Mohon tunggu...
Helga Evlin Zendrato
Helga Evlin Zendrato Mohon Tunggu... Mahasiswa - Pecinta Tinta

Berlarilah yang kuat, setidaknya tetap berjalan.

Selanjutnya

Tutup

Cerpen Pilihan

Aku Telah Berjanji

19 Juni 2021   07:00 Diperbarui: 19 Juni 2021   06:58 269
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Cerpen. Sumber ilustrasi: Unsplash

Wario Sazaya pernah berjanji di atas sebuah kertas untuk menepati janji yang dibuatnya. Seorang pemuda yang tumbuh dalam rumah yang penuh kasih sayang. Ia dididik menjadi anak yang tangguh dan mandiri. Di masa kecilnya, Wario senang berbicara sendiri, sering bersembunyi dalam box besar, dan ia suka menguping saat orang tuanya berdiskusi. Ia terkadang tertawa dan sedih sendiri. Wario sejak dua tahun sudah lancar berbicara, ini menjadi kebanggaan orang tuanya. Kemandirian Wario tidak saja memberikan pengalaman positif dalam pertumbuhannya. Ketika ia terjatuh, ia membasuh kepalanya dengan air mengalir dan tergeletak di lantai. Wario yang tangguh tengah lengah bermain dan kekurangan cairan tubuh. Kepalanya yang berdarah cukup menguras banyak energi di dalam tubuhnya serta kebutuhan oksigennya tidak terpenuhi.

Orang tua Wario cukup sibuk dengan segala urusan perkantoran. Wario yang dua jam tergeletak bangun dan menuju kamar tidurnya yang sepi. Ia memegang kepalanya yang masih pusing. Kedua kakinya tak mampu menopang tubuhnya. Wario tidak menyerah ia merangkak ke kasur lalu beristirahat hingga malam tiba. Orang tua Wario yang kelelahan sempat menjenguk Wario di kamar. Ibunya kaget melihat darah yang membeku di kepala Wario. Perasaan panik dan bersalah kedua orang tua membuat Wario menangis. Ia tidak ingin berobat, Wario dengan tegas menolak permintaan ayahnya untuk membawa Wario ke dokter.

Beberapa hari luka di kepala Wario sembut, tetapi bekasnya tetap ada. Ibu Wario tidak ingin berhenti dengan karirnya, ayahnya pun demikian. Wario yang mandiri sering ditinggal di rumah dan inilah waktunya bagi Wario menemukan imajinasi dalam kesendirian.

"Gastropoda, berkas di atas meja sudah ditandatangan?"

"Kuperingatkan sekali lagi Kelabang memanggil saya dengan sebutan aneh itu, argh.." karyawan kantor yang ribut di pagi hari langsung bersikap manis saat seorang karyawan baru melalui koridor. 

Vatikan Kara, lulusan baru yang ingin melamar kerja. Ia datang bersama dengan berkas-berkas yang rapi dalam sebuah map. Wajahnya yang kelihatan sangat sopan, kepalanya menunduk dan senyumnya lebar saat melalui dua pegawai kantor yang bertahun-tahun mengurusi berkas-berkas. 

"Gondok aku, tidak mudah menerima pegawai baru di sini." ujar karyawan pertama sinis.

"Ia tidak hanya tampang, di sini butuh yang..." ujaran karyawan kedua mendadak hilang mengetahui Wario melalui koridor.

"Selamat pagi Pak" karyawan pertama menyapa dengan ramah sambil mengedipkan mata.

"Saya bantu bawa tasnya Pak" karyawan kedua tak kalah.

"Lihat perempuan yang melamar kerja di sini?"

Kedua karyawan saling menatap dan langsung menunjuk ke arah yang sama. Wario meninggalkan kedua karyawan tersebut sembari mengucapkan terima kasih. Setelah di depan pintu, Wario kembali untuk menitipkan surat yang akan diberikan kepada seseorang.

***

"Gimana Kara?"

"Dua minggu lagi kabarnya Mak"

"Oh, syukurlah. Mak kira Kara ditolak lagi" 

"Ma..mak doa yang bener Mak, ingat perkataan adalah doa. Mamak mau Kara jadi asisten Mamak terus?"

"Iya, iya...semoga Kara langsung jadi bos ya, amin"

"Amin"

***

"Ini dengan Wario?"

"Iya, ada yang bisa dibantu?"

"Oh, mau tanya kabar... Wario sudah makan?"

"Ini Ibu?"

"Iya, Rio lupa dengan suara Ibu ya?"

"Kaget aja, tumben nelpon?"

"Maaf, Rio lagi sibuk?"

"Bu, nanti Rio telpon lagi ya.."

"Rio.."

***

Rio membasuh wajahnya. Ia menatap diri lama di dalam cermin. Kepalanya melintasi berbagai jagat. Perempuan yang melamar pekerjaan itu sangat mirip dengan wajah ibunya. Namun, ia tidak sedang ingin menambah karyawan baru.

Rio kembali ke meja kerjanya lalu memeriksa beberapa berkas. Selembar kertas terselip di antara dokumen yang hendak ditandatanganinya. 

"Kepada diri sendiri, jangan pernah jatuh hati kepada perempuan" 13/12/2008

"Kepada diri sendiri, jangan pernah cengeng dihadapan ibu" 22/04/2009

"Kepada diri sendiri, jangan menerima karyawan perempuan jika tidak memenuhi semua kriteria dalam pekerjaan" 02/01/2012

Rio membaca kembali berkas perempuan tersebut. Ia mencentang semua syarat yang ada sebagai penerimaan karyawan. Namun, satu yang terlewatkan, poin 'tidak menerima lulusan baru, minimal 1 tahun pengalaman kerja'.

Rio membaca kembali janjinya yang dituliskan di tahun-tahun sebelumnya.

Kakinya melangkah menuju meja karyawan yang senang mengobrol tentang isu-isu baru.
"Apakah titipanku sudah di sampaikan?"

"Maaf Pak, orangnya belum juga tiba."

"Baguslah, aku menarik kembali titipan"

"Baik Pak, ini suratnya."

Rio kembali ke tempat kerjanya dan membaca kembali surat yang hendak disampaikannya kepada seorang perempuan. 

***

"Kelabang, isi suratnya apa?"

"Mana aku tau Gastropoda"

"Hadeuh, Kelabang memang ga bisa diandalkan"

***

Untuk perempuan,

Aku belum benar-benar menaruh hati padamu. 

Maafkan aku tidak menyampaikan langsung.

Ada yang harus kuselesaikan terlebih dahulu.

Seperti Kau ketahui, aku pantang untuk mengingakari.

Aku tak mau menyakiti perempuan sebelum perempuan yang kucintai memberi izin untuk mencintainya dan kau di saat bersamaan.

Memohon dalam cinta, 

Sanzaya

***

"Ibu..."

"Rio?"

"Rio kangen Ibu"

"Ibu juga"

"Bagaimana kabarnya Bu?"

"Sudah membaik Rio, ada wanita yang putus asa karena tidak diterima oleh kantor yang dilamarnya"

"Oh, Ibu dapat ginjal darinya?"

"Iya."

"Namanya siapa Bu?"

"Ibu lupa, ia mirip dengan Ibu waktu masih muda. Baru lulus kuliah sih katanya."

"Oh, sayang banget. Semoga kondisinya baik-baik saja setelah donor"

"Iya, ibu sangat berterima kasih padanya."

"Ya sudah, Ibu istrahat dulu. Besok Rio telpon ya Bu."

"Iya kamu jaga diri ya di sana, jangan lembur terus"

"Bu, besok Rio pesan sesuatu buat Ibu"

"Wah, kamu memang!"

"Sudah ya Bu"

"Eh Rio, ibu ingat namanya Vati Kara"

"Apa?"

"Iya, Kara Vati atau Vati Kara"

"Vatikan Kara?"

"Kok Rio kaget, sudah pernah kenalan?"

"..."

"Rio?"

Panggilan terputus.

***

"Janji kepada diri sendiri, jangan menunda cinta kepada perempuan" 30/12/2025

Rio menyebut bahwa dirinya tidak pernah ingkar 2025 nanti ia akan menyesali jika membuat orang lain harus menderita karenanya.

Rio memegang bagian perutnya. Ginjal ibunya di dalam tubuhnya dan ginjal Kara di dalam tubuh ibunya.

***

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
  4. 4
  5. 5
  6. 6
  7. 7
  8. 8
Mohon tunggu...

Lihat Konten Cerpen Selengkapnya
Lihat Cerpen Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun