Aku berkhayal suatu saat berada di tempat yang tidak pernah kukunjungi, tak ada keluarga, teman, atau perasaan. Aku ingin berjalan sendirian dengan pikiran-pikiran yang ingin di isi dengan cerita menarik. Cerita langit yang selalu menebarkan auranya, bintang-bintang yang tidak setia dengan bulan, pelangi yang belum tentu hadir sehabis hujan, atau awan yang berlari saat ditiup angin. Bagaimana bisa aku hidup dengan benda-benda tak berperasaan itu? Mereka terlalu indah menjadi tempatku untuk berdiam dan memikirkan hidup.Â
Kepada segala teka-teki,
Meteor apakah kamu yang jatuh ke bumi? Sudah bosan di atas sana, gimana rasanya? Gravitasi bolehkah aku menapakkan kaki di langit, menjadikan bintang alasnya dan bulan sandarannya. Alien, misteri yang masih membayang-bayang. Bagaimana wujudmu? Apakah kamu tergolong dalam berbagai jenis gender yang ada. Kamu punya perasaan? Apakah kalian punya keluarga, aku ingin mendengarkan cerita kakek nenek kalian *itu pun kalau kalian punya silsilah. Sebenarnya penasaranku sangat banyak seperti langit yang luas tak pernah usai dengan ujung atau sudut yang pasti. Langit, birumu dari mana?Â
Menyudut di bumi,
Pengelana
***
"Ana, kalau kamu punya adik inginnya laki-laki atau perempuan?"
"Terserah"
"Kok, terserah"
"Bukankah Ana tidak bisa menentukan, Ibu dan Ayah juga ga bisa memilih kan?"
Ibu mengelus kepalaku. Sejujurnya, aku tidak ingin punya saingan dalam apa pun. Perbandingan membuatku tidak percaya pada diriku sendiri. Namun, perbandingan bisa juga membuatku bergerak kepada pilihan. Pilihan yang membuat langkahku berani dan mendorongku untuk selalu berjalan bahkan berlari. Bukan mau ku kalau akhirnya punya adik. Aku ga bermaksud membuat pilihan atas nama kelahiran.