Mohon tunggu...
Hastira Soekardi
Hastira Soekardi Mohon Tunggu... Administrasi - Ibu pemerhati dunia anak-anak

Pengajar, Penulis, Blogger,Peduli denagn lingkungan hidup, Suka kerajinan tangan daur ulang

Selanjutnya

Tutup

Cerpen

Sang Penerang

16 Agustus 2019   02:27 Diperbarui: 16 Agustus 2019   02:29 87
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Sumber gambar : www.pixabay.com

            "Pergi sana kalian, anak-anak gak punya perasaan. Aku lapor sama ibu kalian,"teriaknya.

            "Ada apa?" tanyanya.

            "Itu anak-anak mengejekmu dengan menjulur-julurkan lidahnya." Oh, Santi mengerti mengapa  mereka tertawa cekikikan.

            "Terimakasih." Santi berdiri dan mengambil tongkatnya dan mulai beranjak dari sana.

Sejak saat itu Santi takut untuk keluar rumah. Santi mulai berhalusinasi kalau ada orang yang akan mengganggunya. Dia mulai membayangkan ada orang yang mengejeknya, menjelek-jelekan dirinya. Santi mulai ketakutan. Dia merasa sendiri, Lita entah kemana . Malam-malam selalu penuh dengan mimpi buruk. Hidupnya tak tenang. Dia mulai meracau. Sering teriak-teriak tanpa sebab. Semakin hari semakin parah. Sampai suatu waktu akhirnya Santi ada di tempat ini. Katanya tempat ini memang dikhususkan untuk orang-orang yang terganggu jiwanya. Santi menjadi bagian orang-orang yang terbuang. Dia semakin sendiri. Santi merindukan Lita yang dulu selalu ada buat dirinya.

Sampai suatu saat Lita merasa dikhianati laki-laki yang ia cintai. Ternyata laki-laki itu hanya memainkan perasaan dirinya. Lita merasa ditinggalkan. Lita sakit hati. Terasa perih luka di hatinya sampai ia tersadar. Dimana Santi? Santi yang ia lupakan karena daya tarik laki-laki itu. Pesan ayahnya ia lupakan. Ia harus jadi penerang kakanya. Kemana dirinya saat Santi membutuhkan dirinya. Lita sungguh menyesal. Seharusnya dia tak meninggalkan Santi sendiri. Lita berlari kencang , terus  sampai di sebuah gedung tempat Santi berada. Kakinya mulai lunglai, tapi Lita harus bertemu dengan Santi. Lita melihat Santi yang sedang meracau di dalam sel. Air matanya mengalir begitu saja. Perasaan menyesal mulai merambah hatinya. Ini semua kesalahannya.


            "Ampuni ayah, ini semau salahku,"Lita membatin. Dirangkulnya Santi erat-erat. Dia tak mau melepaskan lagi.

            "Siapa kamu?"

            "Lita, adikmu."

            "Aku gak punya adik, dia sudah pergi jauh." Hati Lita tersekat. Kakaknya menganggap dirinya sudah pergi dari hidupnya. Dirangkulnya erat-erat.

            "Pergi kamu, aku gak butuh kamu, aku lebih baik sendiri." Santi mulai kembali meracau dan semakin intens. Dan Santi mulai teriak-teriak. Beberapa perawat datang dan menyuruhnya keluar. Lita memandang sedih. Semua ini salahnya.  Lita berjanji dia akan menjadi penerang lagi bagi Santi. Sekarang dia akan pulang tapi Lita akan menjemput Santi kembali dalam kehangatan persaudaraan lagi, Lita berjanji pada dirinya.

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
Mohon tunggu...

Lihat Konten Cerpen Selengkapnya
Lihat Cerpen Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun