Mohon tunggu...
Hayatun Nupus
Hayatun Nupus Mohon Tunggu... Mahasiswa - Anak bungsu paling terakhir

Bintang tetaplah bintang meskipun dia telah jatuh.

Selanjutnya

Tutup

Diary

Rindu Paling Rumit

27 Oktober 2021   10:49 Diperbarui: 27 Oktober 2021   10:53 187
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Diary. Sumber ilustrasi: PEXELS/Markus Winkler

Hai...namaku Hayatun Nupus,anak bungsu dari empat bersaudara. Aku sekarang berkuliah di STIKES Darul Azhar Batulicin  Prodi DIII Farmasi semester 3. Di sini aku ingin bercerita mengenai pengalaman tersedih dihidupku. Setiap manusia diuji sesuai kemampuannya masing-masing dan semua memiliki kisah tersedih dalam hidup, kisahku ini membuatku kehilangan kebahagiaan terbesar dalam hidup. Dan inilah kisahku.

Bermula ketika libur semester kemarin ayah dan ibuku jatuh sakit secara bersamaan. Ayahku memang biasa sakit tapi tidak dengan ibuku. Malam Kamis, ibuku merasa sangat gelisah karena sakit sampai beliau tidak bisa tidur semalaman. Satu kejadian yang membuatku terkejut yaitu ketika ibuku tiba-tiba berbaring di kakiku, yaa memang pada malam itu ibuku terus-terusan berganti posisi yaitu duduk dan berbaring dan hal itu dilakukan sampai pagi. 

Pukul 7 lewat ayahku khawatir dengan kondisi ibuku yang tak lagi dapat bicara, lalu ayahku pun menelpon sepupuku yang merupakan seorang dokter di Klinik Resbaharti. Beberapa menit kemudian sepupuku yang sering dipanggil dr.Resti itupun datang dan memeriksa ibuku dengan tensi. Setelah beliau selesai memeriksa ibuku,beliau berkata "Sepertinya tante harus dibawa ke rumah sakit om supaya bisa diinfus karena di klinik peralatannya tidak lengkap,jadi lebih baik tante dibawa saja untuk penanganan yang lebih baik".

"Jika harus begitu maukah dokter membantu kami untuk membawa ibu,saya tidak bisa mengantar karena juga dalam keadaan sakit". Akhirnya ibuku dibawa ke rumah sakit menggunakan mobil milik dr.Resti.

Aku yang tak ingin ikut naik mobil memutuskan untuk menyusul ibuku yang dibawa bersama Ka Ica (kakak pertamaku) dan juga anak laki-lakinya menggunakan sepeda motor. 

Hatiku tidak karuan saat itu,aku takut karena ibuku belum pernah sakit separah ini sebelumya. Selang waktu 20 menit kamipun sampai di RS.Andi Abdurahman Noor atau Rumah Sakit Husada. Dr.resti bersama Ka Ica membawa ibuku ke ruang UGD, aku melakukan registrasi. Ketika aku masuk ruangan untuk melihat ibuku, perawat di sana menyuruhku yang saat itu bersama keponakanku untuk keluar karena anak kecil tidak diperbolehkan masuk. Akhirnya kamipun menunggu di luar. Setelah ibuku selesai ditangani perawat, dr.Resti pun pergi karena ada rapat di Kantor Bupati.

Karena rasa cemasku membuatku ingin sekali melihat kondisi ibu, akupun memutuskan untuk masuk dan menyuruh Daus (keponakanku) untuk menunggu di luar sebentar. 

Saat aku masuk, aku dikejutkan oleh darah yang berceceran di Hospital Bed tempat ibuku berbaring, aku tak bertanya apapun pada Ka Ica. Ka Ica bilang padaku bahwa dia lapar dan ingin mencari makan ke luar, dia memintaku untuk menjaga ibu sebentar dan setelah selesai makan dia yang akan kembali menjaga ibu. Ka Ica pun ke luar bersama Daus, aku yang menjaga ibuku hanya dapat terdiam membisu. 

Ku pandangi wajah ibuku yang saat itu sedang tidur sambil melihat selang infus di tangan ibu, seketika aku dikejutkan dengan sebuah perban yang terikat di kedua tangan ibu. Perban itu diikat pada Hospital Bed, hatiku bertanya "Untuk apa ibu diikat seperti ini, apa yang sebenarnya terjadi/" mataku berkaca-kaca.

Beberapa menit kemudian ibu terbangun dari tidurnya. Lagi-lagi aku terkejut karena ibuku yang tak mau diam,beliau berusaha untuk bangun, dan ingin melepas oksigen serta selang infus di tangannya. Hal ini membuatku mengerti mengapa perban tadi diikatkan, yaitu untuk mencegah ibuku melakukan hal itu. Namun meski tangan ibuku sudah terikat, ibu tetap berhasil mencabut oksigen di hidungnya. 

Aku takut luar biasa dan kukatakan pada ibu "Bu,jangan dilepas yaa nanti perawatnya marah",ibu tak merespon dan terus bersikeras untuk melepasnya kembali. Kondisi ibuku saat itu sudah parah karena kata perawat "Ibumu ini sudah tidak sadarkan diri, maka dari itu ketika diminta untuk jangan melepas oksigennya beliau sudah tidak bisa lagi merespon,beliau memang tidak tidur tapi kesadarannya dalam merespon sesuatu sudah tidak ada". Aku semakin takut mendengar hal tersebut dan memutuskan untuk menelpon Ka Ica.

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
  4. 4
  5. 5
  6. 6
Mohon tunggu...

Lihat Konten Diary Selengkapnya
Lihat Diary Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun