Mohon tunggu...
Hawra aeni
Hawra aeni Mohon Tunggu... Penulis - hamba Allah yang berusaha taat

Hejo is my fav colour. berlelah-lelah didunia agar tidak kelelahan diakhirat.

Selanjutnya

Tutup

Kebijakan

Meraih Kemerdekaan Hakiki

25 Agustus 2019   13:11 Diperbarui: 25 Agustus 2019   13:14 45
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Pemerintahan. Sumber ilustrasi: FREEPIK/Freepik

Mengutip dari artikel yang ditulis salah satu pemerhati social, Kholda Najiyah, polisi yang menemukan si anak pun menitikkan airmata, melihat kondisinya yang memprihatinkan. Terbayang kan, tiga hari ia bertahan hidup. Bagaimana dengan makan minumnya? Bagaimana buang hajatnya? Apakah tak pernah sekalipun ia menangis? Yakinlah, hati sang istri juga teriris sembilu. Mana ada seorang ibu yang tega meninggalkan bayinya. Alasan uang hanyalah karena keadaan. Keterpaksaan. Begitu susahnya mencari sesuap nasi di negeri ini, hingga harapan tak bisa digantungkan pada suami. Istri lantas pasang badan. Mencoba tampil terdepan. Siap sisingkan lengan. Mengatasi kesulitan yang menghadang.

Ia hanya ingin menjamin kelangsungan hidup anaknya. Meski hatinya gerimis meninggalkan keluarga kecilnya. Jiwanya merana. Sepi dalam kesendirian, jauh di perantauan. Tapi, rayuan pengerah tenaga kerja akan kesejahteraan instan, telah menaklukkannya. Toh hanya sementara. Satu-dua tahun saja. Biarlah ia berkorban. Begitu pikirnya.

Ini sungguh lingkaran setan. Bukan salah suami, bukan pula salah istri. Bukan salah takdir. Bukan salah bunda mengandung. Inilah buah busuk kehidupan dunia yang tidak dikendalikan oleh aturan Sang Pemilik Dunia. Dunia diperbudak oleh sistem kapitalisme sekular. Sistem yang turut bertanggungjawab menghancurkan institusi keluarga. Mengapa?

Sistem sekular kapitalis tidak punya mekanisme dalam menjamin kebutuhan pokok warga negaranya. Semua diserahkan kepada individu-individu masing-masing. Sistem ini tak peduli, apakah warganya kelaparan atau kesakitan. Apakah para suami bekerja atau tidak. Apakah para istri dan anak-anaknya tercukupi kebutuhannya atau tidak. Apakah keluarga itu mampu menjalankan fungsinya atau tidak. Seolah institusi keluarga bukan tanggungjawab sebuah negara.

Sistem sekular kapitalis menegakkan hukum rimba. Siapa yang kuat, dia yang mampu bertahan. Siapa yang lemah, dia bakal punah. Apa sumber kekuatan itu? Uang. Mereka yang mampu mengakses sumber ekonomi dengan mudah, akan semakin kaya. Seperti pengusaha-pengusaha kelas kakap, yang kekayaannya menggurita namun tak banyak membantu kemaslahatan sesama.

Sementara di kalangan kelas bawah, begitu sulitnya mengais rupiah. Pekerjaan sulit didapat, jika kerja penghasilan pun pas-pasan. Sementara harga-harga kebutuhan pokok tak terkendali. Negara pun minim andil mengendalikan semua ini.

Tak ada keluarga yang dijamin sumber keuangannya, kecuali mereka harus berupaya sendiri. Negara tak tahu menahu, apakah kebutuhan pokok warganya tercukupi atau tidak. Terbukti, aneka subsidi dikebiri. Dianggap terlalu memanjakan rakyat. Seolah ingin berkata: "sana, carilah pekerjaan sendiri. Kalau mau kaya, ya usaha sendiri. Kalau perlu pergilah ke luar negeri."

(Referensi)

Inikah merdeka?

Peru kita sadari bersama, bahwa semua itu terjadi ketika kapitalisme sekuler lah yang diterapkan dalam mengisi kemerdekaan yang sudah 74 tahun ini. Dan hasilnya adalah kezaliman, kesengsaraan di mana-mana. Oleh karena itu, patut kita renungkan kembali bahwa misi Islam mewujudkan kemerdekaan sejati bagi seluruh umat manusia itu juga terungkap kuat dalam dialog Jenderal Rustum dari Persia dengan Mughirah bin Syu'bah yang diutus oleh Panglima Saad bin Abi Waqash ra. Pernyataan misi itu diulang lagi dalam dialog Jenderal Rustum dengan Rab'i bin 'Amir, utusan Panglima Saad bin Abi Waqash ra. Ia diutus setelah Mughirah bin Syu'bah pada Perang Qadisiyah untuk membebaskan Persia. 

Jenderal Rustum bertanya kepada Rab'i bin 'Amir, "Apa yang kalian bawa?" Rab'i bin menjawab, "Allah telah mengutus kami. Demi Allah, Allah telah mendatangkan kami agar kami mengeluarkan siapa saja yang mau dari penghambaan kepada sesama hamba (manusia) menuju penghambaan hanya kepada Allah; dari kesempitan dunia menuju kelapangannya; dan dari kezaliman agama-agama (selain Islam) menuju keadilan Islam..." (Ath-Thabari, Trkh al-Umam wa al-Mulk, II/401). 

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
Mohon tunggu...

Lihat Konten Kebijakan Selengkapnya
Lihat Kebijakan Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun