugas mereka secara independen dan kritis (https://rsf.org, 2023).

Menguatnya polarisasi politik juga menjadi tantangan serius bagi demokrasi Indonesia. Polarisasi ideologi dan identitas semakin menguat, menciptakan jurang pemisah yang dalam di masyarakat. 

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
Mohon tunggu...

Lihat Konten Vox Pop Selengkapnya
Lihat Vox Pop Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun